Oleh Dian Marta Wijayanti
Sebagai pengelola sekolah, saya harus memutar otak untuk melakukan inovasi urban farming. Apalagi, program ini telah diusung oleh pemerintah dalam rangka “menghidupkan” lahan tidur. Di lembaga pendidikan juga dianjurkan agar menjadi pembiasaan bagi peserta didik sejak dini untuk merawat lingkungan.
Seperti tahun 2025 ini, SD yang saya kelola turut mengikuti Urban Farming Champions SDN Gajahmungkur 03 Kota Semarang Tahun 2025. Saya mengusung “Petani Cilik SDN Gajahmungkur 03” yang turut meramaikan perlombaan tersebut. Namun, apakah ini sudah menjadi bagian untuk mengeram problem alam?
Hal itu tentu tidak bisa lepas dari urbanisasi yang pesat telah menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan di perkotaan, seperti polusi udara, keterbatasan lahan hijau, dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Sekolah dan madrasah sebagai institusi pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda yang peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui inovasi urban farming sebagai bagian dari pendidikan lingkungan di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah.
- Iklan -
Di tengah pesatnya pertumbuhan kota, lahan hijau semakin berkurang, sementara kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat semakin meningkat. Salah satu solusi yang dapat diterapkan di lingkungan sekolah adalah urban farming, yaitu kegiatan bercocok tanam dan beternak di perkotaan. Sederhana saja, urban farming adalah kegiatan bercocok tanam dan beternak di perkotaan termasuk di lingkungan sekolah atau madrasah. Inovasi ini tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga menjadi media pembelajaran bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Urban farming sebagai Tradisi
Urban farming di sekolah dan madrasah bukan sekadar aktivitas bercocok tanam, tetapi juga bagian dari pendidikan berbasis lingkungan yang mengajarkan siswa tentang keberlanjutan, ketahanan pangan, dan tanggung jawab sosial. Dengan metode yang sederhana namun inovatif, urban farming dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan sekaligus edukatif.
Beberapa inovasi urban farming yang cocok diterapkan di sekolah dan madrasah perkotaan sangat beragam. Pertama, vertikultur: bertani di ruang terbatas. Di perkotaan, seperti di Kota Semarang, keterbatasan lahan menjadi tantangan utama. Oleh karena itu, sistem vertikultur atau pertanian vertikal sangat cocok diterapkan di sekolah. Dengan menggunakan rak bertingkat atau pipa paralon, siswa dapat menanam sayuran seperti bayam, kangkung, dan selada tanpa memerlukan lahan luas.
Kedua, hidroponik sederhana: tanpa tanah, tetap subur. Teknologi hidroponik memungkinkan tanaman tumbuh tanpa tanah dengan memanfaatkan air dan nutrisi yang cukup. Siswa dapat menggunakan botol bekas atau wadah plastik untuk menanam sayuran hijau. Selain ramah lingkungan, metode ini juga melatih kreativitas mereka dalam memanfaatkan barang bekas.
Ketiga, akuaponik: menggabungkan ikan dan tanaman. Akuaponik adalah sistem yang mengombinasikan budidaya ikan dan tanaman dalam satu ekosistem yang saling menguntungkan. Ikan seperti lele atau nila menghasilkan limbah yang dapat menjadi pupuk alami bagi tanaman. Konsep ini mengajarkan siswa tentang keseimbangan alam dan cara menjaga ekosistem.
Keempat, kebun mini di sekolah. Meskipun berada di lingkungan perkotaan, sekolah dapat menyediakan lahan kecil untuk dijadikan kebun mini. Siswa dapat menanam cabai, tomat, atau sayuran lainnya yang dapat mereka panen dan konsumsi. Selain menanam, mereka juga belajar merawat tanaman dan memahami siklus hidupnya.
Kelima, taman gizi sekolah. Sekolah dan madrasah dapat menciptakan Taman Gizi, yaitu kebun khusus yang ditanami tanaman bergizi seperti bayam, kangkung, dan ubi. Hasil panennya bisa dimanfaatkan dalam program makanan sehat di sekolah, sehingga siswa tidak hanya belajar menanam, tetapi juga memahami pentingnya pola makan sehat.
