• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Cara Kirim Tulisan
LP Maarif NU Jateng
  • Beranda
  • BeritaTerkini
  • Artikel
  • Sastra
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Jurnal
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Madrasah dan Sekolah Unggulan
  • UNDUH
  • Kirim Tulisan!
No Result
View All Result
  • Beranda
  • BeritaTerkini
  • Artikel
  • Sastra
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Jurnal
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Madrasah dan Sekolah Unggulan
  • UNDUH
  • Kirim Tulisan!
No Result
View All Result
LP Maarif NU Jateng
ADVERTISEMENT
Home Artikel

Di Balik Orang Tua yang Mendewakan Pendidikan Formal

01/12/2020
in Artikel, Opini
Reading Time: 5min read
0 0
0
MI Manbaul Huda Temanggung Periksa Siswa Secara Berkala

Ilustrasi

0
SHARES
46
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke Whatsapp

Oleh Ahmad Nahrowi

Zaman sekarang orang tua akan bangga jika buah hatinya memperoleh gelar nritik dibelakangnya, meskipun attitude dan unggah-ungguhnya kurang, meskipun entah nanti setelah mati anak-anaknya bisa mendoakanya apa tidak, atau cukup diputarkan MP3 Surat yasin, entah! Mereka tidak peduli, masa bodoh, apatis, yang penting anak-anaknya sudah sukses di dunia tanpa mementingkan kesuksesan di akhirat.

Mereka rela banting tulang, kepala jadi kaki, berangkat pagi pulang hampir pagi lagi, demi membiayai putra-putrinya. Pendek kata orang tua sekarang begitu mendewakan pendidikan formal. Jika tidak memasukan putra-putrinya ke sekolah formal seolah kehidupanya tidak nyaman. Selalu terngiang dipikiran saya, kenapa stereotipe orang tua terhadap dunia pendidikan formal begitu besarnya seolah menggantungkan hidup di dunia formal.

Berkebalikan dengan dunia pesantren yang dipikiran mereka selalu termarjinalkan. Anggapan mereka pesantren itu hanya berkaitan dengan hal religius dan spiritual saja, yang erat hubunganya dengan akhirat dan ritual-ritual keagamaan, mereka menganggap pesantren tertinggal dan tidak bisa diharapkan.

Bacajuga:

Nalar Kritis Santri dan Aktivitas Berpikir Radikal

Metode Pembelajaran Generasi Digital

26/05/2022
2
Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

26/05/2022
3
Puisi-Puisi Puji Pistols

Islam: Agama Damai, Santun, dan Toleran

26/05/2022
1
BK Preventif dalam Meningkatkan Nilai An-Nahdliyah

Sekolah: dari Pandemi hingga K-Pop

17/05/2022
9

Setelah melalui angan-angan yang panjang, kajian-kajian dibeberapa pustaka, dan diskusi santai diwarung kopi, saya mendapat nataijul fikri (buah fikiran), dibalik orang tua zaman sekarang yang begitu mendewakan dunia formal, ternyata tanpa disadari mereka adalah korban dari Kolonial Belanda. Kok bisa korban? bukankah kita sudah merdeka? Mari telaah ulasan saya dibawah ini:

Dalam sejarah tidak asing ditelinga kita HIS, Volkscholl (Sekolah Rakyat) dan ELS. Ketiganya lembaga pendidikan buatan kolonial yang akrab ditelinga Veteran maupun diangan-angan buyut moyang kita, dahulu jika pribumi ingin bekerja di post-post atau setidaknya memiliki pekerjaan yang layak syaratnya harus memasuki pendidikan tersebut. Selain dari lulusan pendidikan tersebut sulit untuk mendapat pekerjaan layak.

