Oleh S. Prasetyo Utomo
TRANSENDENSI menjadi bagian obsesi penyair. Transendensi merupakan salah satu pijakan daya cipta, yang mengalirkan puisi hadir ke hadapan pembaca mutakhir. Sebagian puisi Mochtar Pabottingi menyingkap tabir transendensi yang menyelubungi kultur kehidupan sehari-hari ke dalam puisi-puisi bernas dengan kekuatan kontemplasi. Transendensi dipertaruhkan sebagai penjelajahan ekspresi daya cipta penyair yang meninggal 4 Juni 2023 ini. Obsesi penyair pada dunia transendensi terasa sangat kental dalam puisi “Untuk Mati” yang pernah dipublikasikan majalah Horison, Juni 1990. Puisi lain yang berobsesi pada napas transendensi adalah “Kereta Api Terakhir” dan “Dalam Rimba Bayang-Bayang”.
Makna transendensi adalah kesadaran ketuhanan atau kesadaran vertikal manusia, bukan secara agama semata, tetapi secara makna apa saja yang melampaui akal kemanusiaan. Ini merujuk pada cara pandang keilahian, untuk memaknai kultur kehidupan di sekitar penyair. Dengan berpijak pada kultur kehidupan, Mochtar Pabottingi mengukuhkan pencarian obsesi penciptaan puisinya. Bagi saya, puisi “Untuk Mati” berobsesi pada konflik sosio-religi yang sama dengan puisi “Kereta Api Terakhir” dan “Dalam Rimba Bayang-Bayang”. Ketiga puisi ini menjadi penawar pergolakan batin penyair untuk membebaskan diri dari belenggu kehidupan masyarakat.
Saya takjub pada kesadaran transendensi yang menyusup sebagai motif puisi-puisi Mohtar Pabottingi. Ia melakukan perlawanan terhadap hedonisne kehidupan masyarakat.
- Iklan -
***
SAYA tertarik pada kekuatan transendensi dan pembebasan hedonisme yang membelenggu kehidupan manusia. Dalam puisi “Untuk Mati”, pada mulanya penyair menyingkap transendensi yang melingkupi atmosfer kehidupannya: Ada yang terus menggelembung. Ya Khalik/ Ada yang terus melilit. Begitu sarat/ Waktu. Begitu menipu/ Sejuta lupa merubung. Dalam galau/ merenggut selalu tiadaku// Malam ini kembali kurebahkan/ seluruh diriku/ Di altar kremasiMu//. Kekuatan transendensi itu pada akhirnya dimanfaatkan penyair untuk melakukan perlawanan terhadap simulakra manusia yang mengabaikan waktu, perjalanan hidup, upaya memenuhi nafsu duniawi, dan mengembalikan kesadaran manusia pada Sang Khalik. Dalam puisi ini penyair sadar benar akan hakikat hidup yang mesti menghadapi metamorfosis kematian, ketika semua kedok kehidupan yang menyelubungi manusia ditanggalkan.
Kesadaran transendensi mengalirkan larik-larik puisi untuk mencapai perlawanan gaya hidup hedonis dan simulakra. Dalam puisi “Kereta Api Terakhir” transendensi dunia gaib disimbolisasikan dengan “kereta api” yang membawa perjalanan hidup manusia ke suatu tempat gaib, yang tak lagi memberikan pengalaman-pengalaman inderawi, melainkan perjalanan roh yang membebaskan diri dari ikatan-ikatan duniawi. Manusia menjalani kehidupannya seperti tarian yang cepat (“polka”), untuk menempuh tadirnya sendiri: Tak dihitung lagi matahari/ Ketika kereta itu bergerak. Ke dunia yang lain/ Cakrawala kehilangan ufuk/ Orang-orang terpaku di tempatnya/ Belum pernah seribu musim turun begitu/ dalam polka/ dalam Pakanjara/ dalam tamburnya sendiri-sendiri//.
