Oleh: Bagus Dwi Hananto
Limbung dalam keabadian neraka, Kandata tertatih di tengah-tengah ruang hampa. Hanya kegelapan dan rentetan suara merisak pendengarannya. Kandata merasa tubuhnya berputar-putar. Tempat dia berpijak merupakan penebar ketakutan sejadi-jadinya. Tak ada apa pun bisa dijadikan sandaran, dan di mana pun dia menelusurkan pandang, cuma kegelapan. Bersuara tak ada guna. Murka apalagi. Seakan tersekat serta dibatasi, Kandata tertindih habis kegelapan yang melingkung.
Namun pada hari yang tak diketahui sebab keabadian neraka, suatu benang tipis nyalang terjulur dari atas langit yang seolah tak terbatas. Sang Buddha memberi pertolongan pada Kandata si pembunuh bengis. Sang Buddha mencelupkan kuasanya dan menurunkan benang ke neraka. Kandata yang tertolong, dengan rakus beranjak memanjat benang. Dia ingin segera lepas dari neraka. Setelah beberapa waktu memanjat benang, Kandata menengok ke bawah dan mendapati pendosa-pendosa lainnya turut memanjat. Kandata bergerak lebih gesit dan terus memanjat. Kandata sudah sampai jauh usai melewati keabadian dan berhasil tiba sebelum para pendosa lain.
Pada ujung benang, sebuah lubang seukuran tubuhnya menganga memperlihatkan cahaya surga. Kandata melongok dan melihat taman dengan gemercik air yang rasanya menyegarkan dan dapat menyudahi kehausan abadi. Bunga-bunga ragam warna bermekaran tanpa kenal musim. Dia berhasil keluar dari neraka. Sang Buddha yang begitu candra berbicara pada Kandata. Sang Buddha seakan muncul dari langit tertinggi di atas segenap langit. Kandata menatapnya penuh kekaguman tak dibuat-buat. Perasaannya gilang-gemilang oleh keharuan dan kemenangan. Sedikit kepongahan terbit di hatinya. Lalu sekonyong kehidupan dimulai lagi.
- Iklan -
***
Setelah membunuh dan merampas harta daimyo yang akan menghadiri jamuan teh di rumah tuan tanah kota, Kandata bergerak dan menghabisi enam pengusung mikoshi yang sejatinya akan melangkah ke kuil untuk membawa persembahan pada dewa. Kepala naga yang dibawa para pengusung dicongkel matanya dan dibawa Kandata lari. Kedua mata naga terbuat dari emas murni. Tanpa rasa bersalah Kandata menebas enam orang tepat pada baris torii keenam di sebuah kuil senyap. Mereka tak mengucap sepatah pun kata saking gesitnya Kandata menebas.
Aksi lelaki bengis itu berlanjut tatkala disaksikannya seorang gadis kuil berlatih tarian Kagura di paviliun tengah. Tak ada siapa pun kecuali desau angin dan suara serangga. Langkah gegas Kandata tak dirasakan si gadis kuil. Sebab si gadis menari sedemikian khusyuk. Andai Kandata tidak muncul, tentu si gadis akan menari pada malam harinya, tetapi si pembunuh menghabisi nyawanya.
Dalam pikirannya, Kandata meyakinkan diri berkali-kali: dirinya membunuh untuk kesenangan. Selepas lari dari kuil, Kandata melangkah ke hutan sambil bersiul untuk kemenangannya hari itu. Dia tertawa, bagaikan iblis yang muncul dari kerak neraka lantas menipu manusia.
Kandata lahir tanpa ayah dan ibunya seorang petani miskin dari desa kecil di selatan. Pada usia tujuh tahun dia menyaksikan kakek dan neneknya meninggal karena terjerat utang sebagai buruh tani menyewa tanah yang tak bisa melunasi utang akibat gagal panen. Ibunya membesarkan Kandata seorang diri dan melalui hari-hari penuh nestapa. Seorang tuan tanah mempermainkan ibunya Menyaksikan penderitaan yang dahsyat, Kandata memendam kebencian yang dari waktu ke waktu kian kobar. Seakan bara terus saja ditimbuni sekam. Dan pada suatu hari dia menyelinap seorang diri ke rumah si tuan tanah lalu membunuhnya berikut keluarganya. Rumah si tuan tanah dibakar habis dan perasaan menyenangkan saat melakukannya menguasai diri Kandata. Akhirnya dia mahfum, dirinya terlahir untuk kebengisan. Sejak saat itu Kandata pergi dari desa. Waktu itu usianya lima belas tahun. Ibunya meninggal tiga bulan setelah Kandata kabur.
Mulai dari jadi perampok, Kandata kadang disewa sebagai pembunuh bayaran. Semua dosa manusia yang ingin melampiaskan dendam, ditimpakan pada Kandata. Dia gembira melakukannya. Kandata hidup penuh kesenangan tanpa rasa bersalah dan ditakuti semua orang. Prajurit kekaisaran tak bisa menangkapnya walau berkali-kali sempat mengadang dan memergoki dirinya sehabis membunuh. Seakan dilindungi iblis, Kandata senantiasa menang dan senantiasa bisa melarikan diri.
