Oleh Sam Edy Yuswanto
Jujur merupakan sifat mulia yang mestinya selalu dimiliki oleh setiap orang. Karena kejujuran menjadi salah satu hal yang akan mengantarkan seseorang pada kemuliaan dan keselamatan. Tanpa membekali diri dengan sifat terpuji ini rasa-rasanya kok mustahil kita akan mendapatkan kepercayaan oleh orang lain. Padahal yang namanya kepercayaan adalah hal yang sangat urgen dalam menjalani kehidupan ini.
Sifat jujur biasanya berkaitan erat dengan sifat adil. Dalam tulisannya, KH. Said Aqiel Siroj (NU online, 21/6/2011) menjelaskan bahwa dalam Islam sifat jujur dan adil merupakan inti ajaran Islam. Kejujuran menempati kedudukan istimewa dalam ajaran Islam, sebab ia merupakan penopang atau penyangga jalan kebaikan bagi manusia. Menurut Imam al-Qusyairi, kejujuran menempati kedudukan setingkat di bawah kenabian, sebagaimana firman Allah SWT, “Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dan orang-orang yang menetapi kebenaran (QS an-Nisa: 69).
Dalam tulisan tersebut, KH. Said Aqiel juga membeberkan bahwa salah satu ciri kejujuran dalam ajaran Islam adalah jika batin orang serasi dengan perbuatan lahirnya. Umar bin Khattab pernah melarang umat Islam menilai dan melihat puasa atau shalat seseorang, tetapi hendaknya melihat kejujuran ucapan seseorang jika ia berbicara, amanahnya jika ia diberi tanggung jawab dan kemampuannya meninggalkan apa pun yang meragukan jika mendapatkan kenikmatan dunia. Inti kejujuran adalah jika seseorang berkata benar dalam situasi-situasi di mana hanya dusta yang bisa menyelamatkannya.
- Iklan -
Selalu mengedepankan sifat jujur dalam segala situasi dan kondisi memang berat. Tetapi kita harus terus berusaha mengupayakannya. Cara yang cukup efektif agar kita memiliki sifat terpuji ini ialah dengan mempraktikkan dan membiasakannya dalam keseharian kita. Ajari anggota keluarga kita, istri dan anak-anak misalnya, agar selalu jujur saat di rumah. Saya merasa yakin, jika kejujuran selalu ditanamkan sejak dini dalam setiap keluarga, Insya Allah mereka akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi jujur dan amanah, sehingga kesuksesan dan kebahagiaan pun akan mudah mereka raih.
Sayangnya, kejujuran sepertinya menjadi hal yang dihindari oleh sebagian orang. Motif orang-orang yang tak mau memegang kejujuran pun beragam. Salah satunya karena ingin mendapatkan keuntungan. Saya ambil contoh ketika seseorang menemukan dompet berisi uang, maka bila dia bukan termasuk orang yang jujur tentu akan menilap uang tersebut, tanpa pernah berpikir untuk menyerahkan atau mengembalikan dompet dan uang tersebut kepada pemiliknya.
Belum lama ini saya melihat sebuah video berdurasi pendek di akun TikTok @benangrajagroup. Video yang sangat menarik sekaligus sarat perenungan bagi kita, perihal tentang pentingnya memiliki sifat jujur dalam hidup ini. Video tersebut berisi tentang tes atau uji kejujuran yang dilakukan oleh seseorang yang ingin mengetahui seberapa besar kadar kejujuran orang-orang yang ditemuinya di jalanan.
Uji kejujuran pertama ternyata gagal. Jadi ketika si penguji kejujuran memanggil seorang ibu yang sedang berjalan dan menanyakan apakah uangnya jatuh, si ibu langsung mengiyakan. Dengan tanpa merasa berdosa si ibu langsung menerima uang sebesar lima puluh ribu rupiah yang disodorkan oleh si penguji. Padahal itu jelas-jelas bukan uang si ibu karena uang itu adalah milik si penguji.
Target uji kejujuran yang kedua terbilang sukses. Target si penguji juga masih ibu-ibu. Kali ini ibu yang sudah terlihat sepuh, seorang pedagang keliling. Saat si penguji menanyakan sekaligus menyodorkan uang lima puluh ribu, si ibu langsung menolak karena dia merasa uangnya tidak jatuh. Bahkan si penguji berusaha meyakinkan uang yang pura-pura barusan ditemukan di tengah jalan itu tetapi si ibu tetap kukuh pendirian bahwa uangnya tidak terjatuh dan menolak uang yang bukan miliknya itu.
Atas kejujuran sang ibu, si penguji lantas memberikan hadiah berupa sejumlah uang kepada ibu tersebut. Awalnya si ibu tetap menolak diberi uang tersebut, tapi si penguji berusaha meyakinkannya. Hadiah tersebut diberikan karena si ibu telah bersikap jujur kepadanya.
Coba sekarang kita renungi, seandainya si ibu tidak jujur sebagaimana ibu yang pertama (yang mengaku uangnya jatuh) tentu si penguji tak akan sudi memberikan hadiah sejumlah uang kepadanya. Ini artinya kejujuran akan mendatangkan keberkahan dan keselamatan. Bahkan akan menjadi jalan bagi siapa saja untuk mendapatkan rezeki yang halal. Rezeki yang terkadang tak pernah diduga-duga sebelumnya. Wallahu a’lam bish-shawaab.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.