Oleh: Muhammad Nur Faizi
Dalam dunia pendidikan, keberhasilan tidak hanya diukur dari capaian akademik, tetapi juga dari karakter yang dibentuk. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, banyak lembaga pendidikan yang terjebak dalam obsesi pada angka dan prestasi kognitif semata. Padahal, pondasi sejati dari pendidikan yang kokoh adalah pembentukan manusia seutuhnya yang berilmu, berakhlak, dan memiliki kepedulian sosial.
Di sinilah nilai khidmah atau pengabdian menemukan urgensinya. Tradisi khidmah yang hidup dan tumbuh dalam kultur pesantren merupakan warisan berharga yang perlu dihidupkan kembali, khususnya dalam lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Ma’arif NU Jawa Tengah.
Khidmah dalam konteks pesantren bukan hanya aktivitas fisik, seperti membersihkan kamar kiai atau membantu dapur umum, melainkan proses internalisasi nilai-nilai luhur: keikhlasan, ketaatan, kesabaran, dan kepedulian. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2). Ini adalah dasar spiritual dari khidmah—sebuah panggilan untuk mengabdi, melayani, dan memberi manfaat kepada orang lain.
- Iklan -
Rasulullah SAW sendiri menegaskan pentingnya orientasi sosial dalam kehidupan seorang Muslim. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, beliau bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” Hadis ini menjadi dasar kuat bahwa kontribusi sosial adalah bentuk ibadah yang tak kalah penting dibanding ritual individual. Oleh karena itu, memasukkan nilai khidmah dalam pendidikan bukan hanya sesuai dengan tradisi keislaman, tetapi juga mendesak sebagai respon atas krisis karakter yang mengemuka hari ini.
Ma’arif NU Pelopor Nilai Khidmah
Ma’arif NU sebagai lembaga pendidikan milik Nahdlatul Ulama memiliki fondasi ideologis yang sangat kuat untuk mengembangkan nilai khidmah dalam sistem pembelajaran. Dengan lebih dari 4.300 lembaga pendidikan formal dan nonformal yang dikelola atau terafiliasi dengan LP Ma’arif NU di Jawa Tengah (data PW Ma’arif NU Jateng, 2023), potensi untuk membumikan nilai ini sangat besar.
Apalagi jika melihat sejarah NU sendiri yang lahir dari semangat pengabdian para ulama kampung terhadap umat. Semangat tersebut hendaknya dihidupkan dalam setiap jenjang pendidikan, dari RA hingga MA/SMK, bahkan ke perguruan tinggi yang berafiliasi dengan NU.
Implementasi nilai khidmah dalam pendidikan bukanlah sekadar meniru aktivitas pesantren, melainkan merancang sistem pembelajaran yang secara sadar menanamkan pengabdian sebagai kebajikan utama. Sekolah-sekolah Ma’arif bisa mengintegrasikan program sosial, seperti kerja bakti, bakti masyarakat, layanan untuk lansia, hingga pembelajaran berbasis proyek yang bersifat pengabdian komunitas (service learning).
Studi oleh Kemendikbud pada 2021 menunjukkan bahwa keterlibatan siswa dalam aktivitas sosial secara langsung meningkatkan empati, tanggung jawab, dan keterampilan kepemimpinan. Temuan ini menunjukkan bahwa pendidikan yang menanamkan nilai sosial memiliki dampak jangka panjang yang positif terhadap karakter siswa.
Pesantren Jadi Bukti Keberhasilan Nilai Khidmah
Pengalaman dari pesantren-pesantren besar di Indonesia menguatkan hal ini. Misalnya, penelitian dari Tim Peneliti Universitas Ahmad Dahlan (2023) menyoroti bagaimana kegiatan khidmah di Komplek R2 Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak berperan dalam pembentukan karakter disiplin santri. Melalui kegiatan khidmah, santri dilatih untuk bertanggung jawab, mandiri, dan memiliki etos kerja yang tinggi.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (2022), ditemukan bahwa santri yang menjalani masa khidmah memiliki daya tahan belajar yang lebih tinggi dan lebih siap secara mental menghadapi tantangan di masyarakat. Mereka tidak hanya unggul dalam ilmu agama, tetapi juga dalam hal kepedulian sosial dan kerendahan hati. Dua kualitas yang sangat langka di era kompetitif saat ini.
Maka jika ditarik secara eksplisit, nilai khidmah ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Ini adalah titik temu antara kebijakan negara dan warisan pesantren. Ma’arif NU memiliki posisi strategis untuk menjadi penghubung antara keduanya: membawa semangat tradisi ke dalam sistem pendidikan formal modern tanpa kehilangan ruhnya. Bila sekolah-sekolah Ma’arif mampu menjadikan khidmah sebagai jantung pendidikan, maka tidak hanya prestasi akademik yang dicapai, tetapi juga terbentuk generasi yang berjiwa rahmatan lil alamin.
Pendidikan yang berorientasi pada khidmah bisa menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks. Ketika masyarakat global diguncang oleh individualisme, konsumerisme, dan krisis ekologi, kita membutuhkan generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga punya semangat melayani. Seorang siswa yang sejak dini terbiasa membantu orang tua, guru, dan tetangganya tanpa pamrih, kelak akan tumbuh menjadi pemimpin yang empatik. Dan dari situlah akan lahir reformator yang mengedepankan kepentingan umat, bukan ambisi pribadi.
Bagi Ma’arif NU Jawa Tengah, langkah awal bisa dimulai dari penguatan pelatihan guru dan tenaga pendidik dalam nilai-nilai khidmah. Guru adalah contoh utama. Bila guru menunjukkan semangat pengabdian datang lebih awal, melayani siswa dengan tulus, hadir dalam kehidupan sosial muridnya, maka nilai itu akan mengalir secara alami kepada peserta didik. Di sinilah pentingnya membangun kultur sekolah yang berbasis pengabdian, bukan hanya prestasi akademik.
Maka khidmah bukan hanya warisan pesantren, tetapi solusi kunci untuk membentuk pendidikan yang lebih bermakna. Ia adalah fondasi karakter yang kokoh, pijakan spiritual yang kuat, dan sekaligus jawaban atas krisis moral yang tengah melanda dunia pendidikan saat ini. Ma’arif NU Jawa Tengah, dengan jaringannya yang luas dan kedekatannya dengan akar tradisi keislaman Indonesia, memiliki peluang emas untuk menjadi pelopor dalam gerakan pendidikan berbasis khidmah. Bila ini berhasil diwujudkan, bukan hanya NU yang akan menuai hasilnya, tetapi bangsa Indonesia secara keseluruhan.