Diluar tiga lembaga pendidikan diatas, sebenarnya masih banyak lembaga pendidikan formal lainya, namun HIS, Volkscholl dan ELS lebih berpengaruh dan masyhur dimasa itu. Kita mulai dari HIS (Hollandsche Indlandsche School), berdiri pada tahun 1914, sekolah ini hanya diperuntukan untuk golongan atas, anak priyayi, anak sultan ataupun keturunan Belanda, jika kalian anak petani jangan harap bisa mengenyam dipendidikan ini. Apabila lancar, HIS bisa ditempuh tujuh tahun, setelah itu lanjut di Mulo (setingkat SMP), AMS (setingkat SMA) dan bisa ngampus di Stovia (sekolah kedokteran).

Kemudian ELS (Europesche Lager school), berdiri tahun 1817 pendidikan dasar ini dikhususkan untuk orang-orang berdarah eropa, hanya segelintir pribumi yang bisa masuk di ELS, setelah itu bisa lanjut di HBS (SMA) dan bisa meneruskan kuliah di Belanda, lanjut pendidikan militer ataupun bekerja. Terakhir Volkscholl atau akrab dengan sebutan Sekolah Rakyat, berdiri pada tahun 1907.

Jika HIS dan ELS tadi diperuntukan kepada kelas atas Borjuis, maka hadirnya Volkschool ini sebagai wadah pendidikan formal kaum Pribumi Proletar, mirisnya pendirian Volkshool ini  merupakan awal mula penjajahan pendidikan kita oleh Kolonial, yang selanjutnya merubah sudut pandang masyarakat terhadap pendidikan. Karena maksud dari pendirian Volkscholl ini disiapkan oleh kolonial untuk mengisi post-post dan menjadi buruh di perusahaan milik kolonial.

Hal ini sesuai dengan penuturan Van Den Bosch yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Jendral Hindia-Belanda, dikutip dari encyclopedia Jakarta-tourism, Van Den Bosch telah merasakan bahwa tanpa bantuan penduduk pribumi yang terdidik, baik untuk administrasi pemerintahan maupun pekerja kelas bawah, pembangunan ekonomi di Hindia Belanda tidak mungkin berhasil. atas dasar itu, didirikanlah Volkschool.

Lalu dimanakah letak kita sebagai korban kolonial? Bukankah Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro dan juga banyak pahlawan lainya lahir dari sistem pendidikan yang dibawa kolonial? Saya mengakui sekali atas peran tersebut, namun yang saya sayangkan efek sampingnya secara perlahan pendidikan kolonial merubah total mindset Bangsa Indonesia, parahnya itu bertahan hingga sekarang.

Diatas sudah saya terangkan bahwa pendidikan yang dibawa kolonial maksud tujuanya adalah untuk mempersiapkan pekerja-pekerja, tapi kita tidak menyadari sebelum lahirnya pendidikan formal bawaan kolonial, Bangsa Indonesia sebelumnya telah memiliki pendidikan sendiri  tak lain tak bukan adalah sistem pendidikan Pondok Pesantren. Dimana pemuda dulu berduyun-duyun bersusah payah nyantri.

Disparasi (perbedaan) antara pesantren yang lahir jauh sebelum adanya pendidikan formal dengan pendidikan formal itu sendiri sangat ketara. Pondok Pesantren, sistem pendidikan yang lahir dari warisan Sunan Ampel ini berdiri atas kesadaran penuh masyarakat akan pendidikan, khususnya pendidikan agama istilahnya Li izalatil jahli, linaili ridhollohi, wa li ihya’i add-dini (Menghilangkan kebodohan, mendapat ridho Allah dan menghidupkan agama).

Bisa dipastikan masyarakat yang menimba ilmu dipesantren mindset atau pola pikirnya jauh dari kata materi’il dan perkara keduaniawian, mereka yang belajar disini murni dari hati nurani dan tidak silau dengan iming-iming duniawai, kontras dengan pengenyam pendidikan formal yang menimba ilmu demi mendapat pekerjaan, jabatan dan berada di zona nyaman.

