Ke dalam Lembah Hati Ibu
ibu, matamu ialah hutan hijau
dari hutan Aceh sampai ke hutan Papua
begitu dengan hatimu
ialah sungai mengalir deras ke hati keluarga
mampu mendikte sampah-sampah.
ibu, cahaya yang menerobos masuk ke celah-celah daun
mangga itu ialah cahaya senyummu
tiap hari berwudhu
sedang daun-daun beterbangan
gosip berhamburan
susah, diejek. Senang, apalagi-
sungguh, di kedalaman hatimu terdapat tanah subur
dan pembatas yang kokoh ibu
ditanam kejelekan, ibu sulap tumbuh jadi kebaikan
ditanam kebaikan, ibu sebar kebermanfaatan.
(Padang, 2020)
- Iklan -
Corona dan Kota Puisi
kepala kita rontok
berjatuhan ke tanah
memikirkan nasib kota
puisi sedang di ujung tandus
dilanda virus
virus Corona
di kota puisi, tak boleh keluar rumah
sekolah-sekolah daring
nampak tilas kota puisi
benar-benar lengang dari peradaban
dari kebisingan biasa
rumah ialah penjara sendiri di kota puisi
kota puisi, di sana keluh kesah merambah
dan meramu dengan kata-kata puisi paling mutu
semua takut mati, katanya
kataku
corona itu datang
tanpa diundang
meliuk-liuk lewat angin
orang-orang banyak terkurung bersama bungkusan
mati di kota puisi
lalu derai keringat pahlawan medis menyisakan pilu
tanpa ikatan darah,
tetapi terikat jiwa demi orang-orang pulih
perjuangan medis, perjuangan bersama,
hingga benar-benar corona hilang dari kota puisi
(Padang, 2020)
Bayar Dendam
dendam
pesan masuk ke Handphone sebentar
ini ialah dendamku yang kubayar
sebab dendamku
sudah bertumpuk
sampai-sampai tinta penamu
habis untuk mencatatnya
ketika kau tagih,
aku meminta kertas
berisi tulisan angka-angka
berjatuhan di bola mataku. dendam bertahun-tahun
aku lari dari dendam
apakah hutang dendamku sudah masuk ke Handphonemu?
jika sudah, jangan lupa balas
kertas berisi angka-angka
silakan dirobek atau dicoret
dendamku sudah lunas
jangan kau sampai menyimpan dendam atas dendamku
nanti kamu terluka
aku berdosa.
kau dan aku saling bermaf-maafan saja.
-dendam, luka dibawa bahagia-
(Pasaman, 2020)
Kerja
satu tahun menganggur
aku terlunta-lunta mencari kerja
tersandung kerikil di jalan
sibuk berpikir
malas membaca koran
ribuan susunan kata-kata
pencurian, pembunuhan, pengangguran, korupsi
cerita bapak kuabaikan
betapa pentingnya kasus-kasus itu?
kopi buatan ibu di atas meja
lengkap dengan koran yang selalu dibaca bapak
duduk membaca suntuk ditemani kopi
berjumpa lowongan kerja
syarat-syarat dan alamat kerja
urus semua berkas, kirim, seminggu menunggu sunyi
berdoa sepanjang malam, sepanjang pagi
berdering Handphone
selamat Anda diterima kerja
betapa geger jantungku, berkeringat dingin badan mendengar kabar
(Padang, 2020)
Batu di Jantungku, Pecah oleh Komala
ketika kata-kata kurangkai melengkung tajam
Komala meluruskan
dengan nasihat-nasihat dingin seperti air
walaupun aku keras seperti batu
jantungku batu
ketika lengkung tajam telah lurus
detak jantung Komala semakin deras
kata kasar, halus
terus dikirimkan Komala kepada Tuhan
agar aku tidak membatu
meretakkan batu dalam jantungku
batu di jantungku telah retak
air sudah mengalir deras
(Padang, 2020)
*Rilen Dicki Agustin lahir di Pasaman, Sumatera Barat, 10 Agustus; tinggal di Pasaman. Saat ini, mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, Padang. Puisinya sudah terbit diberbagai media massa. Baik media cetak maupun media online.Seperti; Bangka Pos, Radar Cirebon, Singgalang, Haluan, Rakyat Sumbar, Riau Pos, dan lain-lain. Puisinya juga termaktub dalam Festival Banjar Baru’s Rainy Day 2020.