Oleh: Aan Heri Ustadzi
Sekilas istilah sanad identik dengan hadis-hadis Rasulullah saw. Namun sesungguhnya sanad memiliki pemaknaan yang sangat luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “Sanad” memiliki 2 arti: pertama, rentetan rawi hadis sampai kepada nabi Muhammad saw., kedua, sanad juga berarti: sandaran, hubungan, atau rangkaian yang dapat dipercayai.
Nah, yang sedang kita bahas di sini adalah sanad yang berhubungan dengan keilmuan. Sanad juga sangat penting dalam keilmuan Islam. Bagi para santri sanad merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam mengaji ilmu agama.
Beliau Imam Sufyan Ats Tsaury mengatakan: “Sanad merupakan senjatanya orang-orang yang beriman. Kalau bukan dengan senjata itu, lalu dengan apa mereka berperang?”
- Iklan -
Tentunya dalam mengaji khususnya ilmu agama harus dibimbing oleh guru, ustaz atau kiai yang memiliki jalur keilmuan yang jelas. Dengan demikian, selain tidak menyasarkan juga akan mendapatkan ilmu yang valid dan akurat.
Karena jika mereka belajar agama tanpa dibimbing oleh guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas sesungguhnya mereka telah salah jalan sebelum mereka sesat dan menyesatkan. Lalu dapat kita bayangkan bagaimana nasib belajar agama tanpa bimbingan guru?
Dalam dalam Faidul Qadir juz 1 Beliau Imamuna Syafi’i berkata: “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar dalam gelapnya malam. Ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular yang berbisa dan ia tidak mengetahui.”
Demikian ibarat yang disampaikan oleh beliau Imam Syafii sangat memberikan pelajaran bagi kita semua khususnya para santri, bukan hanya diri sendiri yang akan celaka namun juga merepotkan orang lain. Lebih-lebih dalam masalah agama, apa yang kita ucapkan juga akan mencelakakan orang lain dan orang tersebut juga akan mencelakakan yang lain juga demikian seterusnya. Kalau demikian, siapa yang mendapatkan dosa yang paling banyak?
Beruntunglah mereka para santri yang senantiasa belajar ilmu agama di bawah bimbingan para ustaz atau kiai yang memiliki sanad keilmuan yang jelas menyambung pada ulama hingga dapat mutasil sampai Rasulullah saw., juga tulus dan ikhlas dalam memberikan ilmunya sehingga yang didapatkan menjadi berkah.
Demikian kalam beliau Abdullah bin Mubarak: “Sanad itu bagian dari agama. Kalau bukan karena isnad pasti siapa pun dapat berkata (berpendapat) apa yang dia kehendaki.”
Dilansir dari NU Online bahwa beliau Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan dalam suatu kesempatan juga sangat mengeluhkan orang/para dai yang memberikan hukum (berfatwa) tanpa sanad keilmuan yang jelas berani memproduksi dan mempublikasi hukum menurut pendapatnya sendiri.
Fenomena tersebut dalam pandangan santri merupakan sesuatu yang tabu, atau kalau boleh meminjam istilah yang sering disampaikan Gus Baha’ adalah termasuk perilaku “Kriminal”. Bagi masyarakat awam mungkin memang seperti hal yang biasa, tidak ada masalah namun dalam dunia keilmuan agama, khususnya masalah agama menjadi problem yang fatal. Dalam suatu riwayat masyhur menyatakan:
“ الاسناد من الدين ولولا الاسناد لقال من شاء من شاء”
Artinya: “Sanad merupakan bagian dari Agama, dan seandainya tidak ada sanad maka orang akan berkata (berpendapat mengenai agama) semaunya sendiri.”
Beliau Habib Luthfi menegaskan:
“Menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait problem-problem agama tidak bisa disandarkan dari pendapat dan pandangan pribadi semata.”
Dawuh beliau secara tidak langsung mengajarkan pelajaran bagi kita semua bahwa problematika agama tidak dapat terselesaikan dengan pendapat pribadi yang tanpa didasari dengan ilmu. Karena memang pendapat pribadi terkait masalah agama seringkali secara tidak sadar merupakan hawa nafsu semata, apalagi tidak didasari keilmuan yang cukup atau kuat, alih-alih akan mememberikan solusi tetapi justru malah akan menyasarkan dan menyesatkan. Demikianlah yang dikhawatirkan para ulama kita.
Semisal ada yang bertanya tentang hukum jawabannya “menurut pendapat saya begini …” itu termasuk lahn. “Menjawab hukum kok menurut saya …” jelas Habib luthfi. Karena lahn yang di maksudkan beliau bukan hanya berarti salah mengucapkan kata-kata akan tetapi juga dalam menjawab pertanyaan problem agama sedangkan dia sendiri tidak mengetahuinya atau tidak mantap.
Tradisi sanad sangat penting dalam keilmuan seseorang. Dalam era ini untuk mendapatkannya tak lain yaitu dengan mengaji melalui guru atau kiai yang jelas jalur keilmuannya. Artinya dapat kita telusuri asal keilmuannya dari ulama-ulama yang ulama tersebut juga akan bersambung kepada guru-gurunya. Demikian seterusnya sampai Rasulullah saw dan dengan sanadlah keilmuan akan terjaga keutuhannya.
Di zaman sekarang efektifnya hal tersebut dapat kita dapatkan di pesantren. Beruntung bagi kalian para santri yang senantiasa belajar ilmu-ilmu agama kepada para ahli ustaz maupun kiai yang mempunyai riwayat pendidikan jelas dan tidak perlu diragukan kembali atas sanad keilmuan yang beliau-beliau miliki. Sehingga dalam menjawab hukum tidak lagi “menurut saya …”. Dan alangkah baiknya lamun tidak mengetahui dan atau tidak mantap hendaknya menjawab; “Saya kurang faham atau saya tidak tahu.”
Semoga ilmu yang kita peroleh mendapatkan rida Allah Swt., sehingga dapat menuntun kita selamat dunia hingga akhirat. (*)
*AAN HERI USTADZI, Alumni PP Assalaf Jeketro Grobogan, PP Darul Ulum Kudus dan sekarang nyantri di PP Mazro’atul Ulum Damaran Kudus di bawah kepengasuhan K.H. A. Bahauddin Nursalim dan K.H. Ali Imron Zubaidi.