Oleh Rasman Maulana
Terkadang manusia sering merasa sangat hina dan bergelimang dosa tetapi di sisi lain juga tidak sadar bahwa Allah memiliki sifat Maha Pengampun. Sebagai manusia malah seringkali kesadaran akan dosa hanya penyesalan sesaat yang akan segera dilupakan, lebih parahnya lagi kesalahan atau dosa itu terus diulang berkali-kali. Lalu untuk apa kita menyadari dosa kalau itu hanya menjadi angin lalu?
Memang manusia amat sukar menghindari yang namanya dosa. Jika dilihat lebih dalam lagi antara dosa dan pahala sebenarnya sudah tersedia cara menyikapi keduanya. Apabila kita sedang diberi nikmatnya menjalankan amaliah yang berhadiah pahala maka bersyukurlah dengan mengucapkan kalimah hamdallah karena kita masih diberi kesempatan berbuat sesuai perintah Allah Swt. Dan jika kita sedang khilaf melakukan perbuatan tercela yang menyebabkan kita diganjar dosa alangkah baiknya mengucapkan istighfar dan bertaubat untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi.
Pada praktiknya mengucapkan alhamdulillah ketika mendapatkan kenikmatan ternyata lebih ringan daripada mengucapkan astaghfirullah ketika berbuat kesalahan atau dosa. Padahal keduanya adalah sebuah keseimbangan dalam hidup. Dua kalimat itu beriringan di setiap langkah kita di dunia. Sayangnya kita sering dininabobokan oleh kekesalan sesaat ketika susah dan malah melupakan kesalahan yang membuat kita susah itu. Padahal kita perlu merenungi kesalahan kita dengan mengucap astaghfirullah haladzim dan besyukur dengan mengucapkan alhamdulillah hirabbil ‘alamin.
- Iklan -
Mari kita mengingat kembali yang terjadi di masa Nabi Nuh sebagai contoh kedahsyatan meminta ampun dengan membaca istighfar. Umat Nabi Nuh ‘alaihissalam pernah dihukum dengan mandulnya perempuan selama empat puluh tahun dan hancurnya ternak dan tanaman mereka karena tidak menaati ajaran Allah Swt. Setelah hukuman itu berjalan lama dan membuat mereka sangat sengsara, barulah mereka mendatangi Nabi Nuh untuk meminta pertolongan.
Nabi Nuh menyuruh umatnya untuk membaca istighfar memohon ampunan atas dosa kekufuran dan kemusyrikan kepada Allah Swt. Nabi Nuh menjanjikan kepada umatnya Allah Swt. akan menurunkan hujan yang deras dari langit dan menganugerahkan harta dan anak-anak, serta menjadikan kebun-kebun dan sungai-sungai untuk umatnya. Kisah itu diceritakan dalam Al-Qur’an surat Nuh ayat 10-12.
Kesadaran bahwa sebagai manusia kita adalah makhluk lemah yang bergantung dengan Allah sangat penting agar kita senantiasa terjaga dari godaan melakukan perbuatan maksiat apalagi kalau sampai tidak menganggap keniscayaan Allah. Dengan beristighfar kita mengakui bahwa kita butuh ampunan atas dosa-dosa yang kita telah perbuat. Karena sebagai manusia memang tidak bisa luput dari kesalahan dan dosa. Dan ketika kesadaran itu terbentuk justru Allah akan memberi kemudahan-kemudahan hidup berupa rezeki yang cukup dan ketenangan hati. Kita perlu menanamkan keyakinan bahwa barang siapa yang menumpahkan nasibnya kepada-Nya maka kelapangan hidup akan diturunkan oleh-Nya.
Sebagai makhluk yang lemah kita seringkali tidak sadar akan dosa-dosa yang diperbuat. Entah karena kita yang terlalu angkuh atau memang benar-benar tidak sadar. Untuk itu meminta ampunan dengan membaca istighfar perlu menjadi rutinitas sehari-hari kita sebagai umat Islam. Tetapi membaca istighfar tidak semata hanya untuk meminta keluasan rezeki. Memohon ampunan menjadi semacam deklarasi bahwa sejatinya manusia tidak punya daya selain dari pertolongan-Nya.
Akan sangat sempit jika kenikmatan hanya diukur dari seberapa banyak harta yang kita punya. Kenikmatan yang Allah berikan bisa juga berupa ketenangan hidup, anak-anak yang salih salehah, rezeki yang halal dan terhindar dari bencana.
Banyak sekali yang kita bisa petik dari kesadaran meminta ampunan. Selain kesadaran diri bahwa kita adalah makhluk lemah, kita juga bisa belajar saling memaafkan kepada sesama manusia. Allah saja yang Maha Segalanya tidak berat memberi ampunan kepada umatnya. Lantas apakah ada alasan bagi kita sebagai hamba yang hanya bergantung kepada-Nya untuk tidak memaafkan kesalahan sesama kita.
Marilah kita tumbuhkan kesadaran diri untuk memohon ampun kepada Allah dan memaafkan kesalahan sesama kita. Dengan begitu kita akan bisa merasakan sejuknya kedamaian hidup di dunia yang sementara ini. Dan Allah Swt. akan memberi bonus kelapangan rezeki untuk bekal kita beribadah dan memberi kepada sesama kita yang membutuhkan. ***
*RASMAN MAULANA lahir di Banyumas, 1999. Aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra peradaban (SKSP) Purwokerto. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media cetak maupun online serta antalogi bersama. Selain menulis ia juga mengurus perpustakaan kecil bersama Komunitas Cipta Gembira Indonesia dan menjadi Founder Cipta Gembira Academy.