Oleh Usman Mafrukhin
Teringat obrolan dengan salah satu teman saat duduk sambil memandang gadget yang dia punya sambil berkata “zaman saiki opo-opo posting, mangan posting, ng mall posting, tuku sepatu anyar posting, tur meneh angel ya ngolek wong sek bener tulus ikhlas lahir batin, ketoke neng sosmed apik jebule pencitraan”
Sadar atau tidak di era sekarang memang semua bisa kita pantau lewat jagad sosial media, yang terkadang orang mudah menilai atas pencapaian orang lain.
Di dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, Stoikisme memberikan alat untuk mengelola kecemasan dan stres dengan menekankan pada penerimaan dan pengendalian diri. Banyak orang yang bercita cita bisa mengelola kecemasan atau setres, distraksi digital, bahkan sampai kepada hal yang sifatnya ketidakpastian. Yang paling penting adalah menjaga kesehatan mental di tengah gempuran kekacauan situasi dan kondisi stoikisme bisa menjadi alternatif untuk mengindari dan bisa mengelola diri kita ke jalur yang lebih sehat, sekaligus bermanfaat kepada orang lain.
- Iklan -
Filsafat stoikisme ini menekankan pentingnya fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan (seperti pikiran dan tindakan) dan menerima hal-hal yang tidak dapat dikendalikan (seperti kejadian eksternal).
Filosofi stoikisme mengajarkan kita untuk melepaskan diri dari emosi negatif serta meningkatkan kekuatan batin. Dengan begini kita pun akan tumbuh menjadi jiwa yang baik atau setidaknya dimulai dari baik terhadap diri sendiri.
Istilah diatas tentu sangat masih relevan jika kita aktualisasikan di tengah gempuran zaman ditambah kemajuan teknologi yang semakin pesat dan situasi geopolitik yang sedang tidak baik baik saja, orang orang mengatakan Era Society 5.0.
Di era modern seperti sekarang, orang baik tidak bisa langsung kita jumpai. Apalagi jika di media sosial, ada banyak aksi kebaikan yang di pertontonkan yang ternyata hanya konten belaka, kenyataaanya tidak seperti foto atau video yang di pamerkan. Seperti inilah kita hidup sekarang, jika tidak pandai memilih dan memilah maka ketenangan batin seperti yang diajarkan kaum Stoa pun tidak dapat diraih.
Berbuat baik itu pun tidak melulu harus kita perlihatkan ke ranah publik atau kita haus dengan validasi orang lain, berbuat baik bisa tentang diri sendiri, menjadi lebih baik dari diri kita yang sebelumnya dengan begitu ketenangan batin akan dapat di raih.
Selain diatas Yang paling di garis bawahi dari ajaran stoikisme ini adalah mengajarkan tentang nilai kebermanfaatan untuk orang lain, skala tindakan kita baik itu besar atau kecil bukanlah hal yang terpenting, yang utama adalah bagaimana keberadaan kita dapat memberikan bantuan dan manfaat bagi orang lain. Kebermanfaatan seseorang tidak selalu dinilai dari kemurahan hati yang melimpah, harta yang melimpah, atau benda mewah. Sebaliknya ucapan salam, senyum, kesopanan, tulus atau bantuan yang diberikan secara sungguh sungguh juga bagian dari wujud kebermanfaatan.
-Usman Mafrukhin, penulis Guru di MA D Baito Sunan Plumbon



