Oleh Isti Widodo
Akhir tahun 2019, dunia digemparkan dengan munculnya pandemi Virus Corona-19 (Covid-19). Bermula dari Cina sampai menerjang seluruh dunia dan melumpuhkan sendi-sendi vital dari berbagai negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami dampak yang cukup serius, imbas virus tersebut.
Salah satu organ vital yang terdampak virus tersebut adalah sektor pendidikan. Selama proses belajar mengajar peserta didik dan pendidik selalu dihantui oleh virus tersebut. Sehingga proses belajar mengajar diharuskan menggunakan sistem jarak jauh atau pendidikan dalam jaringan (daring).
Sekian tahun proses belajar mengajar menggunakan sistem daring menjadikan pendidik atau guru kurang mengontrol karakter siswa. Hal tersebut disebabkan antara peserta didik dan pendidik tidak dapat bertatap muka secara langsung. Kedua objek tersebut hanya bertatap muka secara virtual yang membatasi kontroling pendidikan karakter siswa.
- Iklan -
Kebijakan Pemerintah
Covid-19 mengharuskan pemerintah mengambil tindakan secara cepat, tepat dan efisian. Kebijakan utamanya adalah memprioritaskan kesehatan dan keselamatan rakyat. Sebagai aplikasinya masyarakat harus bekerja, beribadah dan belajar dari rumah. Hal tersebut untuk mengurangi kontak antar manusia secara langsung. Hasilnya akan menekan penyebaran virus Covid-19.
Penerapan kebijakan pembelajaran jarak jauh nampaknya menjadi masalah bagi sebagian sekolah atau madrasah yang tidak memiliki sistem pembelajaran jarak jauh. Pendidik harus belajar cepat untuk mengatasi masalah tersebut. Bagi pendidik yang tidak bisa beradaptasi dengan cepat akan berdampak pada kegiatan belajar mengajar. hasilnya tujuan pembelajaran yang direncanakan tidak akan tercapai. Belum lagi bagi sekolah atau madrasah yang berada di pelosok dan kurang daya dukung berupa sarana prasarana yang mumpuni, semisal jaringan internet. Tentu hal tersebut menambah daftar masalah dalam kegiatan belajar mengajar.
Di awal tahun ajaran 2022-2023, pemerintah berani mengambil kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka. Dengan harapan kegiatan pembelajaran tatap muka bisa kembali maksimal dan tujuan pembelajaran bisa tercapai. Akan tetapi, kenyataann di lapangan berbeda, nyatanya masih banyak masalah yang dialami dalam proses pembelajaran di sekolah atau madrasah.
Sebagian besar peserta didik tidak siap untuk kembali belajar tatap muka tak terkecuali pendidiknya. Setelah kurang lebih 3 tahun belajar dengan sistem daring, ternyata kurun waktu tersebut telah membentuk habituasi sendiri. Dengan habituasi baru, memuncul rasa kaget dengan kegiatan pembelajaran tatap muka. Hal itu terlihat dari kurangnya motivasi belajar, kedisiplinan berkurang, serta rendahnya daya serap materi oleh peserta didik.
Problematika di atas bukanlah satu-satunya menjadi faktor penghambat dalam mengolah dan membentuk karakter peserta didik. Banyak hal yang menjadi penghambar dalam proses belajar mengajar. hal ini menjadi pekerjaan bersama-sama antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk mengatasi dan mencari solusi agar proses belajar mengajar saat ini menjadi efisien kembali.
Selain kebijakan pemerintah sebagai panduan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, tentunya pendidik juga harus upgrade skill dalam mengelola peserta didik. Memunculkan inovasi agar peserta didik bersemangat kembali dalam mencari ilmu dan menghilangkan habit bermala-malasan selama pembelajaran daring.
Model Pembelajaran yang Efektif
Setelah pandemi berubah menjadi endemi, tentu proses belajar mengajar masih belum berbuah jauh. Habit di masa pandemi masih terus membayangi sektor-sektor pendidikan. Sehingga, perlu terobosan yang inovatif dalam menentukan model pembelajaran yang efektif.
Penggunaan teknologi modern perlu dimasifkan. Berkaca pada pembelajaran daring yang banyak menggunakan teknologi. Sehingga di masa endemi jangan sampai mengurangi penggunaan teknologi. Justru hal ini dapat mengeksplor lebih dalam terkait pemanfaat teknologi. Sebab, pembelajaran tidak lagi dibatasi oleh jarak.