Transendensi yang menjaga humanisme dan kedaulatan sebuah bangsa dapat dipahami dalam puisi “Dalam Rimba Bayang-Bayang”. Puisi ini menyingkap kisah perseteruan antarbangsa, ketika perang berkobar. Penyair menyingkap konfrontasi hegemoni kekuasaan kaum tiran yang menghancurkan bangsa lain dan mengabaikan religiositas dalam bayang-bayang keserakahan, sehingga menggoncang kosmologi: sepanjang-panjang sejarah mahajagal itu telah menjarah/ Dari tentara Romawi ke Diaspora ke Eropa ke Israel ke Palestina/ Dari Palestina ke Saudi Arabia ke Menara Kembar ke Tora Bora/ Ke seluruh Afganistan. Dendam terus menderaskan bara/ Begitu lihai setan. Menjerat anak-cucu Ibrahim/ Begitu sarat rindu menjelma neraka/ Begitu luas genangan darah orang-orang malang/ Begitu lengket peradaban dengan kebiadaban/ Maka senja pun ditelan lava. Menggelegak ke tatasurya//.
***
DALAM puisi-puisi yang lain, Mochtar Pabottingi menyingkap kesadaran transendensi yang memasuki ruang sosial, alam, dan kekuasaan. Ia memiliki napas panjang penciptaan puisi dan tak pernah kekeringan imajinasi untuk mengekspresikan ide dari atmosfer transendensi, konfrontasi identitas bangsa, dan harmoni alam yang melingkupinya. Terdapat beberapa puisi yang memikat dalam ekspresi metafora untuk menyingkap tabir transendensi, hegemoni kekuasaan dan harmoni alam, di antaranya: “Deru Losari di Pantai Estoril”, “Bertutur Ketika Salju”, “Ketiadaan”, “Kesaksian tentang Kata sebagai Darah”, “Karaeng”, “Zarathustra”, “Pendulum”, dan “Pada Stadium Za”. Saya memperoleh kesadaran bahwa transendensi Mochtar Pabottingi bisa menyusup ke dalam konfrontasi hegemoni kekuasaan, mitos, kekuatan koersif militer, ideologi, dan simulakra manusia mutakhir. Ia telah menciptakan obsesi katarsisnya terhadap aneka ragam transendensi yang menyentuh kesadaran kebudayaan. Banyak obsesi puisinya bermula dari pergolakan batin yang dikemas dalam suasana transendensi.
Mochtar Pabottingi mencapai “identitas sastra” dengan cara mempresentasikan ciri-ciri kebahasaan dan ciri-ciri literer yang dikembangkannya. Ia mempertaruhkan proses kreatif yang lebih intens: jati diri penciptaan teks sastra. Yang mengasyikkan, penyair berobsesi pada konflik jiwa manusia dalam pergulatan kosmopolitanisme dengan ekspresi metafora-metafora yang memperkaya kontemplasi.
Sebagai penyair, Mochtar Pabottingi telah menemukan “identitas sastra” yang berpijak pada atmosfer kehidupan. Ia memiliki keberanian untuk membentangkan kearifan dan perenungan mengenai pergolakan spiritual. Puisi-puisi Mochtar Pabottingi pun mencapai tataran simbol dan metafora untuk menyingkap makna-makna yang lebih kompleks melalui “pergumulan penafsiran”.
Saya melihat Mochtar Pabottingi melakukan pencarian kreativitas dengan eksplorasi ketajaman intelektualisme dan daya nalar sebagai seorang peneliti. Ia berketetapan hati menyingkap transendensi di balik hasrat melakukan pembebasan terhadap konfrontasi persoalan hidup manusia dengan imaji, metafora, kecerdasan, dan kesalehan profetik.
***
*) S. Prasetyo Utomo, sastrawan, doktor Ilmu Pendidikan Bahasa Unnes.



