Semarang, Maarifnujateng.or.id – LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah mengikuti Rapat Koordinasi Teknis (RAKORTEK) Program Kerjasama Pemerintah RI – Unicef tahun 2020 yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Jawa Tengah secara daring melalui aplikasi zoom meeting yang diikuti peserta di kantor masing-masing pada hari Selasa, 14 Juli 2020.
Bappeda menyampaikan paparan pelaksanaan program kerjasama Pemerintah RI – Unicef dalam mendukung rencana pembangunan Provinsi Jawa Tengah. Fokus program kerjasama ini untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) Jawa Tengah dalam upaya mendukung meningkatkan kesejahteraan rakyat (kesehatan, pendidikan, sosial, dan pemenuhan serta perlindungan hak). “Kerjasama ini untuk mendukung capaian target kinerja pemerintah provinsi Jawa Tengah,” kata Nanang Dwi Saputro, SE, Kasubbid Kesejahteraan Sosial Bappeda Jawa Tengah.
Kerjasama tersebut dijabarkan dalam tiga lingkup program kerjasama di Jawa Tengah, pertama, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak melalui kegiatan kesehatan ibu anak dan gizi, kedua, pendidikan anak usia dini dan perkembangan remaja melalui kegiatan pendidikan inklusi dan penanganan anak tidak sekolah (ATS), dan ketiga, perlindungan anak (pencegahan dan penanganan kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan) melalui kegiatan pengembangan pusat layanan kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI).
Metode pelaksanaan program kegiatan melalui pengembangan inisiatif model yang dibutuhkan di tingkat daerah. Sedangkan penunjunkan mitra melalui mekanisme programme cooperation agreement (PCA). Tercatat sebagai mitra pelaksana program kerjasama Unicef di Jawa Tengah adalah LPPM UNDIP, LPPM UNNES, LPPM ITB Semarang, Yayasan Setara, dan LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah.
Education Consultant Unicef, Supriono Subakir menyampaikan bahwa ada dua program terkait pendidikan yang dikerjasamakan di Jawa Tengah, yaitu program penanganan anak tidak sekolah (ATS) yang dikelola oleh LPPM ITB Semarang di Brebes dan pendidikan inklusi yang dikelola oleh LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah di Kabupaten Semarang, Brebes, Banyumas, dan Kebumen.
Untuk penanganan ATS akan direplikasi ke sekolah dan kabupaten lain seperti yang sudah dilaporkan tim ITB Semarang, sementara program pendidikan inklusi berakhir kontraknya di bulan Juli ini. Menurutnya LP Ma’arif Jawa tengah tetap bisa melanjutkan program pendidikan inklusi karena sudah memiliki fasilitator tingkat provinsi dan kabupaten.
- Iklan -
“LP Ma’arif akan tetap melanjutkan program pendidikan inklusi dan siap membantu pemerintah dalam melakukan replikasi ke sekolah/madrasah dan kabupaten lain, karen Ma’arif sudah memiliki fasilitator pendidikan inklusi di tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten” jelas Supriono.
LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah sudah mendampingi 17 madrasah inklusi di empat kabupaten. Jumlah itu bertambah menjadi 28 jika digabungkan dengan madrasah/sekolah diseminasi termasuk 4 SD Negeri di 4 kabupaten tersebut. Pada bulan Februari sampai awal Maret LP Ma’arif juga mengadakan kampanye pendidikan inklusi di 8 titik di Jawa Tengah dengan jumlah peserta 3.632 kepala MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK. Inisiasi pendidikan inklusi di perguruan tinggi juga sudah dilakukan dengan UIN Walisongo Semarang, UNU Purwokerto Banyumas, dan IAINU Kebumen.
“Dari kampanye itu tentu pendidik dan tenaga kependidikan di 3.632 madrasah/sekolah sudah mendapatkan informasi yang baik tentang pendidikan inklusi. Dan pada pelatihan awal bulan Maret sudah melibatkan peserta dari Pekalongan, Magelang, Purbalingga, Banjarnegara, Batang, dan Wonosobo. Kami juga sudah berkomunikasi dengan perguruan tinggi,” tutur Miftahul Huda, pengurus LP Ma’arif Jateng Bidang Kerjasama yang juga program officer kemitraan LP Ma’arif Jawa Tengah – Unicef.
Dia mengharapkan pemerintah segera mereplikasi program pendidikan inklusi di sekolah/madrasah di kabupaten lain di Jawa Tengah dari tingkat dasar sampai SLTA sehingga kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dilayani dan tidak terkumpul di beberapa madrasah/ sekolah saja.
“Tanggal 2 Juli 2020 kemarin kami berkonsultasi dengan Bappeda Jateng, dan jumlah siswa ABK di sekolah reguler yang kami paparkan dianggap terlalu besar. SDN Arcawinangun Banyumas PDBK nya 64 siswa, SDN Surotrunan Kebumen 19 siswa, SD Semai Jepara 30 siswa, dan MI Keji Ungaran 25 siswa. Ini dianggap terlalu besar bagi sekolah/madrasah reguler oleh Bappeda” Imbuhnya.
Rakortek ini melibatkan Kemenag Jawa Tengah, Bappeda Jawa Tengah, Kemenkumham Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Dispermardes Dukcapil Jawa Tengah, dan Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinpermades dari Kabupaten Klaten, Blora, Sragen, Banyumas, Brebes, Rembang,Kota Semarang, Surakarta, dan Pekalongan. Zoom meeting ini juga dihadiri Ditjen Bina Bangda Kemendagri. Hadir pula mitra Unicef LPPM UNDIP, LPPM ITB Semarang, Yayasan Setara, dan LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah. Tim Unicef diwakili oleh Armunanto, Naning Pudji Julianingsih, dan Supriono Subakir. (Admin/Emha).