Oleh: Muhammad Muzadi Rizki*)
Sangat menarik membincang paradigma keilmuan. Sebab, dari sini kita dapat memperoleh insight bagaimana masing-masing institusi pendidikan tinggi merancang pendidikan terbaik dan berkualitas. Meski visualisasi (metafora) cenderung variatif dan berbeda-beda, tapi secara substansial titik kesamaan terletak pada bangunan integrasi keilmuan (non-dikotomis). Banyak cendekiawan menilai, integrasi keilmuan merupakan langkah solutif dalam menyapa dan mengurai problematika yang kian menyeruak. Melalui integrasi keilmuan ini, memberi kontribusi berupa pandangan dunia yang lebih koheren.
Tulisan ini berangkat dari sajian artikel Hamidulloh Ibda dalam MaarifNUJateng (21/03/2023). Dalam artikel tersebut terdapat penggalan kalimat, “UIN SAIZU Purwokerto mengembangkan paradigma keilmuan unifikasi ilmu dan agama (the throne of science and religion / arsy al-ulum wa al-din wa al-tsaqafah)”. Menurut saya, kalimat itu merupakan referensi lama. Karenanya, tulisan ini bermaksud menghidangkan tinjauan versi terbaru, berdasarkan apa yang saya baca, pelajari, dan peroleh dari Prof Moh Roqib, juga Prof Fauzi dalam berbagai kesempatan.
Betul bahwa institusi yang dijuluki sebagai kampus Ijo Purwokerto itu mengembangkan paradigma keilmuan arsy al-ulum wa al-din wa al-tsaqafah. Namun, penerapan tersebut terjadi tatkala masih IAIN Purwokerto. Sementara kini, berdasarkan Perpres No. 41 tahun 2021, IAIN Purwokerto telah mengalami transformasi alih status menjadi Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto (UIN Saizu Purwokerto). Dampak turunannya, semua mengalami pemugaran, termasuk ihwal paradigma keilmuan akademik-institusional.
- Iklan -
Filosofi Visualisasi Metaforik
Merujuk buku Integrasi Keilmuan Jabalul Hikmah (2022) yang ditulis Prof Fauzi dkk. UIN Saizu Purwokerto merumuskan sebuah paradigma kelimuan baru bertajuk integrasi keilmuan dengan metafora ‘Jabalul Hikmah’. Rumusan itu dilakukan setelah menyerap pemikiran para tokoh, pemikir, dan intelektual dalam maupun luar negeri. Juga hasil mengkaji wawancara, FGD bersama pihak-pihak Tim Alih Status, dan studi banding ke enam UIN yang berpengalaman (UIN Malang, UIN Yogyakarta, UIN Jakarta, UIN Bandung, UIN Semarang, dan UIN Surabaya).
Prof Moh. Roqib, selaku Rektor UIN Saizu, mengungkapkan, dasar pengembangan metafor ini tidak lepas dari historical concept and value lanskap institusi pendidikannya. Secara harfiyah, Jabalul Hikmah berarti gunung kebijaksanaan. Penyematan frasa gunung dan hikmah memiliki maksud agar semua yang berproses di insitusi ini dapat mereguk hikmah berupa ilmu dengan kedalaman lahir dan batin.
Filosofi yang mendasari ‘gunung’ dipilih sebagai lambang integrasi keilmuan UIN Saizu diantaranya karena faktor geografis yang tidak jauh dari gunung. Yakni, gunung “Selamet”, satu-satunya gunung yang namanya telah dilakukan islamisasi, setelah sebelumnya bernama gunung Gora. Gunung Selamet ini letaknya dikelilingi oleh beberapa kabupaten/kota yang memiliki tradisi khas yang disebut “panginyongan” atau dialek Jawa ngapak. Selain itu, secara historis, gunung Selamet juga memberikan informasi akan adanya kerajaan tua di Jawa bernama kerajaan Galuh Purba, yang kemudian berkembang ke barat, tanah Pasundan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan mengilhami berdirinya kerajaan-kerajaan lain.