Sebelum Belanda mendirikan HIS, ELS, Volkskoll dll. Sebenarnya melalui Surau-surau kecil, Langgar, Masjid, Pondok, Kiai dan tokoh agama sudah mengajarkan pendidikan. Tapi sayangnya yang dianggap Bapak Pendidikan nasional malah Ki Hajar Dewantoro yang notabene lahir dari produk pendidikan kolonial, bukan tokoh pendiri pesantren yang murni dari dalam negeri. Tidak hanya perkara spiritual religius saja yang disuguhkan pesantren, selanjutnya karena kolonial yang semakin bengis, pondok dan pusat tempat pengajaran islam lainya menjadi basis utama perlawanan kepada kolonialis, karena santri juga diajari dengan hubbul wathon minal iman, istilah formalnya nasionalisme dan patriotisme.

Kesimpulan dari opini saya ini adalah niat belajar bangsa kita yang sebelumnya murni untuk benar-benar menghilangkan kebodohan, niat itu terkotori oleh kolonial, tergiur dengan pendidikan formal yang mereka bawa, niat belajar nuprih berubah untuk mencari materi, pangkat tinggi, pekerjaan, suatu niat yang penuh dengan pamrih, sistem pendidikan yang dulunya kental akan nilai budi luhur pakerti dan bertahan berabad-abad, tersingkirkan oleh pendidikan formal materialis dan itu bertahan hingga generasi sekarang bahkan sudah menjadi kepercayaan.

Bangsa yang hampir enam abad menggunakan pendidikan pesantren, lenyap tergerus dengan pendidikan yang dibawa kolonial. Niat untuk menghilangkan kebodohan, mendapat ridho Allah SWT dan menghidupkan agama hilang, luntur. Bahasa kasarnya mindset kita tentang pendidikan sampai sekarang masih terjajah.

Lalu pendidikan formal itu buruk? anda tidak setuju dengan pendidikan formal? Bukankah kita akan tertinggal jika tidak memakai sistem pendidikan formal seperti sekarang? Anda menghendaki untuk menghapus pendidikan formal?

Bukan begitu, saya tetap setuju dengan pendidikan formal, wong saya sudah tujuh belas tahun melahap pendidikan formal, saya tidak mau munafik, yang saya sayangkan hanya mindset masyarakkat ini yang goyah, saya meyakini Formal itu penting, tapi pendidikan agama itu wajib, dan pendidikan yang wajib ini sekarang malah menjadi ‘aib’ ditengah masyarakat.

Pembahasan ini akan saya lanjutkan di part kedua yang akan datang. Wallahu a’lam.

-Santri Pon. Pes Lirboyo HM Al-Mahrusiyah, Mahasiswa IAI Tribakti Kediri. Redaktur Pers Elmahrusy, Author Almahrusiyahlirboyo.sch.id

Tags: Ahmad NahrowiDi Balik Orang Tua yang Mendewakan Pendidikan Formal
ShareSendTweet
Previous Post

Habib Luthfi, Ulama Out of the Box

Next Post

SAKO Pramuka Ma’arif NU Jateng Gelar Bedah SKU terintegrasi dengan Aswaja

Related Posts

Nalar Kritis Santri dan Aktivitas Berpikir Radikal
Artikel

Metode Pembelajaran Generasi Digital

26/05/2022
2
Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat
Artikel

Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

26/05/2022
3
Puisi-Puisi Puji Pistols
Artikel

Islam: Agama Damai, Santun, dan Toleran

26/05/2022
1
Next Post

SAKO Pramuka Ma'arif NU Jateng Gelar Bedah SKU terintegrasi dengan Aswaja

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKUTI KAMI

  • 2.1k Fans
  • 1.5k Followers
  • 1.7k Subscribers
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Hasil Survei: Hanya 11 Persen Masyarakat Jateng Setuju PJJ Dipermanenkan

