Oleh: Muhammad Nur Faizi
Kemarin saya mengikuti pelatihan kepenulisan yang diselenggarakan oleh suatu organisasi. Menurut salah satu narasumber, di zaman digital, Indonesia tidak lagi kekurangan sosok penulis. Suatu tulisan bisa dibuat di beberapa platform digital, dan mayoritas masyarakat sudah menjadikan platform digital sebagai bagian dari kehidupan mereka. Maka yang menjadi permasalahan sesungguhnya adalah bagaimana menjadikan tulisan tersebut memiliki nilai mutu yang tinggi.
Permasalahan kepenulisan yang sering dihadapi hingga sekarang adalah motivasi dari penulis itu sendiri. Zaman dahulu, tulisan ditujukan untuk memperbaiki sistem sosial yang terjadi di sekitar. Pun lengsernya Presiden Soeharto, tidak terlepas dari banyaknya tulisan kritis dari para penulis untuk melakukan sebuah agenda yang dinamakan “Reformasi”. Maka penulis dahulu, benar-benar memperhatikan setiap kata-kata dalam tulisannya agar benar-benar berdampak pada lingkungannya.
Dalam cerita narasumber, Buya Syafi’i Maarif sebelum mengirimkan tulisannya ke media, beliau membaca berulang kali dan merasakan setiap kata yang ada dalam karyanya. Sehingga tidak heran, apabila kita membaca tulisan dari beliau, kita akan berimajinasi dan menemukan gagasan baru untuk diterapkan dalam lingkungan.
- Iklan -
Tulisan yang baik adalah tulisan yang bisa membuat seseorang terinspirasi. Kalaupun tidak bisa, tulisan tersebut harus memberikan khazanah baru bagi pembaca. Kalaupun tidak bisa, tulisan tersebut harus bisa membuat nyaman para pembaca untuk terus membaca. Setidaknya, dengan hal itu, pembaca mempunyai kegemaran baru untuk membaca karya.
Tujuan-tujuan tersebut adalah pokok yang ingin narasumber terapkan pada peserta. Narasumber tidak ingin peserta menjadi penulis yang biasa. Seorang penulis yang hanya membuat suatu karya tanpa adanya manfaat bagi pihak lainnya. Tanggung jawab penulis adalah mencerdaskan pembaca dan kalau bisa, merubah perilaku buruk yang ada di dalam diri pembaca itu sendiri.
Narasumber memaparkan, bahwa sumber dari berita hoaks adalah tidak adanya salah satu motivasi di atas dalam diri penulis. Bahwa motivasi penulis hanyalah untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi, entah berupa materi ataupun kepopuleran. Sehingga dirinya mengabaikan tugas yang sangat penting dari suatu karya. Dan hanya berfokus untuk mengejar target dan meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Persoalan ini kini diterapkan di berbagai media penyebar hoaks. Di mana dalam satu hari, para penulis dipaksa untuk memproduksi puluhan berita. Sehingga yang terjadi, persoalan riset yang menjadi senjata dalam mengokohkan karya, perlahan mulai terlupa. Penulis mulai menyandur beberapa komentar yang diolah sesuai permintaan media. Tidak memperhatikan keaslian, boleh atau tidaknya diungkapkan di media terbuka, dan berbagai permasalahan jurnalistik dasar yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
Oleh karena itu, pokok utama dalam dunia jurnalistik adalah bagaimana memperbaiki motivasi penulis itu sendiri. Bagaimana cara mengarahkan penulis agar membuat suatu karya yang berdampak bagi lingkungan. Bagaimana membuat karya yang bisa mencerdaskan, mencerahkan, dan mencongkel keburukan-keburukan yang ada.
Dilihat sekilas, tugas ini sangatlah berat. Mengingat karya yang berkualitas, baru bisa dihasilkan dalam waktu yang tidak sebentar. Riset data, mencari gagasan baru, dan memberikan solusi yang lebih segar adalah banyaknya persoalan yang harus dihadapi oleh penulis untuk mengubah motivasi ini. Memerlukan perjuangan serta pengorbanan yang ekstra keras dari para penulis untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan berwibawa.
Oleh karena itu, pada sesi terakhir, narasumber memberikan sebuah trik bagaimana agar tidak menjadi bosan saat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Narasumber menganalogikannya dengan seorang petinju. Dimana seorang petinju, tidak terus menerus melakukan penyerangan terhadap musuhnya. Ada kalanya seorang petinju harus bertahan. Ada kalanya petinju harus menangkis serangan. Dan ada kalanya petinju menghindar dari serangan lawan.
Maka begitu juga dengan penulis, tidak selalu tulisan diselesaikan dalam satu waktu. Kalau sedang bosan, boleh melakukan aktivitas lain dengan syarat menjaga konsistensi untuk menulis. Pun ada saatnya penulis membaca karya orang lain untuk mengumpulkan materi. Pengumpulan materi tidak hanya dari buku, namun juga bisa melalui video ataupun bentuk animasi yang ada di media. Dengan begitu, proses kepenulisan tidak lagi membosankan dan semakin bervariasi.
Perubahan besar selalu diawali dari hal kecil. Dan untuk itu, narasumber memotivasi agar para peserta menjadi bagian kecil dari perubahan besar. Menjadi seorang penulis yang handal, yang tidak hanya mencipta suatu karya, namun juga mampu merubah persepsi buruk yang ada di lingkungan. Dan satu harapan yang sama dalam sesi pelatihan itu adalah semoga kedepannya Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan menjadi inspirator untuk negara lainnya.