Oleh Rifqi Silfiana
Salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan yang lainnya adalah pesantren. Lembaga pendidikan ini menyediakan fasilitas berupa asrama/pemondokan bagi para santri selama 24 jam di bawah bimbingan seorang atau beberapa kiai.
Pesantren merupakan lembaga keagamaan yang memegang nilai dakwah berdasarkan kearifan dan cara yang baik. Pesantren memiliki kontribusi sangat besar dalam pembangunan dan telah di akui eksistensinya dalam sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah pada masa kolonial.
Ada beberapa pendapat mengenai asal usul dan latar belakang pesantren di Indonesia. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Kedua, menyatakan bahwa kehadiran pesantren di Indonesia diilhami oleh lembaga pendidikan kuttab, yaitu lembaga pendidikan pada masa kerajaan Bani Umayah yang semula hanya merupakan wahana atau lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah. Ketiga, pesantren yang ada sekarang merupakan pengambilalihan dari sistem pesantren orang-orang Hindu di Nusantara pada masa sebelum Islam.
- Iklan -
Pesantren salaf menyelenggarakan pendidikan Islam non-klasikal dengan metode bandongan, sorogan dan wetonan dalam mengkaji kitab-kitab klasik (kitab kuning) oleh ulama-ulama abad pertengahan.
Relasi
Filsafat mengajarkan kita, bahwa cara melihat gejala dan fenomena harus menggunakan kacamata. Kacamata yang digunakan pesantren salaf adalah mazhab Syafi’iyah. Disinilah muncul adanya kolerasi antara pesantren salaf, NU, dan filsafat.
Pesantren salaf berafiliasi kultural ke Nahdlatul Ulama (NU) dengan ciri khas berakidah tauhid Asy’ariyah Maturidiyah, membaca tahlil pada tiap malam Jumat, baca qunut pada shalat Subuh, tarawih 20 rakaat plus 3 rakaat witir pada bulan Ramadan, kultur dan paradigma berpikirnya didominasi oleh term-term klasik, seperti tawadlu’, zuhud, qana’ah, barakah atau akhirat oriented.
Pesantren salaf terkenal yang tetap mempertahankan sistem salaf dan ke NU-annya adalah Pondok Pesantren Sarang Rembang, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Subtansi tahlilan sendiri pantas dan sah untuk dilestarikan di pesantren salaf yang berafiliasi kultural NU. Tahlilan mengajaran kita untuk mengesakan Allah, rendah hati, dan saling berbagi. Juga pada konsep pembagian berkat sebagai rasa sosial dan adil untuk semua kalangan. Pembelajaran ini sangat pas dan cocok untuk diterapkan kepada santri yang tinggal di pesantren.
Perlu kita ketahui, di kalangan pesantren, filsafat kurang begitu populer. Beberapa pesantren menolak filsafat karena dianggap merusak akidah para santri. Padahal, justru kita harus belajar filsafat agar tidak dogmatis dalam beragama dan dalam berilmu pengetahuan.
Namun sejatinya, mau tidak mau, pesantren tetap berkolerasi dengan filsafat. Salah satu aliran filsafat yang dianut pesantren salaf berafiliasi kultural NU adalah filsafat perenialisme. Filsafat ini berpandangan melestarikan produk (hasil) ijtihad para ulama terdahulu, jalan di tempat, dan tidak boleh lompat dari great book. Sehingga santri NU mengkaji kitab kitab klasik bermazhab Syafi’iyah.
Santri NU menganggap kiai sebagai figur sentral, edukator karakter, pembimbing rohani dan pengajar ilmu agama. Filsafat esensialisme telah memberikan formula tentang dasar pemikiran para santri bahwa pembelajaran yang paling efektif dan efisien adalah pendidikan berpusat pada guru.
Esensialisme mengedepankan kualitas (mutu) dan tidak mementingkan lahir. Sehingga, santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah. Hal ini dapat kita ketahui bahwa tujuan utamanya hanya ingin mencari keridaan Allah semata.
Tidak ada alasan bagi santri NU untuk tidak berfilsafat. Setidaknya, para santri berfilsafat dalam wilayah profan, yakni alam dan manusia. Santri dapat menjadikan nahwu sebagai objek filsafat. Nahwu dan filsafat sama sama memiliki persamaan mendasar, yaitu penalaran. Sehingga akan membuat santri lebih antusias dalam belajar. Dengan harapan, pesantren salaf mampu melahirkan kader-kader NU yang intelektual agamis dan mampu mengembalikan kejayaan Islam di era milenial ini. (Hi).
-Penulis adalah mahasiswi Pascasarjana IAIN Salatiga.