Oleh Hamidulloh Ibda
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merencanakan akan mengembangkan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) menjadi 8 (Delapan) Dimensi Profil Lulusan (Medcom, 25/2/2025). Hal ini tentu akan menghilangkan istilah P5. Seperti kita tahu bahwa kompetensi P5 dirumuskan dalam bentuk ciri peserta didik mulai dari Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia, Bergotong Royong, Bernalar kritis, Berkebinekaan global, Mandiri dan Kreatif. Sedangkan wacana Delapan dimensi Profil Lulusan yang digagas Kemendikdasmen meliputi Keimanan dan ketakwaan kepada tuhan YME, Kewargaaan, Penalaran kritis, Kreativitas, Kolaborasi, Kemandirian, Kesehatan dan Komunikasi.
Pertanyaannya, apa dampak dan konsekuensi dari perubahan tersebut? Apakah sekadar ganti nama dan istilah atau ada perubahan fundamental?
Dalam dunia pendidikan, konsep pembelajaran terus berkembang untuk menjawab tantangan zaman. Salah satu pendekatan yang semakin diperhatikan adalah deep learning atau pembelajaran mendalam. Deep learning atau pembelajaran mendalam secara simpel bisa dikatakan sebagai model pembelajaran yang mengedepankan tiga aspek utama, yaitu berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Dengan menerapkan pendekatan ini, peserta didik tidak hanya memahami materi secara kognitif, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai yang membentuk karakter dan kompetensi mereka secara holistik.
- Iklan -
Secara konseptual, Kemendikdasmen (2025) menyebut pembelajaran mendalam dirancang sebagai metode yang dapat mengatasi krisis pembelajaran sekaligus memenuhi tuntutan pendidikan di era abad ke-21. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan nyata, serta menciptakan proses belajar yang sadar, bermakna, dan menyenangkan. Dokumen ini disusun sebagai dasar akademik guna mendukung penerapan Pembelajaran Mendalam di Indonesia, dengan tujuan membangun ekosistem pendidikan yang kondusif dan berdaya saing di tingkat global.
Delapan Dimensi Profil Lulusan
Penerapan deep learning dalam pembelajaran diharapkan dapat mewujudkan profil lulusan dengan delapan dimensi utama. Delapan dimensi ini merupakan pelengkap dalam pencapaian Standar Kompetensi Lulusan pada setiap jenjang pendidikan. Pertama, Keimanan dan Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME). Lulusan yang memiliki keyakinan teguh terhadap keberadaan Tuhan serta mampu menghayati dan menerapkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, kewargaan. Individu yang memiliki rasa cinta tanah air, menaati aturan dan norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat, serta memiliki kepedulian dan tanggung jawab sosial. Selain itu, lulusan dengan dimensi ini diharapkan berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keberlanjutan manusia dan lingkungan.
Ketiga, penalaran kritis. Kemampuan berpikir logis, analitis, dan reflektif sangat penting bagi lulusan. Dengan dimensi ini, mereka mampu memahami, mengevaluasi, dan memproses informasi secara kritis untuk menyelesaikan masalah dengan solusi yang tepat.
Keempat, kreativitas. Kemampuan berpikir inovatif, fleksibel, dan orisinal menjadi karakter utama dari individu kreatif. Mereka mampu mengolah ide atau informasi untuk menciptakan solusi yang unik dan bermanfaat dalam berbagai aspek kehidupan.
Kelima, kolaborasi. Di era globalisasi, kemampuan bekerja sama menjadi sangat penting. Lulusan yang memiliki keterampilan kolaborasi mampu bekerja secara efektif dalam tim, berbagi peran, dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan bersama.
Keenam, kemandirian. Dimensi ini mencerminkan individu yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya sendiri. Mereka mampu mengambil inisiatif, menghadapi hambatan, dan menyelesaikan tugas tanpa ketergantungan pada orang lain.
Ketujuh, Kesehatan. Lulusan yang sehat secara fisik dan mental akan lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Dimensi ini menekankan pentingnya keseimbangan kesehatan jasmani dan rohani untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin (well-being).
Kedelapan, komunikasi. Kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan sangat penting dalam kehidupan sosial dan profesional. Lulusan dengan keterampilan komunikasi yang baik dapat menyampaikan ide, gagasan, dan informasi secara efektif dalam berbagai situasi.
