Oleh Hamidulloh Ibda
Biodata Buku
Judul : Bila Esok Ibu Tiada
- Iklan -
Penulis : Nagiga Nur Ayati (Nuy Nagiga)
ISBN: 9786022161547
Penerbit: Puspa Swara
Cetakan: , I Oktober 2024
Tebal : vi + 234 halaman, 14.5 cm x 20.5 cm
Harga: Rp. 78.000,-
Biasanya saya baca novelnya dulu. Tapi, kali ini saya nonton filmnya dulu. Ya, akhir tahun 2024, tepatnya 14 November 2024 lalu saya diajak anak saya mlipir nonton film Bila Esok Ibu Tiada di bioskop. Ya, momong sembari melepas pikiran dan penatnya pekerjaan. Filmnya Bila Esok Ibu Tiada.
Saat ada pameran buku di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah, saya bersama keluarga ke sana. La kok yang dibeli anak saya juga novel Bila Esok Ibu Tiada. Batinku “kan wingi we nonton filme, ngopo ndadak tuku novele.” Ah, biarkan. Akhirnya, anakku membelinya dan membaca sampai rampung, padahal sudah menonton filmnya.
“Setiap anak, pasti memiliki ibu. Sebab, anak lahir dari rahim ibu. Lalu, seberapa besar arti keberadaan ibu?” (hlm. vi). Ya, di halaman vi buku ini menegaskan bahwa kisah sepuluh anak manusia yang mengisi hari-hari berbeda, ketika ibu masih ada. Lalu penyesalan apa yang terjadi setelah ibu tiada?
Bila Esok Ibu Tiada. Saya mememaknainya, novel ini menggambarkan kisah kehidupan sepuluh anak manusia yang menjalani hari-hari mereka bersama ibu mereka, dan penyesalan mendalam yang mereka alami ketika ibu telah tiada. Buku ini adalah sebuah refleksi mendalam tentang cinta seorang ibu, pengorbanan tanpa pamrih, dan pentingnya kehadiran ibu dalam kehidupan setiap anak.
Novel Bila Esok Ibu Tiada mengajak pembaca untuk merenungkan makna sejati cinta dan pengorbanan seorang ibu. Setiap bab menghadirkan cerita yang unik dari sepuluh anak yang berbeda, menggambarkan interaksi, konflik, dan kasih sayang yang tak tergantikan. Penulis dengan mahir menghadirkan nuansa emosional yang kuat, menjadikan pembaca seakan-akan turut merasakan perjalanan setiap karakter.
Secara umum, Novel ini mengisahkan tentang sebuah keluarga yang tengah menghadapi kehilangan besar setelah sosok kepala keluarga, Haryo (diperankan oleh Slamet Rahardjo), meninggal dunia. Kepergian Haryo menumbuhkan luka mendalam bagi anggota keluarganya, terutama bagi istri tercintanya, Rahmi (Christine Hakim). Sebagai seorang ibu, Rahmi berjuang keras untuk menjaga keharmonisan keluarga yang kini terpecah tanpa sosok ayah sebagai pemersatu.
Anak sulung, Ranika (Adinia Wirasti), berusaha mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga yang kini kehilangan pimpinan. Namun, dalam upayanya untuk menjaga ketertiban, Ranika justru tampil dengan sikap otoriter yang semakin menambah ketegangan dalam hubungan antar saudara. Meski Ranika memiliki niat baik untuk mengatur segalanya, keinginannya untuk memegang kendali penuh justru menambah keretakan dalam dinamika keluarga. Setiap anggota keluarga berjuang dengan caranya sendiri dalam menghadapi kehilangan, namun perbedaan pandangan mereka sering kali memunculkan konflik yang tak kunjung reda.
Sementara itu, Rahmi, sang ibu, tetap memelihara harapan yang besar agar keempat anaknya dapat hidup berdampingan dalam kedamaian, saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Namun, perjalanan menuju perdamaian tidaklah mudah. Setiap konflik yang muncul semakin menguji kekuatan ikatan keluarga ini, yang seolah semakin terkoyak oleh perbedaan pendapat dan perasaan.
Dari substansi buku ini, dijelaskan bahwa ibu merupakan orang paling dekat dengan kita. Sebab, sebelum kita lahir, kita sembilan bulan di dalam perut ibu. Setelah lahir, ibu merawat kita sampai dewasa. Keberadaan ibu sudah pasti akan menjadi sumber kebahagiaan kita (hlm. iii).
Analisis Gaya Bahasa dan Narasi
Gaya bahasa yang sederhana namun menyentuh hati membuat novel ini mudah dipahami oleh berbagai kalangan pembaca. Penggunaan narasi dan dialog yang realistis memperkuat pesan emosional yang ingin disampaikan. Penulis juga memberikan ruang refleksi kepada pembaca melalui pertanyaan-pertanyaan implisit tentang hubungan mereka dengan ibu.