Selain hal di atas, teknologi juga membantu para pendidik untuk menambah khasanah keilmuan sebagai daya dukung pengetahuan yang nanti akan disampaikan kepada peserta didik. Dengan teknologi pendidik harus masif dalam mencari sumber referensi dalam memunculkan inovasi
Dalam pengaplikasin teknologi, pendidik perlu memperhatikan komponen pembelajaran pada abad 21. Di antara komponen tersebut adalah: pertama, aktifitas instruktur, pendidik, guru, mentor, dan fasilitator. Kedua, desain pembelajaran daring atau online. Ketiga, data sebagai sumber belajar (big data). keempat adalah strategi pembelajaran online. Terakhir atau yang kelima tentang unjuk kerja peserta didik.
Dari komponen di atas dapat di turunkan menjadi model pembelajaran abad 21. Tentunya hal tersebut dipandang potensial untuk mengintegrasikan teknologi sehingga luwes diterapkan pada berbagai tingkatan usia, jenjang pendidikan dan bidang studi. Sebab, tidak memberatkan dan dapat menyesuaikan dengan kondisi sekolah atau madrasah masing-masing.
Model-model pembelajaran yang dimaksud antara lain discovery learning. Metode pertama ini dipandang efektif sebab dapat memaksimalkan seluruh kemampuan anak dalam mencari dan menyelidiki sesutau hal secara sistematis, kritis dan pastinya logis. Melalui metode ini, peserta didik mampu menemukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara mandiri.
Kedua, pembelajaran berbasis proyek. Penerapan metode ini membuat peserta didik mendapat pengalaman belajar yang seru. Sebab, metode ini memusatkan pembelajaran pada peserta didik untuk menginvestigasi secara mendalam terhadap topik yang diberikan.
Ketiga, pembelajaran berbasis masalah dan penyelidikan. Metode ini akan membangun nalar kritis dan nalar peserta didik dalam menemukan problem solving. Hal tersebut disebabkan karena peserta dihadapkan masalah pada realitas dunia. Sehingga, peserta didik memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi.
Belajar berdasarkan pengalaman sendiri. Metode keempat ini terasa menarik sebab peserta didik telah mengalami hal peristiwa tersebut. Dari peristiwa itu, peserta didik seolah kembali ke masa lalu atau mengulang kejadian yang sama. Impact-nya meningkatkan kemampuan mengingat dari sebuah peristiwa atay pengalaman.
Kelima, pembelajaran kontekstual yang mengaitkan materi pembelajaran dengan realitas dunia. Tentu metode ini merangsang peserta didik untuk berfikir logis ke arah masa depan. Bermain peran dan simulasi menjadi metode yang keenam. Dengan metode ini selain bertujuan untuk pembelajaran, tentunya fungsi entertain sangat membantu dalam me-refresh otak peserta didik.
Metode ketujuh yaitu pembelajaran kooperatif. Metode tersebut lebih menekankan pada sikap dan perilaku. Out put-nya peserta didik muncul kerjasama antar tim dan saling tolong menolong. Pembelajaran kolaboratif, metode yang kedelapan. Dari pembelajaran tersebut, peserta didik akan lebih mempererat jalinan kerjasama. Sebab, banyak fator yang mendukung metode ini. Terakhir adalah diskusi kelompok kecil. Merangsang peserta didik memecahkan masalah dengan skala lebih kecil
Model-model pembelajaran di atas memberikan peluang pendidik untuk mengintegrasikan teknologi dalam prosesnya. Namun pendidik harus memiliki paket pengetahuan yang terkait dengan penguasaan konten, penguasaan aspek pedagogis dan penguasaan aspek teknologi. Tujuannya untuk memudahkan dan memberikan gambaran cara mengintegrasikan teknologi yang telah dikembangkan dengan suatu kerangka pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran yang dikenal dengan Technologycal Pedagogical Conten Knowledge (TPACK).
Apabila pendidik dapat menerapkan pembelajaran seperti di atas maka akan tercipta pembelajaran yang menyenangkan dan peserta didik akan lebih semangat, serta lebih termotivasi dalam belajar. Selain itu, pendidik juga dituntut untuk selalu belajar dan belajar sesuai dengan tuntutan zaman. Jika pendidik tidak mau belajar, maka pendidik akan tertinggal informasi dan tidak bisa menjadi pendidik abad 21.
-Pendidik Madrasah Aliyah Ma’arif Gemawang