Jakarta, Maarifnujateng.or.id – Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag menggelar Training of Trainer (ToT) Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) Seri 5 pada Kamis (12/8/2021). ToT diberikan kepada para Fasilitator Nasional (Fasnas) untuk meningkatkan kualitas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis GEDSI , program kemitraan INOVASI, Ditjen Pendidikan Islam dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI).
ToT Seri 5 dengan tema “Akomodasi Pembelajaran pada Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis GEDSI” ini digelar secara daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung lewat Youtube GTK Madrasah Channel.
Dalam sambutan pengantar, Kepala Subdirektorat Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Dra. Hj. Siti Sakdiyah, M.Pd., mengapresiasi semua peserta yang selalu aktif dalam ToT maupun dalam diskusi via daring.
“Kami berterima kasih kepada INOVASI atas kemitraan ini, sehingga program serial GEDSI, penyusunan Roadmap Madrasah Penyelenggara Inklusi , penyusunan video PKB, Penyusunan Juknis QA & ME, Piloting PKB RA yang sudah terlalui proses AKG dan sekarang tahap penyusunan Modul PKB RA, serta penyusunan juknis PKB untuk daerah 3 T. beber Siti Sakdiyah .
- Iklan -
Sesungguhnya kegiatan ToT ini adalah upaya pengejawantahan atas amanat Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, ldimana dalam pasal 10 disebutkan bahwaaa hak pendidikan untuk penyandang disabilitas meliputi hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan , secara inklusif dan khusus mempunyai kesamaan dalam memperoleh pendidikan di satuan pendidikan. Hal ini saya kira menjadi penguat dan tantangan bagi kementerian Agama untuk dapat memberikan layanan yang terbaik atas kepercayaan masyarakat menitipkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus di madrasah kita,” lanjutnya.
Mudah-mudahan ToT ini ada Tindak lanjutnya untuk bisa didesiminasikan di wilayah masing-masing, Rencana Direktorat GTK akan melanjutkan penguatan kapasitas Pendamping Kebutuhan Khusus ini melalui program Short Course ke Perguruan Tinggi yang menjadi benchmarking dalam Pengelolaan Pendidikan Luar Biasa di Indonesia. Dan hasil diskusi dengan peserta ToT tentang permasalahan layanan kepada ABK belum maksimal. “Selama ini guru-guru bergerak di madrasah dengan satu lambang yaitu keikhlasan, nilai ibadah, dan jiwa kasih sayang yang dengan harapan sebagai ladang pahala,” imbuh Sakdiyah.
Kami juga berterima kasih kepada Forum Pendidikan Madrasah Inklusi (FPMI) yang sudah diberikah Surat Keputusan oleh Direktur GTK atas nama Dirjen Pendis, sehingga action plan dan rencana- rencana program bisa berjalan dengan lancar dalam penguatan pendidikan inklusi di madrasah. pungkas Kasubdit Bina GTK RA yang berasal dari Jepara Jawa Tengah yang terkenal sebagai kota Kartini .
Dalam kesempatan ini, dihadirkan tiga narasumber dari berbagai instansi. Ketiga narasumber itu adalah Kabag Data Perencanaan dan Kerjasama dalam Negeri Kemenag RI Dra. Ida Nur Qosim, M.Pd., Dewan Pakar FPMI – PLB UNESA Surabaya Dr. Sujarwanto, M.Pd., dan PTP Subdit Kurikulum dan Evaluasi KSKK Madrasah Kemenag RI Dr. Imam Bukhori, M.Pd.
Dalam penyampaian materinya, Kabag Data Perencanaan dan Kerjasama dalam Negeri Kemenag RI Dra. Ida Nur Qosim, M.Pd., mengatakan bahwa dalam menerapkan pendidikan inklusif, sumber daya manusia harus siap utamanya guru dan tenaga kependidikan dan juga sarana dan prasarana.
“Guru atau tenaga kependidikan yang terlatih, jadi itu skala prioritas. Misal tidak bisa, kita bisa mengusulkan kegiatan melalui KKG dan MGMP yang telah di usung Kemenag bersama World Bank . Tahun 2022 ke depan, kita bisa mengusulkan yang penting ada regulasi, ada data, agar ketika kita mengajukan lebih pede dan mantab,” bebernya yang dimoderatori Ilham Prakoso.
