Oleh : Irna Maifatur Rohmah
Menjadi manusia merupakan proses yang tiada henti. Belajar dan pembelajaran datang silih berganti. Usai dan datang lagi yang baru. Begitu terus hingga ajal menjemput. Pembelajaran sejatinya tidak pernah usai sebelum jasad menyatu kembali dengan tahan.
Hidup harus terus berjalan bagaimanapun kondisinya. Berpihak atau tidaknya dunia pada diri kita bukan menjadi penghalang untuk melanjutkan nasib. Hal ini sudah berlaku ratusan bahkan jutaan tahun lalu semenjak ada kehidupan manusia di bumi ini. Sehingga tidak jarang kita mendengar cuplikan-cuplikan hikmah kehidupan dari tokoh atau ulama terdahulu.
Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad adalah salah satu ulama yang bisa kita teladani. Beliau adalah keturunan nabi Muhammad SAW dari jalur Alawi. Beliau tumbuh menjadi anak yang sudah terlihat keshalihannya sedari kecil berkat didikan kedua orang tuanya yang shaleh. Dalam menuntuk ilmu, semangat yang dimiliki mengalahkan semangat saudara-saudaranya bahkan gurunya. Selepas madrasah, beliau selalu menuju masjid untuk sholat sunnah 100 sampai 200 rakaat. Kewaliannya sudah mencapai quthbul ghauts (tingkat tertinggi) berkat kegigihan,keistiqomahan, dan kemurnian hatinya. Beliau juga memiliki ikatan kuat dengan Nabi Muhammad SAW sampai beliau berharap sunnah yang pernah dilakukan Nabi SAW bisa dilakukannya juga.
- Iklan -
Dari keshalihannya tersebut, beliau meninggalkan warisan yang tak lekang oleh zaman baik di negara asalnya, Hadramaut, Yaman, maupun di Indonesia. Warisannya berupa kitab yang tidak sedikit, salah satunya Kitabul Hikam. Beliau menghimpun kalam-kalam hikmahnya dalam Kitabul Hikam al-Haddad yang masih bisa kita pelajari dan teladani sekarang. Beliau yang juga pengarang Ratibul Haddad ini memberikan panduan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT yang cukup popular di kalangan pesantren khususnya pesantren salaf.
Dalam karya Kitabul Hikam Al-Haddad, kita bisa menemukan kutipan nasihat, hikmah dan petuah bijak dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam merenungi kehidupan dan hubungannya dengan pencipta.
Dengan bahasa yang ringan, pesan-pesan hidup yang relate dengan kehidupan kita menjadi suluh untuk menyalakan kembali harapan hidup. Kebijaksanaan yang diajarkan membantu kita meraba jalan untuk mencapai keseimbangan dunia dan akhirat berbekal keteguhan hati sebagai muslim.
Dalam pembuka kitab, disebutkan bahwa barang siapa yang menggantungkan diri pada Allah, maka Allah akan menunjukkan pada jalan yang lurus. Hal ini selaras dengan petuah-petuah yang ada di kitab ini. Dengan 106 poin, bisa menuntun kita menjalani kehidupan di dunia ini tanpa meninggalkan kewajiban kita sebagai hamba yang bakal dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Tentunya membantu kita dalam berhubungan dengan sesama manusia, dengan Allah, maupun dengan diri sendiri.
Kita tidak bisa hidup tanpa ilmu. Semua hal memiliki cabang keilmuan yang jelas. Begitu juga dengan kehidupan ini. Ilmu merupakan pemberian dari Allah, mawahib robaniyah, yang mana dikhususkan bagi siapapun yang dikehendaki-Nya. Namun kita tidak boleh lupa jika untuk mencapainya harus merayu Allah, yakni dengan usaha. Kita harus membagi ilmu kepada sesama manusia.
Selain itu kita juga perlu menyadari bahwa sesuatu yang menyenangkan tidak akan berjalan selamanya. Di sini kita perlu merenungi bahwa sudah semestinya kita tidak berlebihan dalam menyikapi peristiwa yang menimpa baik itu hal yang menyenangkan maupun menyedihkan. Di sini sangat perlu untuk memiliki teman yang baik dan taat sehingga bisa saling mengingatkan, Karena jalan untuk menuju ketaatan itu susah dan berat.
Nah, dalam upaya mencapai kesempurnaan harus melewati 4 hal dahulu. Yakni ilmu, akal, ikhlas, dan pasrah. Hal ini menjadi pilar utama bagi umat muslim untuk lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan.
Untuk mendapatkan kitab ini bukan hal yang sulit. Kita bisa membeli di toko online maupun offline dengan harga yang terjangkau semua kalangan. Kitab ini juga bisa dikaji dan menjadi panduan bagi semua kalangan tanpa batasan usia.



