Oleh Akhmad Idris
Bachruddin Jusuf Habibie atau yang kerap disapa B.J. Habibie memang telah tiada, namun tidak dengan amal-amal perbuatannya. Sebagaimana peribahasa yang berkata bahwa harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Artinya, setiap manusia yang telah meninggal pada dasarnya tidak benar-benar hilang, sebab setiap perbuatannya di dunia akan selalu dikenang. Wajah memang tak bisa lagi dipandang dan tangan pun tak bisa lagi dipegang, namun caranya memperlakukan setiap orang akan tetap kekal lewat sesuatu yang disebut kenangan. Oleh sebab itu, setiap orang ingin kembali ke tempat yang lebih abadi dengan meninggalkan kenangan manis.
Sebagai seseorang yang pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi; Wakil Presiden pada Maret 1998 sampai Mei 1998; hingga sebagai Presiden ketiga Republik Indonesia, kenangan perbuatan B.J. Habibie tentunya memiliki jangkauan yang lebih luas daripada masyarakat pada umumnya. Setiap perbuatan B.J. Habibie tak hanya membekas dalam memori keluarga atau para sahabat-sahabatnya, tetapi juga dalam ingatan masyarakat Indonesia gegara posisinya sebagai pejabat negara. Beruntungnya, B.J. Habibie di mata masyarakat Indonesia dikenal sebagai sosok yang cerdas; pantang menyerah; dan yang paling masyhur adalah seorang pecinta sejati.
Kecerdasan B.J. Habibie sebenarnya tak perlu diperdebatkan lagi, sebab capaian intelligence quotient (IQ) di angka 200 serta penobatan sebagai pembuat pesawat pertama di Indonesia sudah cukup menjadi bukti tak terbantahkan. Bahkan dilansir dari Republika.co.id (2013), diungkapkan bahwa B.J. Habibie dinobatkan sebagai satu di antara muslim tercerdas di dunia. Sikap pantang menyerah yang dimilki B.J. Habibie juga telah banyak disebut di buku-buku biografi tentangnya hingga film layar lebar yang mengisahkan kembali perjuangannya. Sementara sosoknya sebagai pecinta sejati telah menjadi rahasia umum lewat kisah Habibie & Ainun, lewat sikap B.J. Habibie memperlakukan Ainun selama hidup, dan lewat cara B.J. Habibie mengungkapkan kerinduannya pada Ainun di acara-acara talk show tertentu.
- Iklan -
Secara tidak langsung, sikap-sikap yang dilakukan B.J. Habibie telah menjadi teladan bagi siapa pun yang mengenangnya dan memang hal seperti itulah cara belajar yang paling efektif. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ungkapan-ungkapan bijak, bahwa nasihat terbaik adalah contoh. Terkadang pidato maupun ceramah mudah hilang begitu saja. Berbeda dengan contoh yang seolah sunyi tanpa suara, tapi sangat membekas di dalam hati. Tak berlebihan jika A.G. Roemmers (2017) dalam novelnya The Return of the Young Prince mengatakan bahwa ribuan buku tentang cinta akan kalah dengan satu pelukan sederhana dan ribuan ceramah tentang kasih akan kalah dengan sebuah tindakan penuh kasih.
Oleh sebab itu, B.J. Habibie telah memberikan contoh atas segala sikapnya yang membawanya kepada pencapaian terbaiknya. Satu hal yang perlu dilakukan generasi masa kini adalah meneladaninya, agar berhasil mencapai cita-cita, mendapatkan cinta terbaiknya dan menjaga kesejahteraan bangsa.
Apa Kunci Sukses B.J. Habibie?
Membicarakan prestasi B.J. Habibie tak akan cukup dengan sekali tarikan napas, mungkin harus berkali-kali tarikan untuk menyebutkan semuanya dan bisa saja masih ada yang ketinggalan. Di antara bejibun prestasi, beberapa yang paling mencolok yaitu menciptakan pesawat dan meraih penghargaan tingkat Nasional (seperti Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana) hingga Internasional (seperti Edward Warner Award dan Award von Karman yang dianggap setara dengan hadiah Nobel). Pertanyaannya, apa kunci kesuksesan B.J. Habibie yang seakan tidak ada habisnya itu?
Makmur Makka (2020) di dalam karyanya Inspirasi Habibie mengungkapkan bahwa di antara kunci sukses B.J. Habibie yaitu keteguhan memegang prinsip di dalam kebenaran. Selama B.J. Habibie dalam keadaan benar, ia akan mempertahankannya mati-matian, bahkan sejak kecil. Agaknya tak salah jika menyebut B.J. Habibie sebagai sosok yang idealis dalam hal yang benar. Meskipun sangat ‘ngotot’ dalam menjunjung prinsipnya, B.J. Habibie tak akan ngeyel sedikit pun jika memang posisinya salah. Sikap idealis seperti inilah yang layak untuk diteladani, bukan idealis yang seenaknya sendiri. Oleh sebab itu, teman-teman masa kecil B.J. Habibie dapat dengan mudah mengetahui posisinya dalam suatu kasus tertentu. Jika B.J. Habibie hanya berdiam diri seolah menerima semua tuduhan, berarti ia memang bersalah. Namun jika B.J. Habibie terus ngeyel tak habis-habisnya, maka dapat dipastikan ia memang tidak bersalah.
Pernah suatu kali saat B.J. Habibie masih bekerja di Messerchimtt Bolkow Blohm (MBB), Jerman, ia memiliki sebuah gagasan yang hendak diajukan kepada pemimpin MBB. Harsono Pusponegoro, rekan kerja B.J. Habibie di sana menuturkan bahwa penolakan usulan tidak akan membuatnya berhenti maupun menyerah. Justru penolakan itulah yang membuat B.J. Habibie semangat untuk menemuinya lagi dengan memperbaiki argumentasi hingga usulan gagasan itu diterima. Harsono Pusponegoro menambahkan bahwa ketika B.J. Habibie keluar dari ruangan dengan gaya bersiul-siul, maka itu pertanda bahwa usulannya diterima.
Sikap seperti inilah yang perlu diteladani oleh generasi muda masa kini, yakni memiliki pendirian yang teguh di dalam hal yang benar. Jika pendiriaan itu tidak diterima, maka tidak berarti pendirian itu sia-sia dan tidak berguna. Mungkin saja ada pada beberapa bagian yang memang perlu diperbaiki dengan argumentasi yang lebih logis. Cara membuktikan bahwa pendirian itu tidak salah adalah menjelaskannya dengan argumentasi yang lebih bisa diterima, bukan dengan sikap marah-marah yang justru akan menambah masalah. ***
*AKHMAD IDRIS, dosen Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra Satya Widya Surabaya sekaligus penulis buku ‘Wasiat Nabi Khidir untuk Rakyat Indonesia’.