Hasil Survei: Hanya 11 Persen Masyarakat Jateng Setuju PJJ Dipermanenkan

26/07/2020
Pendapat Bapak Kedokteran Dunia yang Belum Dipahami

Pendapat Bapak Kedokteran Dunia yang Belum Dipahami

28/10/2019
Panduan Memahami Akidah Aswaja dan Tauhid Wahabi

Panduan Memahami Akidah Aswaja dan Tauhid Wahabi

20/03/2020
Urgensi Statistika dalam Pendidikan

Urgensi Statistika dalam Pendidikan

24/07/2020
Urgensi Berpuasa dari Media Sosial

Membebaskan Pikiran dari Terorisme Digital

40
Muslim Wajib Peduli Alam dan Lingkungan

Muslim Wajib Peduli Alam dan Lingkungan

33
Penyakit Kronis Penulis Pemula

Membangkitkan Media Sosial PTKIS

31
Kebijakan Berbasis Maqasid Syariah Era Pandemi

Kebijakan Berbasis Maqasid Syariah Era Pandemi

29
Nalar Kritis Santri dan Aktivitas Berpikir Radikal

Metode Pembelajaran Generasi Digital

26/05/2022
Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

26/05/2022
MI ELPIST Temanggung Divisitasi Kanwil Kemenag

MI ELPIST Temanggung Divisitasi Kanwil Kemenag

26/05/2022
Mahasiswa INISNU Digembleng Publikasi Ilmiah

Mahasiswa INISNU Digembleng Publikasi Ilmiah

26/05/2022

Tulisan Terbaru

Nalar Kritis Santri dan Aktivitas Berpikir Radikal

Metode Pembelajaran Generasi Digital

26/05/2022
2
Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

Jimat dan Perkembangan Memori Kolektif Masyarakat

26/05/2022
3
MI ELPIST Temanggung Divisitasi Kanwil Kemenag

MI ELPIST Temanggung Divisitasi Kanwil Kemenag

26/05/2022
0
Mahasiswa INISNU Digembleng Publikasi Ilmiah

Mahasiswa INISNU Digembleng Publikasi Ilmiah

26/05/2022
0
LP Maarif NU Jateng

Maarifnujateng.or.id merupakan media siber resmi milik Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah. Platform ini merupakan media penerbitan multisegmen yang memfasilitasi dan memotivasi pendidik, peserta didik LP Ma’arif NU serta masyarakat umum untuk memahami, menjiwai dan mencintai Ahlussunnah Waljamaah Annahdliyah serta mengembangkan kemampuan literasi.

Instagram

  • #harlahansor #harlahansor88
  • #harlahfatayatnu #harlahfatayatnu72
  • #maarifnujateng #maarifnu #maarif #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng
  • Marhaban ya Ramadhan..
  • Selamat 70th Harlah PERGUNU, Guru Mulia Membangun Peradaban Bangsa.

#pergunu #pergunujateng #pergunupusat #harlahpergunu #harlahpergunu70
  • Selamat 70th Harlah PERGUNU, Guru Mulia Membangun Peradaban Bangsa.

#pergunu #pergunujateng #harlahpergunu70 #harlahpergunu
  • #pwnujateng #pwnu #pwnujawatengah #nujateng #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng #maarifnujateng #maarifnu
  • #pwnujateng #pwnujawatengah #pwnu #nujateng #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng #maarifnujateng #maarifnu
  • Mugi husnul khatimah, yai...

Alamat Redaksi

Jalan dr. Cipto No. 180 Karangtempel, Kota Semarang, Jawa Tengah 50124

Email:
asnapustaka@gmail.com
HP: 0821-3761-3404

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Cara Kirim Tulisan

© 2020 Maarifnujateng.or.id - Hak cipta terpelihara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

No Result
View All Result
  • Berita
  • Artikel
    • Opini
    • Esai
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
    • Pustaka
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Sekolah dan Madrasah Unggulan
  • Unduh
  • Kirim Tulisan!

© 2020 Maarifnujateng.or.id - Hak cipta terpelihara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Go to mobile version