Untuk sarana dan prasarana, pihaknya menyarankan madrasah baik negeri atau swasta untuk tidak terlalu ribet dalam menyiapkan pendidikan inklusif, karena menurutnya sarpras tidak harus khusus. “Namun madrasah bisa menggunakan SBSN yaitu Surat Berharga Syariah Negara, dimana desain sarana dan prasarananya di buat yang ramah anak, ramah genger dan ramah inklusi tentunya ”
Untuk sarpras, katanya, bisa memaksimalkan dana BOS. Pihaknya mengharap agar semua madrasah bisa memaksimalkan semua potensi, karena Kemenag RI sendiri juga melakukan recofusing dana sampai empat kali sehingga beberapa anggaran untuk program atau kegiatan harus dihentikan sementara di masa pandemi ini.
“Saya cerita kesemangatan saja ini. Karena kita semua harus semangat. Mari kita sama-sama menggerakkan pendidikan inklusif bersama,” bebernya sembari menceritakan cerita daerah dari Madura.
Narasumber kedua, Dewan Pakar FPMI – PLB UNESA Surabaya Dr. Sujarwanto, M.Pd., menjelaskan banyak hal tentang kurikulum dan RPP pendidikan inklusif. Mengawali penyampaian materinya, pihaknya menukil ayat Alquran dalam Surat Abasa yang menjadi dasar untuk peduli dan mengurusi anak berkebutuhan khusus.
“Mengurusi anak-anak reguler dan yang sekolah luar biasa ini pekerjaan yang luar biasa,” tegasnya yang dimoderatori Pengawas Madrasah Kankemenag Kota Pekanbaru Riau Hj. Azmarwati, M.Pd.
Kata Hallahan dan Kauffman, lanjutnya, guru yang baik adalah guru yang dapat mengajar semua siswa. “Kalau ada guru mengajar di sekolah regular ada anak berkebutuhan khusus itu tantangannya luar biasa,” bebernya.
Pihaknya mengibaratkan RPP seperti menu restoran. Pihaknya juga melontarkan pertanyaan kepada peserta ToT yaitu mengapa kurikulum di sekolah, RPP-nya harus dimodifikasi? Setelah mengajukan pertanyaan, kegiatan dilanjutkan diskusi dan penyampaian materi.
“Kurikulum akomodatif adalah kurikulum standar nasional yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan potensi peserta didik berkebutuhan khusus. Pengembangan kurikulum akomodatif ini dilakukan oleh masing-masing sekolah inklusi,” katanya.
Komponen kurikulum itu, menurutnya ada beberapa aspek. Pertama tujuan, keadaan yang ingin dicapai setelah menjalani proses pembelajaran berupa kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Kedua isi, materi atau substansi yang harus dipelajari oleh peserta didik supaya dapat mencapai tunuan yang diinginkan. Ketiga proses, kegiatan atau aktivitas pembelajaran yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Keempat evaluasi, proses yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan.
Dari komponen kurikulum itu, pihaknya mengatakan perlu diotak-atik khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang harus disesuaikan. “Misal ada materi Penjas, apakah anak berkebutuhan khusus harus ikut olahraga atau bagaimana. Maka ini perlu diotak-atik dan mengakomodasi kurikulum harus dilakukan,” tegasnya.
Alur memodifikasi itu, diawali dari informasi dari tenaga ahli, orang tua, orang tua siswa, guru pendamping lalu dilakukan tes, pengamatan, wawancara dan lainnya. Kemudian dilakukan asesmen, yang juga didapat dari identifikasi, meliputi kemampuan, gaya belajar, perilaku akademik dan nonakademik, barulah dilakukan modifikasi perencanaan pembelajaran yang di dalamnya memuat tujuan, materi, proses dan evaluasi. “Inilah alur yang harus dilalui dalam mendesain rencana pembelajaran inklusif,” lanjutnya.
Selain itu, pihaknya juga menjelaskan komponen-komponen kurikulum dan dilanjutkan diskusi dengan para peserta, dan peserta diberikan lembar kerja untuk dikerjakan.