Namun hari terakhirnya membunuh telah ditentukan langit. Tak selamanya kejahatan bisa menang. Setelah menghabisi banyak orang di kuil dan Kandata berjalan ke rimbunan hutan, dirinya dicegat puluhan prajurit kekaisaran. Seorang perwira melepas anak panah yang mengenai bahu Kandata yang lengah. Dia mencabut panah tersebut tanpa memikirkan rasa sakit. Tidak gentar sedikit pun, Kandata menerjang orang-orang di hadapannya. Satu per satu terbunuh, tentu saja, akan tetapi pada saat mau menghabisi prajurit terakhir, Kandata ditimpa kesialan untuk kali pertama sepanjang hidup. Seekor rusa tiba-tiba menyeruduk punggungnya. Kandata terpelanting dan prajurit di depannya bingkas lantas seketika menusukkan pedang ke perutnya. Kandata mati.
***
Ingatan Kandata sesudah mati masih tersimpan di kepalanya. Namun tempat yang dia singgahi telah malih. Bukan lagi hutan. Mendadak dirinya sadar telah mati dan kini berada di neraka.
Kandata menyombongkan diri.
“Mustahil,” pekiknya, “aku Kandata, orang paling ditakuti. Tidak bisa aku mati.”
Kandata mengulangi kata-katanya untuk meyakinkan diri kalau belum mati. Namun tak ada yang menjawab, cuma ada kegelapan dan ketakutan makin menindih. Setelah berapa lama waktu tak diketahui, Kandata menyerah. Dia mulai menyadari di sekitarnya banyak pendosa yang kelakukannya seperti dirinya. Mereka berhimpitan satu sama lain, berbagi kegelapan serupa. Kandata berteriak, memekik, mengetuk apa pun yang mampu diketuk. Namun tak ada yang menjawab kata-katanya. Kegelapan yang dibagikan neraka untuk para pendosa sudah cukup membuatnya jerih.
Lalu, setelah melalui sengsara tak berujung, benang tipis yang terurai dari atas menuju Kandata seolah penyelamat yang telah lama dinanti. Kandata menangis untuk kali pertama dan meraih benang dan bertemu Sang Buddha yang memberinya pilihan.
Pilihannya adalah tinggal di neraka atau menjalani kehidupan dan berusaha memperbaiki diri. Kandata tentu memilih yang kedua. Setelah menjawab Sang Buddha, dia seolah mendengar dentang genta raksasa dan mendadak segalanya terasa putih menentramkan.
***
Kandata lahir kembali ke dunia, ke abad lain dan situasi baru, tetapi di kehidupan selanjutnya perangai Kandata tak berubah meski neraka telah melalu reinkarnasi. Kandata akan selalu Kandata, hari-hari menuju ajalnya di kehidupan barunya tetap sama: membunuh manusia lain; terus mencabuti nyawa mereka seolah rumput sepele ditarik dari tanah.
Kandata membunuh kedua orangtuanya saat dia merampok uang mereka. Kandata melarikan diri, sebagaimana kehidupannya di masa lalu, Kandata tak tertangkap, menjalani kehidupan yang nyaris identik. Bertemu orang jahat lainnya, melakukan kejahatan atasnama kesenangan.
Setelah mati Kandata muncul kembali di neraka, menemukan benang terjuntai padanya dan naik untuk bertemu dengan Sang Buddha. Kandata menjalani reinkarnasi selanjutnya dan hidup dengan garis hampir mirip dengan kehidupan sebelumnya.
Di kehidupan itu Kandata jatuh cinta dengan seorang wanita. Dari dua status yang berbeda, Kandata dan wanita itu kawin lari dan ditempa hidup. Awalnya Kandata bukan orang jahat akan tetapi cinta bisa juga menghancurkan dirinya. Tercekik kemiskinan, bersama si wanita mereka membunuh orang-orang untuk mereguk harta benda mereka. Kandata dan perempuan itu dikenal sebagai pembunuh berdarah dingin dan pungkasan nasibnya dihukum mati di penjara.
Sekali waktu lingkaran reinkarnasi yang diberikan Sang Buddha menampilkan Kandata pada takdir lain. Dia lahir sebagai perempuan dan dinamai Kinoko. Seorang gadis dari rumah tangga bahagia. Hidupnya terjamin, tetapi setelah beranjak dewasa dan tak lagi murni, Kinoko pun menjalani kehidupan suram. Ayah dan ibunya selalu bertengkar dan sifat gelap Kinoko dari kehidupan yang telah lalu membawanya pada nasib lain. Pada usia tujuh belas tahun dia minggat dari rumah dan menemukan dunia baru. Tergantung pada obat-obatan lalu jadi pelacur. Pada usia dua puluh tiga, secara sengaja membunuh salah satu pelanggannya dan mulai sakit karena ketergantungan obat, kemudian mati mengenaskan di lingkungan pojok distrik hiburan malam. Kinoko tiba di neraka dan meraih benang serupa di kematian-kematian sebelumnya.
Mencoba cara lain, kali ini Sang Buddha menghidupkannya ke dunia sebagai bunga. Namun tetap saja, ia rupa bunga bangkai yang meski jarang tumbuh dan tampak megah, menguarkan bau busuk. Ia tinggal di pinggir sungai dan hidup singkat. Lalu ia kembali sebagai Kandata. Muncul di neraka dan bertemu lagi Sang Buddha yang menjulurkan benang guna naik ke langit menuju celah surga. Kandata bebas tentu saja, akan tetapi ketakterbatasan ini merupakan neraka sebenarnya.
*cerita ini terinspirasi dari dongeng anak-anak berjudul Benang Laba-laba karya Ryuunosuke Akutagawa
*Bagus Dwi Hananto lahir dan tinggal di Kudus. Mengarang prosa. Novelnya yang sudah terbit Si Konsultan Cinta & Anjing yang Bahagia (2019) dan Tokyo Red (2022).