Oleh Irna Maifatur Rohmah
Menjadi guru merupakan profesi yang susah namun juga tidak gampang. Di Indonesia, nasib dan tindakan guru disetir oleh kurikulum ketentuan yang mudah sekali berubah. Setiap pergantian kabinet, peraturan akan pendidikan juga berubah. Misi yang diusung untuk mencapai tujuan pendidikan nasional juga bergeser.
Imbasnya guru harus adaptif dalam membelajarkan guru baik dalam transfer ilmu maupun pembentukan karakter. Hal yang didesain untuk memperbaiki kualitas pendidikan juga beragam sesuai misi yang dicanangkan. Layaknya di akhir-akhir ini, sekolah ramah anak menjadi jargon baru bagi sekolah-sekolah sebagai pemikat calon orang tua ataupun pandangan masyarakat terhadap suatu sekolah. Adanya sekolah ramah anak pastinya diikuti dengan guru yang adaptif. Guru juga harus ramah anak. Sekat antara guru dan siswa perlahan dikikis sehingga kedekatannya semakin intens.
Sayangnya, hal itu tidak jarang kebablasan. Nilai guru semakin merosot di hadapan siswa. Guru menjadi tidak begitu dihargai dan tidak menempatkan guru sesuai dengan posisinya. Untuk mengatasinya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru.
- Iklan -
Pertama, berpenampilan rapi. Menggunakan prinsip psikologi, seseorang yang berpenampilan rapi akan membuat orang yang berhadapan menilainya dengan baik. Hal ini juga berlaku bagi guru. Apabila penampilan guru rapi, sedekat apapun guru dan siswa di sekolah, siswa masih akan memiliki rasa hormat pada guru. Dengan penampilan yang lebih rapi dari siswa atau minimal sama rapinya dengan siswa, guru otomatis memiliki value di hadapan siswa.
Kedua, beri jarak dengan murid. Meskipun kini guru dianjurkan untuk dekat dengan siswa dan bisa menjadi teman. Namun tidak lantas menjadi antara guru tidak ada batasan atau jarak. Kedekatan guru dan siswa tidak diartikan guru bisa disetir oleh siswa. Namun, guru tetap tegas dengan apa yang sudah menjadi kesepakatan. Di sini guru harus bisa memposisikan sesuai dengan situasi. Kapan bersikap sebagai teman kapan sebagai guru yang menjadi teladan siswanya. Guru di sini harus bisa memainkan peran gandanya. Sehingga guru tetap memiliki wibawa dan dihargai oleh siswa sebagai guru yang membimbing mereka dalam belajar dan mengembangkan potensi.
Ketiga, jadi guru yang responsif. Apabila ada suatu masalah atau kejadian tak terduga, guru harus sigap bertindak untuk melihat yang terjadi dan memberikan solusi. Bukan membiarkan diatasi oleh rekan lainnya atau siswa sendiri. Namun tanyakan kejadian dan kondisi tersebut dan pastikan siswa membutuhkan bantuan atau bisa diatasi sendiri. Poin pentingnya adalah kehadiran guru di tengah siswa dan membimbing siswa untuk mencari jalan penyelesaian bersama. Dengan itu, siswa menjadi segan dan tidak sewenang-wenang pada guru meskipun guru itu ramah. Siswa akan menghormati sebagai guru mereka.
Keempat, beri kesan akhir yang menarik. Di akhir pembelajaran, berikan hal yang menarik dan membuat siswa terkenang dengan pembelajaran yang dilaksanakan. Seperti diberi motivasi yang relate dengan fase kehidupan mereka atau gunakan bahasa yang biasa digunakan oleh mereka. Dengan itu, mereka akan paham dan mengena sehingga pertemuan-pertemuan berikutnya dinantikan oleh siswa. Bukan sebaliknya.
Kelima, beri harapan tertentu terhadap murid. Beri mereka tantangan di akhir fase atau secara berkala. Guru mestinya memiliki harapan pada siswa akan perkembangan dan pencapaian selama mereka belajar. Meskipun, berharap kadangkala membuat kecewa. Namun dalam pendidikan untuk memacu semangat dan motivasi siswa perlu adanya guru yang memberi tantangan atau harapan pada siswa. Sehingga siswa tergugah untuk berusaha dan membuktikan pada guru. Dengan itu, guru memiliki tempat tersendiri dalam diri siswa yang menumbuhkan rasa hormat karena memantik mereka untuk berusaha.
Meskipun guru harus berperan sebagai teman siswa untuk memudahkan komunikasi namun tidak lantas sikap siswa pada guru hilang. Keramahan guru tidak berarti guru tidak lagi dihargai oleh siswa. Namun guru harus bisa memposisikan dan menjaga kesannya sebagai guru. Hal ini agar marwah guru tetap melekat dan tidak merusak pandangan siswa terhadap guru. Dengan perubahan-perubahan paradigm, guru harus tetap menjaga dan mempertahankan posisinya sebagai guru yang menjadi panutan dan teladan bagi siswa.
– Alumni UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto