Oleh Fathorrozi
Dikisahkan di dalam kitab Al-Faraj ba’da Syiddah, Al-Qadhi At-Tanukhi bertutur bahwa Al-Walid bin Abdul Malik, seorang penguasa dari Dinasti Umayah, menulis surat kepada Gubernur Madinah, Shalih bin Abdillah Al-Muzani untuk menghukum cambuk Hasan bin Hasan, cucu dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebanyak lima ratus kali di halaman masjid kota.
Sebelum hukuman dilaksanakan, sang gubernur membacakan surat perintah yang dikirim oleh khalifah Al-Walid. Bersamaan dengan itu, datanglah Ali bin Husain beserta sejumlah orang ke dalam masjid untuk menemui Hasan. Ali berkata, “Hasan sepupuku, bacalah doa dan mintalah pertolongan-Nya, niscaya kau terbebas dari kesulitan ini!”
“Doa seperti apa?” tanya Hasan.
- Iklan -
“Katakanlah, ‘Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Mulia. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Maha Suci Allah Pemilik tujuh lapis langit dan arsy yang agung. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.’”
Ali bin Husain lalu pergi meninggalkan Hasan bin Hasan yang terus melafazkan doa tersebut berulang-ulang. Entah sebab alasan apa, tiba-tiba Gubernur Madinah mengurungkan niatnya untuk menghukum Hasan.
“Tangguhkan hukuman ini! Aku yakin Hasan dizalimi. Aku akan menulis surat kepada khalifah Al-Walid tentang hal ini,” ujarnya tegas.
Selang beberapa hari kemudian, sang gubernur mendapat surat jawaban sekaligus perintah dari khalifah Al-Walid untuk membebaskan Hasan bin Hasan dari hukuman cambuk sebanyak lima ratus kali.
Kisah kedua juga diceritakan oleh Al-Qadhi At-Tanukhi di dalam kitab Al-Faraj ba’da Syiddah. Beliau bertutur, pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan, terdapat seorang lelaki yang divonis bersalah melakukan tindak kejahatan dan dijatuhi hukuman mati. Setelah sempat beberapa hari terkurung dalam penjara, lelaki tersebut berhasil melarikan diri hingga ke suatu tempat yang tidak ia ketahui sebelumnya.
Beberapa hari kemudian, entah sebab apa, ia lalu kembali ke pangkuan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Namun, yang mengherankan, khalifah tersebut seperti lupa terhadap hukuman yang ia jatuhkan kepada lelaki itu. Sang khalifah justru menerima lelaki itu dengan baik dan menanyakan apa yang terjadi selama ia dalam pelarian.
Lelaki itu pun bercerita.
Dalam pelarianku, aku tersesat di sebuah gurun yang luas. Anehnya, di tempat yang sangat kering itu aku melihat sesosok orang tua yang rambutnya telah memutih, berpakaian serba putih, dan terlihat sedang menunaikan salat. Aku mendekatinya. Setelah salatnya selesai, ia menghampiriku dan bertanya, “Siapa kau?”
Aku menjawab, “Aku adalah buronan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Aku telah telah dijatuhi hukuman mati olehnya. Aku melarikan diri karena tidak ada yang bisa menyelamatkanku.”
“Kau tidak berdoa kepada Allah agar melepaskan kesulitanmu?” tanyanya lagi.
“Bagaimana caranya?”
“Berdoalah dengan kalimat ini, ‘Maha Suci Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang tiada sesuatu pun menyerupai kekuasaan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Kekal, tiada sesuatu pun yang dapat menandingi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Kekal lagi Maha Langgeng, tiada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kebenaran dan kemuliaan kalimat ini agar apa yang aku kehendaki dapat terwujud.’”
Lelaki itu lenyap dari pandanganku setelah aku membaca berulang-ulang kalimat yang diajarkan. Aku akhirnya kembali untuk menemuimu, wahai Khalifah. Namun, betapa terkejutnya aku melihatmu bersikap biasa saja dan malah bertanya tentang sihir apa yang kupelajari hingga kau tak marah kepadaku.
Aku juga heran, sihir yang mana? Aku hanya mengikuti saran yang diberikan lelaki tua misterius yang aku temui dalam pelarianku itu, yang mana saat membacanya, hatiku merasa begitu tenteram dan yakin aku akan selamat dari kemurkaanmu. Itulah sebabnya kini aku berani menghadapmu lagi.
Mendengar penuturan lelaki itu, khalifah Abdul Malik bin Marwan akhirnya membatalkan hukumannya. Lelaki itu pun kemudian kembali kepada keluarganya sebagai orang yang bebas dari hukuman.
Dua kisah ini menyadarkan kita akan betapa pentingnya berdoa. Allah Azza wa Jalla menganjurkan bahkan menitahkan kita agar tidak bosan berdoa. “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu,” firman-Nya dalam Alquran surah Ghafir ayat 60. Selain bermakna perintah untuk berdoa, ayat tersebut juga mengandung janji, bahwa Allah akan mengabulkan setiap doa-doa yang kita panjatkan. Jika tidak sekarang, barangkali dikabulkan besok. Jika tidak besok, mungkin lusa doa kita terjawab. Jika lusa belum juga, barangkali minggu depan, bulan depan, tahun yang akan datang, atau dikabulkan untuk anak keturunan kita, atau pun kelak saat di akhirat. Poin pentingnya, segala doa yang kita munajatkan akan didengar, dijawab dan dikabulkan oleh Dzat Yang Maha Berkehendak lagi Maha Kuasa.
Pendek kata, jangan bosan berdoa. Doa adalah senjata kita dan kekuatan kita. Setiap kesulitan yang merintangi jalan hidup, kita tebas dengan doa. Jangan putus asa dalam berdoa. Berdoa merupakan kewajiban kita, sedangkan mengabulkannya adalah kehendak Allah. Berbaik sangka-lah kepada Allah. Dia memenuhi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan, sebab Dia mengetahui apa dan di mana yang terbaik bagi kita.
Wallahu a’lam bi shawab…***
*) Fathorrozi, penulis lepas, tinggal di YPI Qarnul Islam Ledokombo Jember.