Selain sebagai bacaan yang menghibur, novel ini juga menjadi pengingat pentingnya membangun hubungan yang hangat dengan orang tua. Bila Esok Ibu Tiada bukan hanya sebuah buku, tetapi juga perjalanan emosional yang mengajarkan arti kehilangan dan cinta yang tak berkesudahan.
Melalui narasi yang kuat dan pemeranan karakter yang mendalam, novel ini mampu menggugah emosi pembaca. Perasaan kehilangan, kecemasan akan masa depan, serta harapan yang terus dipelihara meskipun dalam situasi yang sulit, menjadi elemen-elemen yang menghidupkan cerita ini. Konflik yang muncul antara para anggota keluarga terasa begitu nyata dan dapat dirasakan oleh pembaca, seolah-olah mereka juga turut merasakan ketegangan tersebut.
Pada akhirnya, novel ini bukan hanya sekadar cerita tentang sebuah keluarga yang dilanda perpecahan setelah kehilangan, tetapi juga tentang bagaimana setiap individu berjuang untuk menemukan kedamaian di tengah-tengah kekacauan. Dengan segala konflik dan ketegangan yang dihadirkan, novel ini menyampaikan pesan yang mendalam tentang pentingnya saling mendukung dan menjaga ikatan keluarga, terutama ketika segala sesuatu tampak rapuh.
Analisis Tema dan Karakter
Salah satu tema yang menguat dalam novel ini adalah perjuangan sebuah keluarga dalam mengatasi kehilangan dan ketegangan yang muncul akibatnya. Setelah kehilangan sosok kepala keluarga, masing-masing anggota keluarga berusaha untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan, namun cara mereka berbeda-beda. Ketegangan muncul karena perbedaan cara mereka menghadapi rasa sakit dan perasaan ketidakpastian tentang masa depan. Ranika, sebagai anak sulung, merasa terpaksa mengambil alih peran yang lebih besar dalam keluarga, tetapi keterbatasannya dalam menghadapi tanggung jawab ini justru menciptakan jarak dengan adik-adiknya.
Karakter Rahmi menunjukkan kekuatan seorang ibu yang tidak hanya berusaha untuk mengatasi rasa kesedihannya, tetapi juga berharap agar anak-anaknya bisa tetap saling mendukung meskipun hubungan mereka tengah diuji. Rahmi menjadi figur pengingat akan pentingnya ikatan keluarga yang tulus, meskipun dunia di sekitarnya mulai runtuh.
Pada sisi lain, konflik antara saudara-saudara juga memberikan gambaran tentang dinamika keluarga yang seringkali kompleks dan penuh ketegangan. Ranika yang otoriter mungkin mewakili sisi tanggung jawab yang terlalu berat, sementara adik-adiknya mungkin mewakili sisi yang lebih labil dan terombang-ambing dalam perasaan kehilangan. Novel ini menggambarkan bahwa dalam menghadapi duka, setiap individu memiliki cara dan proses penyembuhan yang berbeda, yang kadang-kadang bisa saling bertabrakan.
Kelebihan novel ini setidaknya saya membagi ke dalam tiga aspek. Pertama, mengangkat tema universal tentang cinta dan pengorbanan ibu. Kedua, gaya penulisan yang menyentuh dan penuh emosi. Ketiga, cerita yang relevan dengan kehidupan banyak orang, sehingga mudah terasa dekat. Sedangkan kekurangannya, yaitu beberapa cerita mungkin terasa klise bagi pembaca yang sering membaca genre serupa, dan alur cenderung lambat di beberapa bagian, meskipun memberikan ruang untuk refleksi mendalam.
Bila Esok Ibu Tiada adalah novel yang wajib dibaca bagi siapa saja yang ingin mengapresiasi sosok ibu dalam hidup mereka. Buku ini tidak hanya mengajarkan penghargaan terhadap ibu, tetapi juga menjadi pengingat bahwa cinta sejati seorang ibu tidak pernah pudar meskipun fisiknya telah tiada. Sebuah karya yang mampu membuat pembaca tersentuh dan merefleksikan hubungan mereka dengan orang tua.
Jika Anda ingin membaca, novel ini memiliki sepuluh sub pada daftar isi (hlm.v), yaitu Beri Aku Sehari Saja, Hanya untuk Ibu, Ketika Ibu Sakit, Warisan, Aku Ingin Sendiri, Sebuah Harga, Aku Pulang, Pizza Buat Ibu, Ajari Ibu, Nak, dan Mama Terlalu Gaul.
Secara keseluruhan, novel ini menyajikan gambaran yang realistis dan mengharukan tentang kompleksitas hubungan keluarga dalam menghadapi kehilangan dan perbedaan pandangan. Setiap karakter, dengan segala kelemahan dan kekuatannya, memberikan warna tersendiri dalam perjalanan cerita ini. Ini adalah cerita tentang keluarga, tentang bagaimana mereka berjuang, bertahan, dan berharap untuk tetap bersama meski badai kehidupan terus datang.