Dipilihnya gunung semakin menemukan relevansinya, mengingat banyak disebut dalam Al-Qur’an sebagai i’tibar bagi semua manusia. Gunung berfungsi sebagai sumber hikmah (QS Al-Ghasiyah: 19), sebagai sumber ilmu pengetahuan (QS Al-Anbiya: 31), sebagai sumber kehidupan (QS Al-Hijr: 19), sebagai sumber daya alam (QS At-Takwir: 1-6), sebagai sumber kesuburan (QS Al-Waqi’ah: 4-6), sebagai pasak bagi bumi (QS An-Naba: 8), sebagai penyeimbang bumi (QS An-Nahl: 50), dan merupakan panorama yang indah dan menenangkan hati (QS Qaf: 7). Gunung memberikan multi pesan teologis, sosiologis, antropologis, psikologis, zoologi, teknologis, ekonomis, beserta ragam ekologinya.
Harapan
Paradigma keilmuan Jabalul Hikmah bukan hanya jargon, ini sebuah pijakan dan langkah taktis mewujudkan keindahan dan keselarasan hidup. Untuk itu, paradigma pembelajaran disertakan dan dijadikan pranata. Paradigma pembelajaran, sebagaimana dalam Panduan Akademik UIN Saizu, sangat penting, jangan sampai kerangka Jabalul Hikmah hampa dan teralienasi karena tidak diimplementasikan dengan baik. Identitas kultural (cultural identity) menjadi titik pusat determinasi dalam paradigma pembelajaran yang diberlakukan di UIN Saizu Purwokerto. Dalam hal ini, paradigma pembelajarannya adalah paradigma pembelajaran profetik.
Paradigma pembelajaran profetik bisa dijelaskan dalam konsepsi tradisi kenabian yang terus memancarkan motivasi spiritual sekaligus bergerak kreatif menjunjung tinggi antara nilai transendensi, humanisasi, dan liberasi. Koneksitas dalam paradigma pembelajaran profetik akan mampu melahirkan sebuah peradaban yang memiliki nilai-nilai ketuhanan dan kenabian, menumbuhkan nilai humanis, serta membebaskan semua individu (liberasi) dari semua hal negatif yang mengganggu kehidupan dalam konteks sosialnya.
Kontekstualisasi dalam pembelajaran tergambar saling terkait dan melengkapi. Bahwa komponen tujuan pendidikan bersifat sosial-kolektif. Materi pembelajaraan memuat nilai teologis-transendental yang terintegrasi dengan dinamika humanitas dan harus dibebaskan dalam kehidupan peserta didik. Metode dan strategi pembelajaraan yang digunakan, menggembirakan sekaligus mendisiplinkan (basyiran wa nadziran). Posisi setiap individu dapat menjadi pendidik sekaligus peserta didik dalam waktu dan tempat yang sama. Serta terkait pijakan evaluasi, diukur dari kualitas tradisi profetiknya.
Konsep filsafat dan budaya profetik dalam paradigma keilmuan Jabalul Hikmah UIN Saizu memiliki karakteristik dan bentuk yang khas, yaitu perpaduan antara tradisi keilmuan, keislaman, kejawaan (budaya panginyongan) dan kepesantrenan (basic action and paradigm) dengan ditopang nilai humanisasi dan liberasi yang kuat. Sehingga senantiasa memiliki semangat untuk meningkat naik menuju kesempurnaan, semangat terus berkarya, semangat berbuat baik kepada sesama dan semesta, serta disaat yang sama, tetap semangat mendekat kepada Tuhan.
Implikasi paradigma pembelajaran profetik ini adalah terbentuknya institusi pendidikan yang dikelola berdasarkan tradisi profetis dan senantiasa proaktif dengan kemajuan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Bersamaan dengan itu, juga senantiasa apresiatif terhadap local wisdom, dan memiliki pola pikir serta pola sikap kreatif untuk memberikan yang terbaik kepada mahasiswa dan masyarakat berdasarkan spirit tauhid.
Dengan demikian, paradigma keilmuan Jabalul Hikmah, baik secara aksiologis maupun ontologis, merupakan bentuk aktif yang senantiasa memberikan ‘ilmu dan pembelajaran’ sepanjang masa. Melalui paradigma keilmuan ini diharapkan karakter lulusan UIN Saizu Purwokerto menjadi manusia ideal (insan kamil atau khaira ummah), yang memiliki karakteristik IPM; Intelectuality, Profesionality, and Moralitiy. Tidak hanya pintar, akan tetapi menyatu spirit kebaikan dan kebermanfaatan berbasis tauhid untuk sesama dan semesta.
*) Penulis lepas, mukim di Purwokerto.