STASIUN WATERLOO, KERETA DAN SENJA
Sore di Waterloo, dari gedung tetangga
Aku berdiri sendiri, lalu pulang berjalan ditemani senja
Suara desing besi dari kejauhan
Hingar bingar orang lalu lalang
Marka jalan, bus merah datang seolah menghadang
Kulewati terowongan tua,
Dengan bau ayam goreng, kentang dan bau pipis gelandangan
Bercampur di musim dingin,
Musim yang menyurutkan segala ingin
Wajah-wajah asing seribu bangsa
Selalu kupandangi tiap sore tiba
Tak pernah kubertanya darimana mereka asalnya
Hanya kutahu mereka penduduk dunia
Penghuni berbagai bangsa
Tak ada sapa, hanya pejalan cepat
Yang mengejar kereta seolah sebentar lagi terlambat
Menuju platform yang dalam,
Sedalam rel kereta Bakerloo ditancapkan
Meski hingar bingar di stasiun ini,
Tapi kenapa ada rasa sunyi
Rasa keterasingan yang tak terkendali
Dari rutinitas tiap pagi dan sore hari
Semacam manusia yang tenggelam dalam lorong waktu
Menelusur gorong-gorong London yang membeku
- Iklan -
Roda kereta terus beradu,
Kereta Bakerloo berdentum mengantarkan kursi-kursi berwarna biru
Seribu wajah yang kuidentifikasi,
Tak pernah ada kutemui dirimu
Lalu aku memandang jendela yang terisi pemandangan kabel-kabel berkelindan
Gelap, hitam, masinis tetap saja melaju tanpa perasaan
Di Bakerloo, aku mencari sosokmu
Berharap kutemukan cahaya abadi,
Untuk bisa keluar dari lorong yang jauh ini
19.24.12.01.25
MAWAR DI HYDE PARK
Sebuah pagi yang biasa, mawar mekar di taman yang luas tiada tara
Kupandangi warnanya, disela angin yang berbisik di dahan tua
Kursi kayu yang kuno, sebuah memori dengan kata yang tertulis disana
Menyisakan embuh yang dingin, laksana jejak air mata
Bagi hati yang datang ke taman untuk menghilangkan nestapa
Mawar yang indah, menunggu musim yang tepat untuk berbunga
Dalam bilangan angka, aku mulai tak bisa berhitung
Tentang betapa banyaknya keindahan dan keasingan di taman ini
Pikiran berkelindan meski kaki terus berjalan
Keheningan selalu ada, meski jejak para penunggang kuda memeriahkan taman dengan suara
Kudapati sepasang kekasih sedang memadu Bahagia
Seorang tua yang duduk asyik mengamati tupai
Pejalan sunyi dengan anjingnya
Segerombolan remaja yang sedang bersuka cita
Darimanakah mereka?
Apakah hangat kota mampu meredam sedih dan duka?
Atau manusia hanya punya tugas untuk terus melewati masa tanpa boleh menoleh kebelakang
Menjadi manusia yang harus terus berjalan tanpa terkekang kenangan
Di taman ini, jika mawar-mawar bisa bercerita dan bernyanyi,
Mungkin mereka akan saling bergumam tentang musim yang tak bertepi
Keberadaannya hadir untuk disyukuri,
Keharumannya menimbulkan harapan
Bahwa jiwa yang rapuh dan terluka
Akan teredam sendirinya dan bertumbuh untuk menemukan cinta
19.38.12.01.25
LAMPU DI PICCADILY
Malam asing dan dingin, mencari kehangatan di Piccadily
Asap-asap penghangat menyeruak
Jalanan lembab, tersapu langkah-langkah menuju resto-resto yang temaram
Bercengkerama dengan teman
Mencari kehangatan dari dingin yang tak kunjung hilang
Piccadilly yang tak pernah terlelap,
Lampu neon yang sangat terang,
Mengiringi alunan musik penyanyi jalanan
Sekelompok manusia yang berbagi kebahagiaan dalam ketidakpastian
Musik yang menyatukan,
Dan Langkah tergesa yang memisahkan menuju stasiun tujuan
Di Piccadily, cinta diterjemahkan dengan samar
Orang-orang tak perlu menunggu kehadiran rembulan,
Mereka hanya butuh berkumpul dan duduk menikmati malam
Di bawah sorot lampu itulah, makna baru kehidupan dipintal
Piccadily selalu menawarkan perasaan yang abadi,
Bahwa dalam hidup,
Setiap detiknya adalah harmoni,
Dan kita tak akan melewatinya sendiri
19.47.12.01.25
NOTTING HILL DAN KIOS BUKU BERDEBU
Jalan yang selalu ramai oleh para peziarah kata
Toko yang menyajikan wisata ke masa lalu
Menghadirkan barang-barang nostalgia
Yang pernah berjaya di eranya
Kudapati rumah warna warni
Yang diabadikan dan dipotret di dalam sunyi
Mereka berjejer rapi, tapi seolah terpisah
Tanpa interaksi
Kios kecil yang tumbuh menjamur di musim semi
Hangat matahari yang tidak setiap hari bisa dinikmati
Dari buku-buku yang using itu,
Kudapti makna cinta yang terekam
Aroma kertas yang tak pernah hilang,
Adalah puisi tanpa suara
Yang bertahan meski waktu mencoba memusnahkannya
19.52.12.01.25
BERMUKIM DI GOLDERS GREEN
Apa yang redup dari perjalanan ini
Ketenangan dari suara-suara yang bungkam dan sunyi di sabtu pagi
Aroma roti dari toko kecil pertigaan jalan
Membawa serta harapan dan kenangan
Musim telah berganti dan berkelindan
Langit pun ikut mengukir dengan kanvas terbaiknya
Menampilkan ketenangan, persahabatan dan cinta
Di Golders Green, aku memaknai perjalanan sebagai manusia
20.00.12.01.25
Niken Kinanti, Merupakan penduduk Jawa Tengah yang sekarang bermukim di London. Buku antologi puisinya “1990”. Dapat dihubungi email kinantiniken@gmail.com.