Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali Anda merasa malas? Atau, jangan-jangan saat Anda membaca tulisan ini, justru rasa malas itu sedang menghampiri Anda. Bagaimanapun Anda jangan sampai terlena dengan kemalasan. Meski termasuk hal yang manusiawi dan bisa menimpa siapa saja, perasaan nir-produktif itu jelas-jelas dikecam oleh Al-Qur’an maupun hadis nabi.
Dalam Al-Qur’an, sekurang-kurangnya terdapat tiga ayat yang menyinggung perihal malas, yaitu surah An-Nisa’ (4) ayat 142 serta surah At-Taubah (9) ayat 38 dan 54. Ketiga ayat ini semuanya tentang kecaman terhadap kemalasan kaum munafik yang notabene pura-pura beriman. Sementara hadis yang mengupas mengenai betapa tercelanya rasa malas, antara lain hadis riwayat Abu Hurairah berikut ini.
يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلَاثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ
Setan mengikat tengkuk kepala setiap orang di antara kalian saat tidur, dengan tiga simpul ikatan. Setan mengikatkannya sedemikian rupa sehingga setiap ikatan diletakkan pada tempatnya. Lalu, setan membisiki, “Kamu akan melewati malam nan panjang, maka tidurlah dengan nyenyak”. Jika orang itu bangun dan mengingat Allah, lepaslah satu simpul ikatan tersebut. Jika kemudian orang itu berwudu, lepaslah simpul ikatan yang lainnya. Kemudian, jika orang itu mendirikan salat lepaslah seluruh simpul ikatan tersebut. Dan lagi pagi harinya orang itu akan merasakan semangat dan kesegaran yang menenteramkan jiwa. Namun, tatkala dia tidak melakukan serangkaian ritual itu, niscaya pagi harinya jiwa orang itu menjadi merasa tidak segar dan merasa malas beraktivitas. (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
- Iklan -
Ada pula hadis lain yang dirawikan dari Anas bin Malik, yakni berupa doa perlindungan diri dari jeratan kemalasan.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ketidakberdayaan, kemalasan, sifat pengecut, sifat kikir, dan kepikunan. Aku pun berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan juga berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian. (HR. Iman Bukhari).
Uraian Al-Qur’an maupun hadis nabi di atas memperlihatkan bahwa kemalasan memang sepatutnya dihindari karena termasuk ahwal tak terpuji. Di samping itu, kedua hadis tersebut mengisyaratkan beberapa solusi untuk mengatasi rasa malas. Selain dengan upaya merapalkan secara konsisten doa anti-malas yang termaktub pada hadis kedua tadi, rasa malas dapat pula dienyahkan dengan cara mengambil wudu dan menunaikan salat, sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya pada hadis yang pertama.
Selanjutnya, berdasarkan isyarat dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menginggung perihal kemalasan kaum munafik tersebut, dapat dirumuskan bahwa kemunafikan jadi pemicu pertama munculnya rasa malas. Lebih-lebih kemalasan untuk beramal ibadah.
Dr. Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa asy-Syarif lantas mengungkapkan faktor kedua yang dapat menyebabkan kemalasan, yaitu at-taswif (sikap atau kebiasaan menunda-nunda pekerjaan). Atau yang lebih dikenal dengan istilah prokrastinasi (procrastination) dalam dunia psikologi.
Bahkan, dalam kitabnya berjudul al-Himmah Thariq ila al-Qimmah, Dr. Muhammad bin Hasan asy-Syarif mengukuhkan kebiasaan menunda-nunda sebagai suatu penyakit mental yang tidak bisa disembuhkan dan juga terbilang mematikan. Beliau juga menambahkan, bahwa at-taswif atau menunda-nunda itu tergolong satu dari sekian junud (baca: kepanjangan tangan) iblis dalam upayanya menyesatkan umat manusia.
Kemudian, faktor ketiga yang dapat mengundang rasa malas adalah kondisi perut yang terlalu kenyang. Hal ini diungkapkan oleh Syekh Ibnu Qudamah al-Maqdisi di dalam kitabnya berjudul Mukhtashar Minhaj al-Qashidin. Beliau mengatakan, katsratul-akli turitsu al-kasla wa al-futur (makan dengan porsi berlebih berpotensi mengakibatkan kemalasan dan kelesuan badan).
Faktor berikutnya, karena lalai dari berzikir atau ingat Allah, serta tidak berwudu dan bersembahyang (salat subuh) selepas terjaga dari tidur malam. Faktor keempat ini merupakan konsekuensi logis dari sabda Nabi saw. pada hadis yang telah disebut di atas.
Faktor kelima, karena membiarkan mulut terbuka lebar saat menguap dengan tidak menutupnya pakai tangan, seperti halnya adab menguap yang telah diajarkan Rasulullah saw. Di antaranya, seperti yang terdapat dalam hadis marfu’ (hadis yang mempunyai sanad/transmisi sampai kepada Nabi Muhammad saw.), yang bersumber dari jalur periwayatan Abu Sa’id al-Khudri.
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
Apabila salah seorang dari kalian menguap, hendaklah ia menutup mulut dengan tangannya. Sebab, hal itu sesungguhnya jadi jalan masuknya setan. (HR. Imam Muslim).
Setali tiga uang, Abu Hurairah juga meriwayatkan sabda Rasulullah saw. berikut:
التَّثَاؤُبُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
Menguap akibat dari tipu daya setan, karena itu manakala salah seorang dari kalian menguap hendaklah menahannya semampunya. (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Terakhir, faktor begadang. Qadhi ‘Iyadh bin Musa (w. 544 H) menjabarkan faktor keenam ini pada kitabnya berjudul Ikmal al-Mu’lim bi-Fawa’id Muslim. Gurunya Ibnu Rusydu yang berkebangsaan Maroko ini menuturkan, begadang di malam hari akan berimbas negatif di siang hari berupa rasa malas atau kurang bersemangat menjalani berbagai aktivitas. Entah itu yang sifatnya rutinitas duniawi ataupun amaliah ukhrawi.
‘Ala kulli hal, selebihnya barangkali masih banyak hal lain yang bisa jadi faktor penyebab kemalasan, selain enam faktor yang penulis paparkan di sini. Tetapi, yang jelas adalah rasa malas mesti dihindari dan bukan malah dinikmati. Sebab, Al-Qur’an maupun hadis nabi, begitu juga penjelasan lebih lanjut dari sejumlah ulama tersebut, sudah amat lugas menandaskan kemalasan itu tidak terpuji. Jadi, mari kita pahami kemalasan kita masing-masing, kenali faktor penyebabnya dan coba atasi dengan beberapa solusi tadi.
*Ahmad Rijalul Fikri, Mahasantri Ma’had Aly dan Mahasiswa S-2 PPs Universitas Ibrahimy Situbondo, Jawa Timur.