Kekurangan dari 8 Dimensi Profil Lulusan
Hemat saya, mengganti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan 8 Dimensi Profil Lulusan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Pertama, hilangnya konteks Pancasila secara eksplisit. P5 secara khusus dirancang untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran berbasis proyek. Dengan menghilangkan P5 dan menggantinya dengan 8 dimensi ini, integrasi nilai-nilai Pancasila bisa menjadi kurang eksplisit dalam kurikulum, sehingga perlu strategi khusus agar tetap relevan.
Kedua, berkurangnya pendekatan berbasis proyek (Project-Based Learning). P5 menekankan pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan pengalaman nyata, kolaborasi, dan penyelesaian masalah secara langsung. Sementara 8 dimensi ini lebih berorientasi pada kompetensi individu, sehingga bisa mengurangi kesempatan bagi siswa untuk belajar dalam situasi yang lebih kontekstual dan aplikatif.
Ketiga, tantangan dalam implementasi holistik. Meskipun 8 dimensi ini mencakup aspek penting dalam pengembangan siswa, penerapannya mungkin kurang memberikan ruang bagi eksplorasi interdisipliner seperti yang ada dalam P5. Dalam P5, siswa dapat menghubungkan berbagai mata pelajaran melalui proyek kolaboratif, sedangkan dalam pendekatan baru ini, dimensi-dimensi tersebut mungkin lebih terpisah.
Keempat, potensi pengurangan peran sosial dan kontekstual. P5 dirancang agar siswa dapat berpartisipasi aktif dalam komunitas, memecahkan masalah sosial, dan mengembangkan kesadaran lingkungan. Dengan perubahan ke 8 dimensi ini, fokus dapat bergeser lebih ke pengembangan individu dibandingkan aksi sosial konkret.
Kelima, kebutuhan penyesuaian dalam kurikulum dan penilaian. Jika P5 diganti dengan 8 dimensi ini, maka kurikulum dan sistem penilaian harus disesuaikan agar tetap relevan. Tanpa mekanisme yang jelas untuk mengukur dan menilai penerapan 8 dimensi dalam kegiatan belajar, ada risiko bahwa pendekatan ini menjadi sekadar konsep tanpa implementasi yang kuat.
Menggantikan P5 dengan 8 Dimensi Profil Lulusan memiliki keunggulan dalam memperjelas kompetensi yang harus dicapai siswa. Namun, perubahan ini juga membawa beberapa tantangan, terutama dalam aspek pembelajaran berbasis proyek, integrasi nilai Pancasila, dan pengembangan keterampilan sosial dalam konteks nyata. Agar transisi ini berhasil, perlu ada strategi yang jelas untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap aplikatif, holistik, dan sesuai dengan kebutuhan masa depan.
Integrasi Deep Learning dalam Pembelajaran
Deep learning sebagai pendekatan pembelajaran memastikan bahwa delapan dimensi profil lulusan ini tidak hanya menjadi teori, tetapi benar-benar diinternalisasi oleh peserta didik. Proses pembelajaran yang berkesadaran mendorong siswa untuk memahami makna dari setiap materi yang mereka pelajari. Selain itu, pembelajaran yang bermakna harus mereka mampu menghubungkan ilmu yang diperoleh dengan pengalaman nyata dalam kehidupan. Pembelajaran yang menggembirakan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memotivasi siswa untuk terus berkembang.
Diharapkan, ke depan dengan penerapan deep learning, peserta didik tidak hanya dibentuk menjadi individu yang cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi sosial, emosional, dan spiritual yang seimbang. Hal ini menjadikan mereka siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan dengan nilai-nilai yang kuat dan keterampilan yang mumpuni.
Pendidikan yang mengedepankan deep learning kita tunggu, dan harus bisa membuktikan bisa dan benar-benar bisa memberikan dampak besar bagi pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Delapan dimensi profil lulusan yang dihasilkan melalui pendekatan ini memastikan bahwa lulusan tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki kepribadian yang unggul.
Dengan demikian, mereka siap menjadi individu yang beriman, kritis, kreatif, mandiri, sehat, kolaboratif, dan mampu berkomunikasi serta berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa secara luas. Namun, apakah ini benar-benar bisa terwujud?
-Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., dosen dan Wakil Rektor Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung.