Labbaik
telah kupesan rindu jauh-jauh hari
selagi ombak masih menggulung
dan amuk badai memaksaku menepi
dari hanyut perjalanan
menuju pasung dan palung
kepalsuan-kepalsuan
pada sepenggal sisa bulan syawal
di tengah rintik kenangan azal
yang kekal melukis senyuman ibu
—semoga pintu surga menyambutnya
kutanam niat sedikit terburu-buru
pejal tunas mengambang ragu
rebah sadrah di balik kelambu
di hari keberangkatan
dari jendela pesawat berbingkai cemas
sempat kulihat pendar kilau manikam
rasa menjulang yang tertambat di dada
lalu terpantul berupa bayangan di kaca
melebihi segala bentuk kebahagiaan
yang pernah tercipta sebelumnya
kusambut panggilan-Mu dengan masyuk
dalam kesunyian yang mengental
dan kebisuan kian mengenyal
karena waktu selalu lebih kejam
menghunus tajamnya harapan
di sepanjang lorong penziarahan
- Iklan -
2023
Terbang
aku melayang
di atas hamparan permadani putih
buih-buih iman yang terwujud
dari birahi menerbangkan diri
namun semakin tinggi
aku tersangkut pada lengan syahwat
pemujaan atas kemegahan langit
keakuan yang bertiup kencang
tapi semakin jauh
aku melihat di bawah sana
laut memantulkan fatamorgana
dari keruhnya isi dada
aku hanya ingin terbang
memburu cahaya ke negeri asalnya
2023
Gerbang 339
langit Madinah terbaring rendah
berselimut ketakziman warga kota
dan gemuruh selawat para peziarah
tiada senyum yang lebih anggun
selain rekah 325 payung
dan tengadah gedung-gedung tinggi
berdesakan dengan rapalan puja-puji
salam bahagia para tamu nabi
pertengahan Mei di kota ini
matahari menjadi juru masak
memanggang keindahan begitu matang
sedang napas kerinduan menjadi sesak
terimpit lorong jangkung di kiri-kanan
terapit kios-kios bisu berderet muram
—adakah mereka bangkrut?
dan lelehan kotoran burung dara
di banyak ceruk jendela bertirai jelaga
serupa nanah dari luka menganga
—ataukah mereka dikutuk?
diam-diam kuikuti jejak malam
yang kerap datang mengendap-endap
diberkati lesap angin gurun
namun perburuan bukan pesta perayaan
yang membangunkan semua orang
untuk saling bersulang kesunyian
—adakah sepi diperebutkan?
lalu kutemukan serpihan malam ditumpuk
menjadi bantal seorang gelandangan
di depan mulut gerbang 339
—ataukah dia sejatinya kesunyian?
2023
Kebun Cahaya
adalah surga yang menghampar
selebar jarak pusara dan mimbar
ketika kupandang hamparan
geming telaga menjelma seorang petapa
dengan riak-riak kecil yang tercipta
dari bilangan sembahyang dan doa
namun entah sekarang,
aku ada di mana
saat kumasuki genangan
sayap malaikat membentang di langit
dengan bulu-bulu lembut sewarna tulang
menaungi laut yang sedang kehausan
dan aku melayang,
karam di dasarnya
di Raudah,
rasanya belum lama
kuhirup semerbak harum wewangian surga
bukan setanggi, ratus, ataupun kesturi
tapi sejenis wangi yang selalu kuingat
di Raudah,
rasanya belum lama
kulihat terang putik-putik cahaya
menelanjangi lereng dan puncak bukit
yang sungai-sungainya mengalir dosa
di Kebun Cahaya,
rasanya mataku tak kuat
memandangi bunga terlalu lama
2023
Makam Baqi
aku mendengar bisikan
gundukan tanah berpasir
adalah surga yang ditopang
lebih dari 10.000 tiang
jasad orang-orang suci
dalam pembaringan
“semoga nikmat kesejahteraan
terlimpah kepada kalian”
aku melihat ratapan
geming tatanan bebatuan
adalah bisu yang tergeletak
menahan nyeri hampir seabad
terselip di sela puing-puing
reruntuhan sejarah juling
“sesungguhnya apa yang dijanjikan
kelak pasti akan datang”
aku rasakan getaran
pusara-pusara tanpa nama
adalah ukiran senja yang retak
di tangan seorang pemahat bebal
pada satu musim semi yang hangus
dibakar cuaca jahl
“sebab kami hanyalah pengikut
sebagaimana rasul mendoakan kalian”
2023
Biodata Penulis:
Ian Hasan (A. M. Nizar Alfian Hasan)
Lahir di Ponorogo, bergiat di Sanggar Pamongan Karanganyar dan Komunitas Kamar Kata. Menyukai klepon, udheng, tembakau, dan khasanah kearifan tradisi lainnya. Buku Kumpulan Cerpen perdananya berjudul Lelaki yang Mendapatkan Jawaban Atas Kisahnya Sendiri, terpilih sebagai finalis Hadiah Sastra Ayu Utami untuk Pemula “Rasa” 2022. Biasa disapa lewat akun Instagram @ian_hasan.