Oleh Drs. KH. Mohamad Muzamil
Islam merupakan kehendak Alloh Yang Maha Berkehendak, yang selaras dengan kehendak manusia, yang ingin hidup selamat dan bahagia lahir batin, dunia akhirat. Islam merupakan wahyu yang diturunkan kepada para Nabi dan urusan-Nya sejak Nabi Adam as hingga Nabi dan utusan-Nya yang terakhir, Rasulullah Muhammad Saw. Oleh para utusan-Nya, Islam disampaikan dan dipraktekkan sebagai petunjuk atau hidayah serta suri tauladan yang baik kepada manusia sebagai umatnya.
Setiap manusia pada umumnya diberikan nafsu, panca indera, hati dan akal. Dengan kesempurnaan penciptaan ini, manusia dapat menerima hidayah tersebut. Bagi umat manusia yang menonjol nafsunya tentu tidak akan bisa menerima hidayah tersebut. Namun bagi manusia yang mau menggunakan hati dan akalnya, manusia akan dapat menerima hidayah dari Alloh SWT.
Karena Islam merupakan agama Wahyu, maka fungsi akal dipergunakan untuk berpikir guna memahami ajaran-ajarannya yang terkandung di dalam empat kitab suci: taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an, serta Al-Hadits atau kumpulan sunah-sunah Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Sedangkan fungsi hati untuk menyimpan cahaya dari ilmu-ilmu yang terkandung di dalam kitab sucie tersebut, sehingga hati mendapatkan pancaran nur Al-Musthofa Saw, sehingga dapat selalu ingat kepada Allah SWT, mengharapkan ridho, taufiq, hidayah dan inayah-Nya.
Hati yang diliputi atau disinari nur al-Musthofa tersebut adalah hati yang mendapat rahmat atau kasih sayang-Nya, sehingga hati dapat menggerakkan kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan yang tiada tara. Hati yang demikian disebut qolbu salim, mendapatkan keselamatan dari Alloh SWT, atau yang sering disebut juga nafsu Muthmainnah.
Tentu tidak mudah mencapai derajat yang sangat tinggi tersebut, diperlukan upaya latihan yang sungguh-sungguh atau riyadhoh dan mujahadah secara terus menerus dan teratur, atau biasa disebut dengan istiqomah sesuai arahan dari para Guru dari kalangan Ulama.
Sebagaimana diajarkan para ulama, banyak jalan yang harus ditempuh sehingga dapat menjalankan secara istiqamah, seperti bertaubat kepada Alloh SWT, mencari ilmu yang bermanfaat, mengamalkan ilmu yang diperolehnya, membuang jauh-jauh sifat yang tercela serta menghiasinya dengan akhlak yang mulia. Ada juga jalan berkhidmah kepada para Auliya dan ulama, bekerja mencari nafkah yang halal, menyantuni fakir miskin, serta berjuang menegakkan kalimat Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Tinggi dengan sholat, dzikir, istighfar, sholawat dan melafalkan kalimat-kalimat thoyibah, serta berbuat baik kepada sesama. Semua ini dilakukan semata-mata mengharapkan ridho Alloh SWT dan tidak ada maksud lain yang bersifat duniawi. Adapun dampak dari mengamalkan kebaikan-kebaikan tersebut kemudian mendapatkan kemuliaan duniawi hanya merupakan karunia semata, bukan sebagai tujuan utama. Sedangkan tujuan utamanya adalah semata-mata mencapai kemuliaan hidup di akhirat kelak.
Jika seseorang dikendaki Alloh Ta’ala mendapatkan kebaikan tentu seseorang tersebut diberikan kefahaman dalam agama, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya, yang diteruskan oleh murid-muridnya hingga sekarang, bahkan hingga hari kemudian.
Karena itu kebangkitan Islam tentu ditandai adanya keselamatan dalam agama, kesehatan lahir batin bagi pemeluknya, bertambahnya ilmu, bertambah barokahnya rizqi yang diperoleh, jika melakukan kesalahan maka dapat segera bertaubat sebelum meninggal, mendapatkan rahmat ketika meninggal, diampuni setelah meninggal, dimudahkan atau diringankan ketika meninggal, dan diselamatkan dari api neraka, aamiin
Untuk mencapai semua hal tersebut faktor utamanya adalah keselamatan dalam agama. Jika agama seseorang selamat, maka aspek lain dalam kehidupannya juga akan selamat. Wallahu a’lam
-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah