Oleh; Tarmidzi Ansory*
Belum kering duka cita yang sangat mendalam atas musibah yang terjadi di pondok pesantren Al Khoziny, kini tepat menjelang perayaan hari santri nasional, insan pesantren diberikan kado sangat pahit yang tidak beretika dan tidak berlandaskan fakta, oleh salah satu televisi nasional negara kita tercinta.
Program tayangan Xpose Uncensored TRANS7 tertanggal 13 Oktober 2025 pukul 17.15 Wib, rasanya bikin sesak dada dan membangkitkan gejolak amarah yang sangat luar biasa dari kalangan insan pesantren. Mengapa demikian, kira-kira kurang lebih hampir selama satu bulan belakangan ini, marwah pesantren seakan didiskreditkan habis-habisan oleh oknum yang tidak suka keberadaan pondok pesantren. Mereka seolah memanfaatkan duka dari ponpes Al- Khoziny dengan tambah membakarnya lewat narasi-narasi memojokkan keberadaan pesantren mulai mempermasalahkan beragam tradisi yang sejak lama lestari dan sudah biasa dikerjakan para santri tanpa merasa terbebani, dari realisasi penghormatan kepada kiai selaku guru rohani yang mengajarkan beragam ilmu dan akhlak terpuji, berkhidmah kepada pesantren, hingga makna pelaksanaan memiliki dari kalangan santri dengan ikut serta membantu pembangunan pesantren tidak luput dari sasaran mereka untuk dicarikan narasi berbau fitnah keji dan provokasi.
Mulai beberapa waktu lalu insan pesantren cenderung diam dan bersandar pada kesabaran, walaupun terkadang sesekali pasang badan ketika menemui narasi atau statement yang menghina pesantren dengan nada keterlaluan. Sebenarnya kaum pesantren bukan kumpulan orang Denial dan anti kritik, buktinya kritikan berkenaan dengan musibah Al Khoziny entah pesantren disuruh menjalankan IMB lah kami terima dengan lapang dada. Walaupun memang mereka yang mengkritisi bisa dipastikan belum pernah mengenyam pendidikan pesantren sehingga kurang memahami kira-kira tentang keterbatasan yang dimiliki pesantren itu sendiri. Karena memang apapun yang bersifat konstruktif buat kebaikan santri dan pesantren itu pasti diterima, asal penyampaiannya tetap mengedepankan akhlak mulia.
- Iklan -
Akan tetapi, tayangan yang diproduksi pihak TRANS7 itu bukan sekedar bentuk kelalaian saja. Tapi seperti sudah direncanakan, sebab tayangan tersebut jelas sekali diframing secara buta dengan ditambah narasi yang mengandung fitnah, hoaks melebur bercampur satu rasa. Mereka dengan seenaknya menarasikan penghormatan santri kepada kiai seakan dijadikan bahan guyonan , terus mengatakan kiai yang kaya raya, tapi umat yang kasih amplop. Jelas narasi-narasi tersebut sebagaimana tertuang jelas dan tegas dalam al-Qur’an termasuk perbuatan fitnah yang lebih keji daripada pembunuhan.
Sebab mereka secara sengaja asal bunyi (asbun) telah membunuh karakter atau tradisi baik yang selama ini tidak dipermasalahkan oleh golongan kaum santri dan pesantren sendiri. Sehingga apabila opini-opini negatif itu terus dibiarkan dan terus berkembang liar, khawatir orang awam yang kering akan ilmu pengetahuan keagamaan, justru nantinya menjadikannya sebuah pembenaran, yang dapat berakibat kurang baik untuk eksistensi keberadaan pondok pesantren kedepan. Pondok pesantren bisa dijauhi dan tidak dianggap lembaga pendidikan yang penting lagi, inilah persoalan monumental yang ingin semua hindari.
Disisi lain, ketika kita membahas pesantren apakah mereka lupa akan jasa mulia pesantren, padahal keringat dan dedikasi pesantren banyak dikorbankan untuk berdiri tegaknya NKRI. Pesantren adalah tulang punggung kemerdekaan bumi pertiwi, lewat resolusi jihad yang digelorakan hadratussyeh KH Hasyim Asy’ari. Insan pesantren telah berkontribusi besar dalam rangka ikut serta menjadi bagian pejuang kemerdekaan, dan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman penjajahan. Mungkin mereka yang selalu mencari kesalahan pesantren hingga detik ini, kurang belajar histori masa lampau mengenai sepak terjang pesantren dalam ikut serta memberikan makna kemerdekaan buat negara yang kita cintai. Makna kebebasan lewat perjuangan kemerdekaan yang dipersembahkan pesantren, seolah dibalas beragam hasutan, fitnah dan isu pembubaran pesantren. Padahal jauh sebelum bangsa ini merdeka, ada jiwa raga santri yang rela gugur dan berjuang didalamnya.
Kita seharusnya sepakat merawat keberagaman memadukan persatuan, beragam komentar miring yang ditujukan kepada pesantren hari ini. Telah melukai ribuan sanubari kaum santri, yang dididik oleh kiai dengan ilmu dan akhlak terpuji. Ketika kami mengekspresikan rasa tunduk dan tawadhu’ kami kepada kiai dikatakan kaum feodal. Ketika niat baik bersumber dari hati ingin mengabdikan diri kepada kiai dan pesantren malah dikatakan perbudakan. Seakan seluruh penerapan ilmu dalam tindakan kami itu tidak benar. Maka dengan hal itu, mungkin dua syair Al-Imam Syafi’i ini barang kali bisa menjelaskan;
Ingkana rofdan hubbul Ali Muhammadan# Falyashadid syaqolani anni rofidi.
Ingkana abdan hubbu ahlil ilmi#Falyashadid syaqolani anni abidi.
Kurang lebih artinya seperti ini; “jika mencintai ahlul bait Muhammad adalah Syi’ah Rafidah # maka saksikanlah wahai jin dan manusia akulah rafidah itu”. “Jika mencintai ahli ilmu adalah seorang budak # maka saksikanlah wahai jin dan manusia bahwa diriku seorang budak itu”.
Akhirnya mari kaum santri meski marwah pesantren kita sekarang sedang diuji, mari jangan pernah lelah memberikan edukasi dan pencerahan kepada mereka yang menilai miring pesantren sesuka hati sambil lalu doakan semoga segera sadar, barangkali dapat pemahaman dari tuhan. Mari menyikapi problematika menyakitkan yang hingga detik ini masih belum sirna, tetaplah kita hadapi dengan bijaksana dan dengan kerendahan hati dan akhlak mulia. Jangan sampai melakukan pengrusakan, diskriminasi dan perilaku lain yang kurang terpuji, walaupun memang kalau kita mau secara segejap bisa kita lakukan. Meminjam kalimat dari habib husein al-hadar tetap jaga akhlak karena puncak akhlak adalah ber akhlak kepada orang yang tidak ber akhlak. Wallahu a’lam.
*Alumnus Ponpes Al-Mardliyyah dan Annuqayah Berkhidmat di PC ISNU Pamekasan.



