Oleh: Fathorrozi
Judul Buku : Seni Merayu Tuhan
Penulis : Husein Ja’far Al-Hadar
Penerbit : Mizan
Cetakan : I, Maret 2022
Tebal : 228 halaman
ISBN : 978-602-441-255-5
Satu kata yang dapat saya simpulkan usai membaca buku terbaru Habib Husein Ja’far Al-Hadar, Seni Merayu Tuhan, ini: ikhlas. Ikhlas adalah sikap yang sangat tepat dalam merayu Tuhan. Ibadah itu bukan hanya soal ragawi, tetapi juga menyangkut rohani. Rohani kita harus ikhlas beribadah. Ikhlas merupakan urusan kebiasaan dan kebiasaan harus sering-sering dilatih. Harus menjadi laku hidup sehari-hari sehingga merasa biasa ketika melakukannya.
Di dalam buku ini, Habib Husein mencontohkan ikhlas dalam ibadah salat, haji dan zakat. Salat bukanlah ‘yoga bersyariah’, maka salat perlu ditegakkan dengan khusyuk. Tegak artinya bukan hanya sah, tapi harus diupayakan khusyuk, sebab khusyuk adalah kunci dalam salat (hlm. 21). Namun, jangan berpikir terlalu ekstrem sehingga menunggu khusyuk untuk salat. Jika tidak khusyuk, enggan salat. Bagi Allah, yang penting usaha, dan hasilnya bukanlah urusan kita.
- Iklan -
Di samping itu, kita harus mengimani bahwa salat kita hanya untuk Allah. Jangan nodai salat kita dengan pencitraan dan lain sebagainya. Misalnya, kadang sujudnya ke Allah, tapi penghambaannya ke makmum (hlm. 26). Buktinya, kalau salat sendiri bacanya surah Al-Ikhlas dan itu pun cepat, tapi begitu ada makmum, bacanya surah panjang, dipelankan, dan nadanya diperbagus agar dinilai sebagai orang saleh.
Ibadah lain yang dicontohkan untuk ikhlas dalam buku ini adalah haji. Berangkat ke Makkah, melakukan segala macam ritual haji, tetapi hanya ingin saat pulang membawa gelar haji. Itu namanya ‘traveling bersyariah’ (hlm. 23). Haji harus mabrur. Mabrur maknanya mendapat kebaikan. Haji mabrur artinya seseorang yang sepulangnya dari beribadah haji, ia berubah menjadi semakin baik. Semakin baik ibadahnya, semakin baik dalam menjauhi kemaksiatan, semakin baik tutur katanya, tingkah lakunya, dan lain sebagainya. Kalau satu saja pelajaran dari ritual haji diresapi, cukup kiranya seorang manusia bisa mereformasi diri menjadi lebih baik.
Demikian pula dengan zakat. Zakat perlu ikhlas. Ikhlas artinya bersih. Bersih dari pamrih atau perasaan ingin disanjung orang. Zakat harus murni dengan motivasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kalau aktivitas zakat dilakukan dengan tanpa keikhlasan, itu tidak lebih seperti ‘pajak bersyariah’ (hlm. 25). Di samping rugi harta, juga rugi tidak mendapatkan pahala. Zakat juga tidak boleh dengan tujuan duniawi, misalnya agar rezekinya tambah banyak, agar segera mendapatkan jodoh, dan lain-lain.
Maka dari itu, agar salat kita tidak hanya sebatas ‘yoga bersyariah’, haji kita bukan sekadar ‘traveling bersyariah’, dan zakat kita tidak hanya dinilai ‘pajak beryariah’, kita harus sertakan sikap ikhlas dalam setiap ibadah-ibadah kita. Ingat, ibadah itu rayuan! Dan dalam merayu sepatutnya ikhlas.
Selain itu, dengan bahasa lugas dan uraian jelas, buku ini dilengkapi dengan sembilan cara merayu Tuhan. Berikut sembilan cara merayu Tuhan yang dapat saya rangkai dengan ringkas: Pertama, dengan berbuat baik. Berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 195, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. Jika ingin Allah mencintai kita, maka jadikan diri kita sebagai sumber kebaikan, sebab itu adalah salah satu cara terbaik merayu Tuhan.
Kedua, dengan mengikuti sunah Nabi. Berlandaskan surah Ali Imran ayat 31, Allah mencintai orang-orang yang mengikuti jalannya Nabi Muhammad. Mengikuti jalan Nabi itu bisa dengan cara meniru akhlaknya, serta memperbanyak bacaan selawat. Ketiga, dengan bertakwa. Bersumber kepada surah Ali Imran ayat 76, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Keempat, dengan sabar. Merujuk kepada surah Ali Imran ayat 146, Allah mencintai orang-orang yang bersabar. Yakni sabar dalam menaati perintah-Nya dan menghindar dari segala bentuk kemaksiatan. Sementara yang kelima, cara merayu Tuhan adalah dengan tawakal, sebagaimana firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 159.
Keenam, dengan bersikap adil, seperti yang ditegaskan oleh Allah dalam surah Al-Ma’idah ayat 42. Ketujuh, dengan bersatu, sebagaimana dalam Alquran surah Ash-Shaff ayat 4. Kedelapan, dengan bersih. Alquran surah At-Taubah ayat 108, Allah berfirman bahwa Ia mencintai orang-orang yang bersih, terutama bersih pikiran dan hati. Kesembilan, dengan bertaubat. Firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 222, Allah mencintai orang-orang yang bertaubat. Maka, marilah kita bertaubat atas segala kekhilafan, kesalahan dan dosa-dosa (hlm. 52).
Selain bab Beragama dengan Cinta: Merayu Bukan Mendikte tersebut, masih banyak pembahasan lain yang termaktub di dalam buku ini, yaitu Beragama dengan Keberagaman: Memberi Solusi Bukan Menghakimi, Beragama dengan Akhlak: Mengajak Bukan Mengejek, dan Beragama dengan Tulus: Ikhlas Bukan Culas. Seiring dengan ridha Allah Azza wa Jalla, dengan membaca dan meresapi lembar demi lembar dalam buku ini, insya Allah, pandangan beragama atau model keberagamaan kita akan menjadi lebih baik.
Akhirnya, sebagaimana Habib Husein sampaikan di bagian akhir Kata Pengantar, seni merayu Tuhan tidak hanya mengandalkan ibadah-ibadah utama (mahdhah) yang diwajibkan Tuhan atas kita. Kita perlu menambahi dengan ibadah-ibadah tambahan (ghairu mahdhah) yang bisa kita persembahkan kepada Tuhan selama tidak ada larangan dari Tuhan. Maka, berkesenianlah dalam merayu Tuhan dalam ibadah-ibadah ghairu mahdhah tersebut (hlm. 16).
Yang bisa menulis di malam hari, niatkanlah aktifitas menulis tersebut sebagai zikir malam. Pelukis bisa meniatkan aktivitas melukisnya sebagai ibadah melukis keindahan Tuhan. Kiai, ustaz, guru, dosen, dokter, petani, pedagang, pengusaha, dan apa pun profesi kita, niatkan saja dan jalani sebagai seni merayu Tuhan.***
*) Fathorrozi, penulis lepas, tinggal di YPI Qarnul Islam Ledokombo Jember.