Oleh Deffy Ruspiyandy
“Tetangga, masak gitu?” Mencuplik judul sebuah sinetron sebuah televisi swasta. Pun begitu kontennya, di dalamnya memuat kehidupan bertetangga tetapi tokoh utama kadang dirugikan dengan pelbagai hal. Jadi hidup bertetangga jangan asal karena tetangga yang baik pasti tahu etika dan aturan yang harus diperhatikannya.
Jika mampu hidup bertetangga secara baik maka berarti hal tersebut keuntungan bagi kehidupan orang tersebut. Betapa pun rumah yang dimilikinya mewah namun jika lingkungan di sekitarnya tak bisa diajak bergaul sama saja hidupnya seperti seorang diri. Bahkan pernah ada sebuah saran, sebelum membeli rumah di sebuah tempat maka carilah dulu tetangganya. Jika kita melihat kehidupan tetangganya pada baik dan banyak yang melakukan ibadah maka dapat dipastikan rumah itu bisa dibeli. Namun jika di tempat tersebut banyak tetangga yang kurang baik dan selalu mengutamakan perbuatan dosa, maka untuk membeli rumah di tempat tersebut harus Kembali dikaji ulang sebelum mengambil keputusannya.
Di mana pun kita hidup sudah pasti akan berdampingan dengan tetangga. Sebuah realita yang tak bisa dibantah ketika hidup di atas dunia ini. Mau tidak mau hal itu harus diterima dengan segala ketulusan yang ada. Mereka hadir dari latar belakang yang berbeda. Karenanya sebagai orang yang baik, kita mesti membuat nyaman tetangga yang ada di sekeliling kita. Dengan membuat nyaman keadaan tetangga di sekeliling kita sama artinya kita menciptakan kehidupan yang baik di lingkungan itu.
- Iklan -
Sebagai seorang muslim yang begitu memahami agama, konteks kehidupan yang dijalaninya tidak sekadar ibadah ritual semata menyembah Allah. Namun lebih dari itu sebagai seorang tetangga yang baik ia akan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dalam hidupnya sehingga selalu memelihara langkah hidupnya agar tidak menyakiti hati orang lain. Menjaga tetangga agar hidupnya tetap baik, jelas hal ini menunjukkan akhlak terpuji yang dimiliki pelakunya. Sungguh membahagiakan jika dalam hidup bertetangga kita saling tepa salira, saling membantu, berlomba-lomba dalam kebaikan serta saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan juga kebaikan.
Islam telah mengatur kehidupan sosial termasuk dalam urusan hidup bertetangga. Hubungan manusia seringkali dibumbui adanya konflik dan jika konflik ini didiamkan pada akhirnya justru akan menyulut api permusuhan. Sayang kehidupan bermasyarakat yang dihiasi oleh kedamaian tiba-tiba menjadi tak sedap dinikmati karena munculnya pertengkaran.
Diakui, manusia adalah mahluk sosial yang selalu bergantung kepada orang lain. Menyadari akan hal itu kehidupan bertetangga harus menjadi perhatian serius karena selama hidup jelas hidup kita akan dekat dengan tetangga ketika kita jauh dari sanak sauadara. Maka dari itu kehidupan bertetangga diharapkan hadir dalam keharmonisan walau di dalamnya terdapat keberagaman dalam segala hal.
Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).
Begitu pentingnya agar kita bisa hidup berdampingan dengan tetangga. Al-Qur’an ternyata telah mengatur hal itu jauh-jauh hari. Habluminanaas ternyata begitu penting dalam kehidupan selain habluminallah. Artinya tetangga dalam hubungan sosial kemanusiaan begitu penting karena manusia memiliki keterbatasan.
Maka dalam hal ini kita pun mesti memiliki sikap toleran yang tinggi saat menjalankan hidup bertetangga di tempat tinggal selama ini. Kita sudah pasti hidup bertetangga dengan perbedaan profesi, suku, dan juga mungkin keyakinan yang berbeda. Jika hal ini tak bisa dijalankan secara baik, bisa saja hal itu malah menimbulkan pertentangan yang bisa saja menimbulkan konflik.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah menghormati tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah).
Merujuk pada hadis di atas tentu saja sebagai seorang muslim jelas harus mampu memberi kehidupan yang nyaman untuk tetangganya. Tak masalah jika tetangga yang dihadapi mampu berlaku baik dan bersikap manis, namun jika menghadapi tetangga yang selalu membuat kesal yang pantas dilakukan adalah bersabar. Bersabar menghadapi tetangga seperti itu selain ujian bagi kita ternyata hal itu memberikan pahala bagi pelakunya.
Dalam sebuah kisah, Rasulullah melihat Aisyah memasak kari kambing dan dibagikan ke seluruh tetangga yang ada di dekat rumahnya. Ternyata tetangga mereka yang orang Yahudi justru tak diberikan oleh istri Rasulullah itu karena dirinya membenci kepada orang tersebut. Rasulullah dengan penuh kebijaksanaan menyuruh Aisyah untuk mengirimkan kari itu ke orang Yahudi. Rasulullah menganggap biar pun dia orang Yahudi tetaplah dia tetangga dekatnya.
Sewaktu Rasulullah hidup dengan Khadijah pun dia pun mendapatkan tetangga yang kurang baik pula. Saat dirinya hendak keluar rumah Ia mendapati di depan pintu rumahnya ternyata banyak tumpukan sampah. Rasulullah saat itu hanya tersenyum dan memunguti sampah-sampah itu satu per satu. Kemudian beliau menemui tetangganya itu sambil bertanya, “Beginikah cara kalian bermuamalat dengan tetangga?” Kemudian mereka pun menjadi malu karenanya. Dalam hal ini Rasulullah mengedepankan sikap sabar ketika menghadapi tetangga yang memiliki akhlak buruk.
Rasulullah telah mengajarkan kita bagaimana bersikap menjadi tetangga yang baik. Beliau tak pernah memperlihatkan wajah yang bengis atau kejam kalaupun tetangganya kurang mengenakan hatinya. Dia justru selalu memperlihatkan keramahannya dan kalaupun sedikit tegas Ia akan tetap menjaga kata-katanya untuk tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya.
Dengan demikian, hikmah hidup bertetangga secara baik adalah bagaimana kita bisa berbagi kebaikan di antara perbedaan yang ada. Selain itu kita juga akan mampu bersikap toleran terhadap perbedaan yang ada. Selanjutnya dengan bertetangga secara baik maka akan tumbuh persaudaraan yang didasari oleh hati yang tulus serta jika kita mampu bertetangga secara baik maka akan mampu menekan bibit-bibit kebencian dan rasa permusuhan.
Tentu saja membuat nyaman hidup tetangga yang ada di sekeliling kita hal itu akan membuat para tetangga berbuat baik kepada kita. Tetangga yang baik menunjukkan eksistensi manusia yang berbudi pekerti luhur. Kalaupun kemudian kita mendapati tetangga yang tidak menyenangkan, cukup saja kita berkata, “Tetangga, masak gitu ?” ***
*DEFFY RUSPIYANDY, penulis lepas dan penulis Ide Cerita di beberapa TV Swasta. Kini bermukim di Kota Bandung.