Narasumber terakhir, PTP Subdit Kurikulum dan Evaluasi KSKK Madrasah Kemenag RI Dr. Imam Bukhori, M.Pd., menjelaskan materi ini tentu sangat beririsan dengan materi yang disampaikan Dr. Sujarwanto, M.Pd. “Ada tiga hal yang akan saya sampaikan. Pertama, strategi pembelajaran diferensiasi, kemudian pembelajaran kooperatif. Kedua, penataan kelas dan media pembelajaran. Ketiga, adaptasi pembelajaran, ini tentang Program Pembelajaran Individual (PPI) dan RPP adaptasi,” katanya.
Dijelaskannya, bahwa dalam pembelajaran inklusi ada yang namanya diferensiasi. “Setiap pembelajaran itu berbeda, dan tidak boleh digebyah-uyah, karena tidak semua yang asin itu uyah (garam), kadang keringat itu juga asin,” bebernya.
Dalam pembelajaran, menurutnya, penataan kelas, media pembelajaran, mengadaptasi kurikulum sehingga menjadi proses pembelajaran yang adaptif sesuai kebutuhan peserta didik amat penting. Menurutnya, ada materi tentang tiga hal di atas, lalu refleksi dan RTL sebagai penugasan sebagaimana narasumber sebelumnya.
Pihaknya berharap, peserta ToT setelah mengikuti sesi yang ia sampaikan menguasai dua aspek. Pertama, memahami dan memiliki keterampilan terkait strategi pembelajaran melalui pendekatan diferensiasi-instruksional di kelas. Kedua, memahami dan memiliki keterampilan terkait strategi pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran koperatif di kelas.
Pihaknya melontarkan sebuah pertanyaan, yaitu mengapa perlu pembelajaran diferensiasi? “Tentu kita tidak menginginkan perlakuan terhadap peserta didik kita, itu disamaratakan sama. Kemudian perlakuan kita, terhadap peserta didik itu tidak adil, sehingga yang terjadi yang pintar semakin pintar, yang biasa ya tetap biasa-biasa saja, kemudian yang tidak pintar akan semakin tertinggal,” ujarnya.
Hal itu menurutnya masih terjadi di madrasah dan guru-guru kebanyakan lebih suka menangani anak-anak yang pintar. “Mereka yang pintar difasilitasi sehingga melesat jauh, sementara anak-anak yang dikesankan atau dipersepsikan sebagai anak-anak yang nakal, kurang cerdas, itu tidak begitu mendapatkan layanan. Ini yang masih kita saksikan,” tegas Pengurus Pusat LP Ma’arif tersebut.
Yang ideal, menurutnya, adalah layanan inklusif. “Jadi perlakuan kita, intervensi kita terhadap peserta didik itu disesuaikan dengan kebutuhan anak. Ini yang paling prinsip, dan itu yang paling tahu adalah guru itu sendiri,” bebernya.
Maka menurutnya, guru harus memiliki pemahaman penuh terhadap karakteristik peserta didiknya, baik karakteristik dari aspek fisik, atau aspek mental, aspek psikologis, atau aspek potensi religiusitas atau akhlak anak. “Ini harus dipahami betul, kemudian mereka diperlakukan sesuai karakteristik tersebut. Itulah prinsip dari pendidikan inklusif,” tegasnya.
Karena itu, diferensiasi instrusional didefinisikan sebagai pengajaran yang responsif lebih baik dari pengajaran satu metode yang digunakan untuk semua. Sedangkan ragam Diferensiasi – Instruksional yang dimaksud itu adalah dari aspek materi, proses, produk, dan lingkungan kelas
Di akhir penyampaian materinya, pihaknya menegaskan untuk bergerak bersama, memberikan layanan pendidikan terbaik bagi siapapun, tidak boleh ada yang tertinggal dalam mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu sebagai bagian pengabdian ibadah kepada Allah SWT.
Selain ketiga narasumber dan Kepala Subdirektorat Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Dra. Hj. Siti Sakdiyah, M.Pd., hadir juga perwakilan dari INOVASI, Ketua FPMI Pusat Supriyono, M.Pd., panitia dan peserta dari berbagai daerah. (adm/Ibda).