KE SEBUAH PESISIR
barangkali tahun tahun hanya bayang
sehimpunan hunjam kecemasan yang
lebih deras dari hujan musim ke sembilan
hingga sungai sungai meluap
mengabarkan keruh yang sebelumnya tersembunyi
di bawah lipatan lembar cuaca
arus di sungai akan pergi menuju muara
sambil mengangkut cerita dari rindang perkampungan
yang dilewatinya
seperti juga bulan bulan yang bergantian
merekam peristiwa keterasingan
anak anak manusia di siklus pencarian
memberat muatan di penghujung tahun
dengan serpih serpih getun mengalun
ada jejak teduh yang seperti menjauh
mengetuk getar keberadaan yang samar
memaknai kedatangan dan kepergian
seperti teka teki yang berulang dan bersilang
- Iklan -
hanya angin dan ombak yang terkirim
menjadi lirik jernih dari panjang nyanyian
dan tabah melewati musim demi musim
untuk merawat segugus percik ingatan
Jakarta, 2018
SEBUAH LETUSAN
ada yang tak bisa ditahan
setelah bertahun tahun
tertimbun di kedalaman
dan mesti lekas dikatakan
sebab terlampau panas napas
mendesak ke tubir tafsir
pun pucuk pesan nyalakan batu
dalam peraman remah waktu
ada yang mesti disampaikan
lewat lingkar renung menuju raung
hingga langit menjelma cermin
bagi musim yang dikuyupi getir abu
Bekasi, 2018
KABAR LAHAR
dari lambung bumi yang mual
lahar menguar keluar
memanjat kerongkongan
yang lebih gelap dari persangkaan
seperti hendak memberi salam kabar
pada ingatan ruang yang majal
dari pergolakan di kedalaman
yang tak beda dengan pertentangan di permukaan
seperti gerak mencari keseimbangan makna
mendesak desak ke celah puncak
seperti pencarian alamat oleh pembaca
di sebuah gunungan sajak
ia kerap datang seperti tiba tiba
karena isyarat tak terbaca
oleh nadi zaman yang sibuk
atau raut waktu retak menyimpan lapuk
ada gelegak yang melebihi rindu
ingin kirimkan leleh dari keasaman
usia yang nyaris lelah menunggu
seperti mengajarkan tafsir hidup dan keberadaan
ia yang menempuh jalan panjang mengalir
menyusur nasib dengan desah batu dan pasir
begitu piawai mengetuk pintu pintu rahasia
dan keluarkan air mata dari rumahnya
Jakarta, 2018
HUTAN GAMELAN
:merapi
ada irama yang terbawa angin
menisik senja berwarna abu abu
seperti bisik bisik dari pejalan jauh
yang tak teraba tangan dan mata
menembus sela sela jajaran pohon pinus
yang tumbuh di lingkar angan
karena yang terhampar
pasir dan bebatuan jadi belukar
suara tetabuhan gamelan pelan pelan
mengirimkan lakon dari bentang pakeliran
wayang kulit yang berjalan dan menari
serta kadang berkata serupa sabda
mengunggah kisah dan petuah petuah
dari para penunggu sunyi
dengan persembahan dan sesaji
wayang wayang bergerak sendiri
saron dan peking menguarkan lengking
seperti letupan letupan golak didih
air panas di kawah cekungan
sementara kendang menghentak hentak
seperti letusan dan ledakan
dari puncak ketinggian
dan bunyi gong terbit dari gua kedalaman
seperti cetus getaran gempa
yang mengingatkan tentang semesta kuasa
sedangkan gesekan dawai rebab
terasa memberat pada waktu
menyayat bayang bayang hari kemarin
dan mengudarakan ke khayal esok mungkin
hingga menambah gigil menikam pori
tubuh tua yang makin akrab dengan sepi
perulangan sebuah gending
mengusapi celah celah musim yang kering
dengan patah patah nada mengiringi
merapi yang merangkai ritus api
Bekasi, 2018
TAKWIL ERUPSI
apakah letusan gunung yang tebarkan lava
tak berbeda dengan ekstase penyair muda
yang meledakkan sehimpunan puisinya
di halaman rumah pembaca
barangkali memang sama
erupsi yang membagikan takwil cuaca
: sepi pun pecah, usia seperti sepah
Jakarta, 2018
*Budhi Setyawan, lahir di Purworejo 9 Agustus 1969.Mengelola Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB), serta ikut bergabung di komunitas Sastra Reboan dan Komunitas Sastra Kemenkeu (KSK).Buku puisi terbarunya Mazhab Sunyi (2019). Bekerja sebagai dosen. Saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.