Keenam, komposter sekolah dengan memanfaatkan sampah organik. Urban farming juga dapat diintegrasikan dengan program pengelolaan sampah. Sekolah dapat membuat komposter sederhana untuk mengolah sisa makanan dan dedaunan menjadi pupuk organik yang berguna bagi tanaman. Dengan demikian, siswa belajar untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Ketujuh, peternakan mini. Selain bercocok tanam, urban farming di sekolah juga bisa diterapkan dalam bentuk peternakan mini, seperti budidaya ikan lele dalam ember (budikdamber) atau pemeliharaan ayam di kandang kecil. Hal ini mengajarkan siswa tentang cara merawat hewan, memahami manfaatnya, serta pentingnya keseimbangan ekosistem.
Jika dimaksimalkan, manfaat urban farming di sekolah dan madrasah sangat melimpah. Mengintegrasikan urban farming dalam kegiatan sekolah memberikan banyak manfaat. Pertama, menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Kedua, mengajarkan keterampilan bertani dan beternak sejak dini, Ketiga, meningkatkan kreativitas dan inovasi siswa. Keempat, menanamkan pola hidup sehat melalui konsumsi makanan organik. Kelima, memanfaatkan ruang terbatas untuk penghijauan.
Inovasi urban farming di SD/MI perlu dicoba, sebab saya optimis dapat menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan menyenangkan bagi siswa. Melalui kegiatan menanam, merawat, dan memanen tanaman, siswa belajar tentang siklus hidup tumbuhan, pentingnya air dan cahaya matahari, serta interaksi antara makhluk hidup dalam ekosistem. Selain itu, urban farming juga mengajarkan siswa tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi sampah organik melalui pembuatan kompos, dan memanfaatkan lahan sempit di perkotaan.
Macam Inovasi Urban farming
Bentuk-bentuk inovasi urban farming untuk SD/MI sangat melimpah. Pertama, vertikultur. Teknik vertikultur, yaitu menanam tanaman secara bertingkat, sangat ideal untuk lahan terbatas di sekolah. Siswa dapat belajar menanam berbagai jenis sayuran atau tanaman hias dalam ruang vertikal yang menarik.
Kedua, kebun sekolah mini. Kita dapat membuat kebun sekolah mini di lahan kosong atau halaman sekolah adalah cara yang menyenangkan untuk memperkenalkan urban farming kepada siswa. Mereka dapat belajar menanam sayuran, buah-buahan, atau tanaman obat secara langsung.
Ketiga, hidroponik sederhana. Sistem hidroponik sederhana seperti sistem wick atau sistem rakit apung sangat cocok untuk diperkenalkan kepada siswa SD/MI. Selain mudah dibuat dan dirawat, sistem ini juga tidak memerlukan lahan yang luas.
Kempat, akuaponik. Sistem akuaponik, yaitu gabungan antara budidaya ikan dan tanaman, dapat menjadi inovasi menarik bagi siswa. Mereka dapat belajar memelihara ikan dan menanam sayuran secara bersamaan dalam satu sistem yang terpadu.
Kelima, kompos. Mengajarkan siswa cara membuat kompos dari sampah organik sekolah adalah bagian penting dari urban farming. Selain mengurangi limbah, kompos juga dapat digunakan sebagai pupuk alami untuk tanaman di kebun sekolah.
Inovasi urban farming merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep lingkungan, menumbuhkan sikap peduli terhadap alam, dan mengembangkan keterampilan berkebun. Urban farming tidak hanya memberikan manfaat ekologis, tetapi juga memiliki dampak positif terhadap aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
Oleh karena itu, urban farming sangat direkomendasikan untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah perkotaan sebagai bagian dari upaya revitalisasi pendidikan lingkungan. Urban farming dapat menjadi solusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih hijau, sehat, dan produktif di perkotaan.
-Kepala Sekolah Dasar Negeri Gajahmungkur 03 Kota Semarang