Oleh: Nur Muhamad A.M, M.Pd
Kata Tradisi bisa diartikan sebagai kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus oleh manusia itu sendiri baik bersifat kelompok maupun individu. Arti lain dari tradisi adalah adat istiadat yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi dalam masyarakat, dari kebiasaan tersebut sebagai solusi atau penyelesaian masalah yang dihadapi. Dari tradisi dipahami sebagai model atau cara yang dianggap paling baik selama belum ada cara lainnya. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut menyebar ke masyarakat luas yang kemudian menjadi budaya sehingga dijadikan patokan atau model kehidupan oleh masyarakat. Dari tradisi ini yang paling penting adalah adanya informasi yang diteruskan dilakukan dari generasi secara tertulis mapun ucapan, untuk bisa terjaga dan tidak punah atau hilang dari sejarah kehidupan manusia. Jika didalami lebih detail, maka makna tradisi sendiri dapat diartikan sebagai suatu ciptaan atau sebuah karya yang dibuat oleh manusia baik berupa kepercayaan, atau kejadian yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi ini meliputi adat istiadat, kesenian dan kegiatan kegiatan lainnya.
Bentuk tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus terbagi menjadi dua hal yaitu bersifat pribadi dan sosial, tradisi bersifat pribadi maksudnya adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan kebiasaan pribadi seseorang atau keluarga misalnya acara selametan kelahiran (slametan yang dilakukan saat seorang ibu hamil empat bulan atau tujuh bulan atau saat melahirkan. Sedangkan pada acara selametan kematian bertujuan agar orang yang meninggal diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dia lakukan saat masih hidup dan dapat diterima segala amal ibadahnya). Sedangkan tradisi sosial yaitu tradisi yang dilakukan berkaitan dengan hajat orang banyak seperti peringatan hari-hari besar Islam, sedekah bumi atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun.
- Iklan -
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang besar dan kaya keragaman dengan berbagai macam tradisi. Hal tersebut dikarenakan kemajemukan masyarakatnya, baik dalam agama, ras, suku dan juga kebudayaan. Keberagaman inilah yg menyebabkan adanya perbedaan tradisi sesuai daerah, suku serta kepercayaan masing masing.
Dalam agama Islam yang merupakan agama mayoritas bangsa indonesia, sudah mulai berkembang tradisi tradisi yang telah diwariskan oleh para ulama dan pada leluhur. Hal ini tak bisa terlepas dari peran para penyebar islam di indonesia seperti walisongo yang telah berusaha mengkolaborasikan kebudayaan indonesia dengan agama islam sehingga setiap tradisi yg berkembang pada saat itu tetap bernilai religius sesuai dengan tuntunan agama islam. karena telah menjadi kepercayaan, maka tradisi tradisi seperti tahlilan, slametan kandungan, mengirim doa untuk orang meninggal dan sebagainya telah menjadi suatu kepercayaan masyarakat sehingga memiliki nilai tersendiri dalam kehidupan spiritual baik individual maupun sosial. Sebagian dari tradisi islami yg telah berkembang pesat di Indonesia adalah tradisi dibulan rabiul awal misalnya masyarakat di Gunung Bakal memiliki tradisi gunungan lentheng yang telah dilakukan oleh masyarakat turun temurun yang di dalamnya mengandung pesan nilai sosial dan nilai religius sebagaimana hidup rukun gotong royong serta jauh dari kehidupan mewah.
Kepala Dusun Gunung Bakal Bapak Kyai Ahmad Jadin menceritakan bahwa tradisi gunungan lentheng merupakan suatu kegiatan yang diadakan setiap tahun sekali sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah.
Sebelum munculnya tradisi gunungan lentheng ini datang seorang Simbah Raden Sayid Abdulloh dari Keraton Yogyakarta. Beliau sebagai cikal bakal Tradisi Gunungan Lentheng di Gunung Bakal Sumberarum Tempuran Magelang sekitar tahun 1700an. Pertama kali Simbah Raden Sayid Abdulloh datang ke Desa Sumberarum Tempuran, namun desa tersebut belum diberi nama dan masih berupa lahan kosong. Sehingga beliau dikenal sebagai pendiri desa yang dinamai dengan Gunung Bakal.
Dengan datangnya beliau ke desa ini untuk menyiarkan Agama Islam. Waktu itu masyarakat masih menganut paham kejawen (kepercayaan jawa) dengan mengikuti tradisi Hindu Budha. Ketika menjelang panen hasil panen itu disaji, akan tetapi hal itu diubah dengan pembuatan sedekah gunungan hasil bumi, buah buahan dan juga kerupuk lentheng yang diadakan setiap 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan hari lahir Nabi Muhammad SAW.
“Bahan utama lentheng adalah beras ketan yang mengandung makna perekat silaturahmi antar warga. Proses pembuatan masih sama dan selalu untuk digelar setiap tahun agar terhindar dari pagebluk atau petaka,”katanya.
Beliau mengungkapkan lentheng hasil buatan warga Gunung Bakal dijamin enak dan tahan lama meskipun tanpa pengawet. Hal itu karena semua proses pembuatan masih dilakukan secara manual seperti menggiling beras ketan menggunakan kayu buah kokosan dan gedebhog pisang, lalu dijemur selama 2 hari. Semua itu sesuai yang diajarkan Simbah Raden Sayid Abdulloh.
Prosesi Gunungan Lentheng ini dimulai dengan bacaan al barzanji dan berdoa bersama dipimpin oleh Bapak Kyai Ahmad Jadin, dilanjutkan dengan pengajian di masjid Baiturrohim serta diakhiri dengan pembagian gunungan lentheng yang terdapat didalam masjid.
Namun masyarakat setempat juga membagikan lentheng yang sudah dibuat dan tidak dibentuk gunungan untuk dibagikan oleh saudara atau pengunjung yang datang sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki dan keselamatan. Dalam tradisi ini setiap pintu rumah warga Gunung Bakal terbuka bagi setiap tamu saudara yang berkunjung. Sebagai suguhan jamuan dan buah tangan, sang pemilik rumah telah menyediakan kerupuk lentheng dan rengginang Setiap rumah biasanya membuat lentheng tersebut hingga sekitar 15-20 kg.
Menurut beliau, tradisi berusia ratusan tahun ini selalu dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah dan sudah masuk di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang.
– Nur Muhamad A.M, M.Pd Kepala MI Walisongo Sumberarum Tempuran Magelang