Rajah Kabikaj
Di lembaran-lembaran kertas kuning nan usang,
ada ilmu-ilmu yang tak boleh dibiarkan hilang.
Banyak yang tak mengetahui muasal kata,
budaya turun-temurun melalui lisan dan perbuatan.
“Akan kautulis di mana rajah itu?” tanya Kiai.
Semuanya paham akan sebuah jawaban,
bahwa tradisi santri sudah melekat di dalam hati.
Di setiap sudut kitab, rajah kabikaj ditaburkan,
doa-doa pun selalu dipanjatkan.
“Apakah hanya kertas-kertas saja
yang rentan habis digerogoti rayap?”
tanya Kiai menyusul pertanyaan tadi.
Seluruh Santri tumungkul paham
apa yang Kiai maksudkan.
- Iklan -
Pada saat itu, setiap duduk di bawah sinar rembulan,
banyak santri yang bercermin dan mempelajari
perihal hati dan pikiran manusia
yang gampang hancur juga digerogoti dosa-dosa.
Al Ikhsan, Juni 2021
Catatan:
Dalam bahasa Persia, lafaz kabikaj memiliki arti rajanya para serangga. Jimat atau rajah yang bertuliskan lafaz kabikaj dipercaya oleh kalangan santri dan kiai untuk menjaga naskah atau kitab dari rayap, kecoa, dan berbagai macam serangga. Rajah tersebut sering kita jumpai tertulis di halaman awal atau akhir kitab.
Tadarus
Di awal basmalah mulai diucap di depan wajah,
engkau melihat ba layaknya bahtera nuh yang
siap mengantarkan seluruh tubuh iman
menuju hadapan Tuhan yang maha rahman.
Apakah kau sudah siap mengarungi luasnya lautan
dan tenggelam di bawah samudra paling dalam?
Engkau pun menganggukkan kepala
dan siap menaiki bahtera.
Alif, lam, mim. Huruf-huruf hijaiyah serupa angin
yang dihembuskan dengan begitu dingin.
Kau pejamkan mata dan terperanjat ketika
matamu terbuka ternyata dunia begitu fana.
Ayat demi ayat kaukayuh dengan tenaga,
surat demi surat kau senandungkan dengan seksama
— sudah berapa kali ombak-ombak menghantammu,
sedangkan kepalamu masih saja sekeras batu?
Al Ikhsan, April 2021
Pada Kedua Sendalmu, Abah
Pada kedua sendalmu, tubuh tertopang,
kaki-kaki berdiri dan melangkah pergi
: entah ke serambi ‘tuk memulai ngaji;
atau ke Ilahi demi curhat kenakalan santri.
Seperti halnya kendaraan yang siap
mengantar tubuhmu ke mana pun tempat
yang ingin kauhadiri dan singgahi.
Abah! Aku dan teman-teman selalu berlari
kala melihat tubuhmu datang dan sendalmu
diletakkan– hanya sekadar untuk membalikkan
sendalmu, supaya nanti mata kakimu tak perlu
mencari-cari mana kanan mana kiri.
Ach, entahlah! Mungkin aku tak pandai, Abah,
tapi masih tersimpan dalam benakku rasa takzim
padamu, setidaknya ingin membuatmu
mudah dalam hal memakai sendal.
Semoga kebodohanku lekas terampuni.
Sejarah pun mulai bernyanyi di kepalaku
: kisah Salman pada Nabi, kedua putra khalifah
Harun ar-Rasyid pada Kisai, dan sampai pada
Kiai Ahmad Dahlan juga Kiai Hasyim saat masih
nyantri. Semuanya saling berebut membalikkan
sendal kiai demi tabarukan pada seorang Wali.
Pada kedua sendalmu, Abah, tindak tandukmu
tergambar; keilmuan terlukis jembar; dan
segala contoh baik pun pada jatuh seperti hujan.
Aku berdiri di samping sendalmu hanya
untuk kecipratan manik-maniknya.
Al Ikhsan, Maret 2021
Huruf Ba dan Titiknya
Pada huruf ba yang kaugantung
di langit senja, ada titik ruang cakrawala
: di mana matahari jatuh, langit runtuh,
dan segala cahaya kembali dengan seluruh.
Tubuh-tubuh mulai dipeluk gelap,
mata nyalang yang sigap jadi gagap.
Dengan menyebut nama Tuhan,
cahaya bulan membukakanmu jalan pulang.
Malam ini kau bisa tidur
di atas pangkuan ba
tanpa takut titiknya hilang
diambil siapa.
Al Ikhsan, Februari 2021
Alif Lam Mim
Aku masih bergerak sembahyang di atas
bumi. Begitu sebentarnya peristiwa hidup
— hanya sampai salam, mata pun redup.
Pada sela-sela alif, lam, dan mim,
kutemukan Tuhan sedang mengetuk
meja, seakan sedang memberi perhatian
bahwa suaraNya ingin diperhatikan.
Al Ikhsan, Februari
*JAMALUDIN GmSas— adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli 1997. Ia adalah santri di Pondok Pesantren Al-Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di laman: Koran Tempo, Pos Bali, Medan Pos, Tanjungpinang Pos, Radar Banyumas, Radar Cirebon, Radar Pekalongan, Harian Sinar Indonesia Baru, LP Maarif NU Jateng, Metafor.id, Marewai, Kami Anak Pantai, dan lain-lain. Tersebar juga di beberapa antologi bersama, antara lain: Tahun Baru Bersama Bunda (Anara Publishing, 2018), Petani dan Sebatang Padi (Jejak Publisher, 2018), Setumpuk Rindu Yang Berdebu (Inspira Pustaka, 2019), Perempuan Ghirsereng: Kumpulan Sajak Penyair ASEAN-3 (Dema FTIK IAIN Purwokerto, 2020), Kembang Glepang 2: Antologi Karya Sastra Para Penulis Banyumas (SIP Publishing, 2021). Ia juga pernah menjadi juara 2 pada Lomba Cipta Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Catatan Pena (2021).