Oleh Akhmad Idris
Pandemi memang tak kunjung pergi, banyak rakyat merintih tak kuasa menahan himpitan masalah ekonomi, namun tak ada masalah yang benar-benar tanpa solusi. Satu di antara solusinya adalah saling peduli dan saling berbagi.
Beruntungnya, solusi ini mampu dipahami oleh sebagian masyarakat negeri ini. Terbukti dengan banyaknya public figure yang membagi-bagikan uang tunai di jalanan, menggalang donasi sesama rekan public figure, hingga membagi-bagikan makanan gratis setiap harinya. Tak hanya public figure, beberapa masyarakat biasa juga banyak yang berbagi kepada sesama lewat unggahan-unggahan video singkat di media sosial. Sebab pada dasarnya, berbagi tak dibatasi oleh terkenal atau tidak terkenal. Siapa pun bisa berbagi asalkan ada rasa peduli di dalam hati.
Sementara mirisnya, masih banyak beberapa orang yang menunggak pembayaran pajak dengan dalih “Lebih baik digunakan untuk orang-orang yang terdampak pandemi, daripada diberikan kepada Negara”. Padahal, membayar pajak merupakan wujud partisipasi dalam membantu pihak-pihak yang mengalami kesulitan gegara pandemi yang tak kunjung berpamitan dalam skala yang lebih luas.
- Iklan -
Hubungan antara Pajak dan Upaya Mengatasi Pandemi
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1, bahwa pajak merupakan kontribusi wajib terhadap Negara yang terutang secara pribadi maupun badan usaha yang juga bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang.
Kontribusi wajib tersebut tidak mendapatkan imbalan secara langsung, sebab digunakan untuk kebutuhan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sederhananya, pembayaran pajak dilakukan oleh rakyat untuk dikembalikan lagi kepada rakyat dalam bentuk fasilitas umum. Oleh sebab itu, membayar pajak tak hanya sekadar kewajiban yang harus ditunaikan, tetapi juga sebuah partisipasi untuk kemakmuran.
Nantinya, pajak sebagai sumber pendapatan Negara akan digunakan untuk membiayai fasilitas umum seperti pembangunan jalan raya; pengadaan transportasi umum; hingga masalah pendidikan. Tak hanya itu, pajak juga dialokasikan untuk penyediaan fasilitas bagi rakyat miskin dengan harapan agar mampu meminimalisasi kesenjangan antar sesama warga Negara. Di tengah pandemi seperti ini, tentu saja ketaatan masyarakat dalam membayar pajak akan berbanding lurus dengan upaya menangani kesulitan di tengah pandemi seperti saat ini. Selama pandemi berlangsung, pajak telah digunakan untuk menyediakan alat-alat kesehatan; mengadakan vaksinasi; hingga merawat pasien Covid-19. Semakin masyarakat taat dalam membayar pajak, maka akan semakin maksimal pula upaya Negara dalam mengatasi masalah pandemi. Begitu pula sebaliknya.
Sayangnya, sebagian masyarakat malah menganggap pajak semacam upeti rakyat yang diberikan kepada Raja-nya. Padahal antara pajak dan upeti jelas dua hal yang jauh berbeda. Upeti dilaksanakan karena atas dasar relasi kekuasaan (berarti dari negara kecil kepada negara yang berkuasa atau dari rakyat kecil kepada rajanya), sedangkan pajak dikeluarkan atas dasar kesejahteraan (dari rakyat dan nilai gunanya akan kembali lagi kepada rakyat).
Bersama Pajak, Atasi Pandemi, Pulihkan Ekonomi
Kalimat di atas merupakan tajuk yang diusung oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memperingati Hari Pajak pada tanggal 14 Juli 2021 yang diperingati dalam nuansa pandemi. Sederhananya, membayar pajak adalah cara membantu pihak-pihak yang terdampak pandemi secara lebih merata⸻atas dasar data yang telah dimiliki oleh Negara. Memang siapa pun bisa membantu secara langsung, tetapi cenderung terbatas dalam lingkup atau kelompok terdekat. Berbeda dengan penyaluran yang dilakukan oleh Negara yang telah mengantongi data dalam skala Nasional. Terkadang, tidak menutup kemungkinan bahwa bantuan yang dilakukan secara langsung ternyata kurang tepat sasaran, sebab di daerah lain ada yang jauh lebih membutuhkan. Data yang dimiliki individu secara personal tentu saja terbatas, sedangkan data yang dikantongi pemerintah telah melalui berbagai tahap validasi.
Kendati seperti ini, tak berarti masyarakat dilarang untuk membantu secara langsung. Sah-sah saja membantu pihak yang terdampak pandemi secara langsung, tetapi bukan berarti meninggalkan kewajiban membayar pajak dengan dalih membantu pihak yang terdampak pandemi. Masyarakat tak perlu takut tak bisa membantu, karena membayar pajak itu juga berarti membantu pihak-pihak yang terdampak pandemi melalui ‘tangan’ pemerintah.
Akhir kata, pajak memang tercipta untuk menunjang kepentingan bersama. ***
*AKHMAD IDRIS, Dosen Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra Satya Widya Surabaya sekaligus penulis buku ‘Wasiat Nabi Khidir untuk Rakyat Indonesia’.