Oleh Muhammad Zakki
KH. Achmad Asrori al-Ishaqy dilahirkan di Pondok Pesantren Darul ‘Ubudiyah Raudhatul Muta’allimin Jati Purwo Surabaya Jawa Timur. Tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1950. Beliau merupakan putra KH. Muhammad Utsman bin Nadi dan ibu Nyai Hj. Siti Qomariyah binti Munaji.
Kiai Asrori Al-Ishaqy merupakan pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya dan Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah serta pendiri Organisasi Jamaah Al-Khidmah.
Selain memimpin kegiatan majlis-majlis dzikir, Kiai Asrori Al-Ishaqy juga banyak memberikan ceramah agama tentang adab dan tata krama beribadah serta pesan-pesan untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat secara harmonis. Beliau menyebutkan cerita menarik tentang ini, sebagaimana disampaikan di youtube berjudul “Ngaji Memperbaiki Diri.”
- Iklan -
Minta untuk dihormati
Al-Imam Al-Alim Al-Allamah Syaikh Ubadah Al-Maliki adalah ulama hebat yang pernah ‘terhinakan’. Suatu ketika beliau pernah sowan kepada Syaikh Abu Madyan.
Syaikh Abu Madyan sendiri adalah Wali Quthub yang mendapat silsilah ke-quthub-an dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. Dari Syaikh Abu Madyan lalu diteruskan oleh Al-Quthb Syaikh Muhammad bin Ali Al-Muqaddam, yang merupakan ayah dari Sayyid Faqih Muqaddam.
Syaikh Abu Madyan waktu itu sedang ngaji bersama para muridnya. Di pertengahan pengajian itu, hadirlah Syaikh Ubadah Al-Maliki. Tapi tidak ada yang memperhatikan kedatangan beliau, apalagi memuliakan beliau. Syaikh Abu Madyan sama sekali tidak bergerak untuk memberikan sambutan.
Syaikh Ubadah Al-Maliki tersinggung. Beliau tidak terima dengan yang Syaikh Abu Madyan lakukan:
يَا سَيِّدِيْ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُعْطِنِيْ حَقِّيْ فِيْ الْإِكْرَامِ؟
“Apakah yang menghalangimu untuk memberikan hak penghormatan kepadaku, memuliakanku?” tanya Syaikh Ubadah Al-Maliki.
Syaikh Ubadah Al-Maliki seolah meminta hak dan keadilan. Beliau orang alim yang masyhur. Biasanya ketika berada di sebuah majlis, orang-orang pada minggir membuka jalan baginya.
كَيْفَ، وَأَنْتَ مُشْرِكٌ
“Untuk apa memuliakanmu. Lah kamu itu orang yang musyrik kok” Syaikh Abu Madyan jawab
وَمَا وَجْهُ اِشْرَاكِيْ؟
“Penyebab kamu mengatakan saya ini syirik ini dari mana?” Syaikh Ubadah Al-Maliki pun bertanya
حَالُكَ الَّذِيْ أَنْتَ فِيْهِ الآنَ
“Keadaan mu sekarang ini yang menyebabkan aku mengatakanmu sebagai orang syirik. Kamu minta aku hormati, kamu minta dimuliakan, kamu minta diagungkan. Sementara kehormatan, kemuliaan dan keagungan adalah milik Allah, bukan milikmu. Jika kamu menuntut itu, itu sama saja kamu minta haknya Allah. Telah syirik kamu” jelas Syaikh Abu Madyan.
Padahal, meski sejahat bagaimanapun iblis, beliau masih bisa matur kepada Allah, sebab iblis masih memiliki ketakutan kepada Allah.
إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ ۔الحشر ١٦
“Sungguh aku takut kepada Allah Dzat yang menguasai sekalian alam” (QS. Al-Hasyr; 16)
Ketakukan iblis kepada Allah adalah berupa tidak adanya keinginan untuk menyamai sifatnya Allah. Iblis hanya menghalang-halangi manusia dari Allah. Iblis hanya menyuruh untuk tidak percaya kepada Allah, untuk tidak melakukan perintahNya.
Syaikh Abu Madyan memberikan nasehat bahwa kedudukan Syaikh Ubadah Al-Maliki ini harusnya dihina. Bukan malah tersinggung. Mendapati kenyataan pahit ini, Syaikh Ubadah Al-Maliki pun terdiam, menangis dan kemudian beliau mengucapkan:
أًشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ تُبْتُ إِلَى اللهِ وَهَذَا أَوَانُ دُخُوْلِيْ فِيْ الْاِسْلَامِ
“Saya bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Dan ini adalah waktunya saya masuk Islam”
Syaikh Ubadah Al-Maliki Kembali menyatakan masuk islam lagi. Bukan berarti beliau murtad, tapi merasa islamnya belum sempurna, sebab merasa harus dihormati oleh orang-orang di sekelilingnya.
Berthariqah untuk menyempurnakan ibadah
Syaikh Abdul Karim adalah sosok ulama sepuh yang suka mengadakan kegiatan simakan Al-Quran. Suatu ketika beliau sedang berada di salah satu tempat muridnya di Madura. Kebetulan waktu itu KH. Muhammad Utsman Al-Ishaqy sedang menyelenggarakan mubayaah.
Menyaksikan muridnya ikut berbaiat, Kyai Abdul Karim pun merasa ibadahnya selama ini belum sempurna. Beliaupun ikut mubayaah berbaiat thariqah kepada Kiai Utsman.
Syaikh Abdul Karim merasa salah dan banyak kekurangannya selama ini. Beliau pun menqadla semua shalat-shalat yang beliau lakukan selama sebelum berbaiat.
Menyempurnakan Tatakrama
Setidaknya Kiai Asrori Al-Ishaqy menyebutkan empat dasar sikap agar seseorang bisa berislam secara sempurna.
Pertama, inqiyad. Islam itu harusnya inqiyad tunduk kepada Allah. Menjadikan seluruh waktunya untuk melaksanakan perintah Allah taala.
Kedua, tarkul munada ahlillah fi aushafihi wa ma yastahiqquh. Tidak meniru-niru sifatnya Allah berupa ingin dihormati. Ingin setiap apa yang diingini dituruti dan hak-hak Allah lainnya. Ringkasnya, tidak merampas hak sifat Allah
Ketiga, mulazamatu a’malis shalihah. Senantiasa melakukan amal-amal saleh. Apabila ketiga hal di atas telah berhasil dilaksanakan, maka disempurnakan dengan yang keempat.
Keempat, ru’yatu nafsihi annahu ahqaru khalqillah. Menyaksikan diri sendiri sebagai manusia yang paling hina. Merasa dirinya hina, merasa diri fakir dan hanya butuh kepada Allah
Zikir yang kita lakukan dalam thariqah pada dasarnya adalah memiliki satu tujuan, yaitu liizalati hujubin nafsu, untuk menghilangkan penghalang dirinya sendiri berupa merasa besar dan merasa mulia di hadapan Allah ta’ala.
وَالْقَصْدُ مِنْ هَذَا الطَّرِيْقِ الْأَدَبُ فِيْ كُلِّ حَالٍ مِنْهُ هَذَا الْمَذْهَبُ
Metode thariqah adalah senantiasa menjaga tatakrama. Kalau tidak punya tatakrama maka tiada thariqah baginya
-Santri Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah