Oleh Abdul Aziz
Diangkatnya Nadiem Anwar Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) oleh Presiden Jokowi, membuat banyak orang terkejut dan penuh tanda tanya, bahkan tak sedikit yang meragukan kemampuan CEO gojek tersebut dalam menangani peliknya dunia pendidikan di Indonesia. Namun seiring berjalanya waktu, dugaan-dugaan negative yang dialamatkan kepada Mendikbud mulai berubah, hal ini tidak terlepas dari aksi dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh mendikbud, mulai dari teks pidato saat hari guru yang viral sampai dengan yang terbaru yaitu 4 kebijakan “Merdeka Belajar”.
Dua bulan menjabat Mendikbud, Nadiem Makarim mengeluarkan 4 kebijakan merdeka belajar, di mana 4 kebijakan tersebut dianggap memberi solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. 4 kebijakan tersebut adalah: perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Setiap kebijakan baru pasti akan menimbulkan gejolak di masyarakat, pro dan kontra pasti menyertainya, ini adalah hal yang biasa terjadi dan lumrah, begitupun dengan 4 kebijakan merdeka belajar yang dikeluarkan oleh Mendikbud. Misal mengenai penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) dari dulu ada yang pro dan ada yang kontra tentang penyelenggaraan UN ini. Pihak yang setuju berdalih bahwa untuk mengetahui kemampuan siswa harus dilaksanakan UN, sedangkan yang kontra beranggapan bahwa tidak adil rasanya jika kemampuan siswa cuma diukur dengan mengerjakan soal-soal UN.
- Iklan -
Pada aplikasinya nanti, UN tidak dihilangkan namun dilaksanakan pada tengah jenjang bukan di akhir jenjang, misalnya UN dilaksanakan pada saat kelas 4 SD, 8 SMP, 11 SMA hal ini bertujuan agar sekolah bisa melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap hasil yang telah dicapai oleh siswa sehingga terwujud pendidikan yang berkualitas.
Mendikbud menjelaskan mengenai UN, tahun 2020 merupakan pelaksanaan untuk terakhir kalinya. “Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. (Liputan6.com, 11/12/2019).
Kemerdekaan Bagi Guru
Kebijakan Nadiem sebagai Mendikbud selanjutnya adalah akan menghapus USBN yang selama ini telah dilaksanakan, sebagai gantinya hanya akan ada ujian sekolah. Dalam hal ini Nadiem menginginkan sekolah memiliki tolak ukur tersendiri bagi muridnya sedangkan evaluasi atau penilaian terhadap siswa atau murid itu dilakukan oleh guru (Tribunnews.com. 12/12/2019).
Pemberian wewenang kepada guru untuk melakukan evaluasi dan penilaian terhadap anak didiknya merupakan satu langkah maju, karena pada dasarnya yang mengetahui perkembangan dan kemampuan peserta didik adalah guru tersebut sehingga pengembalian USBN ke sekolah merupakan kemerdekaan bagi sekolah dan guru. Namun tentunya dengan sarat sekolah maupun guru harus objektif dalam memberi penilaian.
Selanjutnya, kebijakan di bidang Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) menjadi gebrakan Nadiem yang dianggap sebagai sebuah kemerdekaan bagi guru, pasalnya melalui Merdeka Belajar, Menteri Nadiem akan menyederhanakan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Beberapa komponen akan dipangkas dan guru akan memiliki kebebasan dalam memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen (Kompas.com.12/12/2019).
Menjadi seorang guru tidaklah mudah, selain dituntut untuk menjadi seorang panutan, guru juga harus menguasai administrasi pendidikan, tak terkecuali penyusunan Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP). Dengan dipangkasnya komponen RPP menjadi tiga komponen inti, menjadikan beban guru menjadi ringan, jika sebelumnya membuat RPP bisa mencapai belasan halaman kini cukup 1atau 2 halaman saja.
Penyusunan RPP yang efektif dan efisien, membuat guru mempunyai waktu luang untuk melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran itu sendiri sehingga proses pembelajaran bisa berjalan sesuai target, begitupun dari sisi biaya, sekolah bisa menghemat biaya untuk membeli tinta dan kertas yang digunakan untuk ngeprint RPP tersebut. Bayangkan saja jika 1 guru membuat RPP 10 halaman setiap minggunya dan dalam 1 sekolah ada 50 guru maka setiap minggu sekolah ngeprint sebanyak 500 halaman, dalam 1 bulan ada 4 minggu maka 500×4 = 2000 halaman dalam 1 bulan.
Belajar di Era 4.0
Revolusi Industri adalah perubahan besar-besaran yang terjadi di berbagai bidang kehidupan manusia yang disebabkan kemajuan teknologi yang semakin pesat. Perkembangan Revolusi Industri mulai dari Revolusi Industri 1.0 sampai saat ini kita memasuki Revolusi Industri 4,0 semuanya memberi dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia tak terkecuali dalam hal belajar.
Efek yang begitu terlihat dari adanya Revolusi Industri 4.0 ini yaitu arus informasi yang begitu lancar dan referensi yang makin membludak. Hal ini menjadikan proses belajar mengajar menjadi semakin mudah, belajar tidak harus berkumpul di suatu tempat namun bisa dilakukan dengan online, begitupun dengan proses penilaian bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Ini adalah sebuah kemajuan dalam dunia pendidikan yang memudahkan proses belajar mengajar.
Namun, ada hal yang harus diwaspadai oleh guru maupun peserta didik tentang peluang dan tantangan proses pembelajaran di era 4.0 ini, yaitu setiap individu harus lebih aktif, inovatif dan berusaha untuk terus meningkatkan kualitas diri, pasalnya era 4.0 adalah era yang serba cepat, kalau kita tidak bisa aktif dan meningkatkan kualitas diri maka kita akan tergerus oleh keras dan kejamnya kemajuan teknologi.
Maka dari itu, 4 kebijakan Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan (Mendikbud) selayaknya diimbangi dengan kualitas SDM yang mumpuni sehingga keduanya bisa bersinergi dengan baik. Dengan demikian Kemerdekaan Belajar akan segera terwujud. Wallahu ‘a’lam Bissawab.