Oleh Rasyida Rifa’ati Husna
Tradisi ngalap berkah atau tabarruk sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat muslim seluruh dunia khususnya di Indonesia. Konsepsi tabarruk secara etimologis berarti mencari tambahan kebaikan, sebagaimana para ulama’ berpendapat bahwa berkah itu ziyadatul khair. Di kalangan Nahdiyyin sendiri, ziarah sebagai salah satu sarana ritual ngalap berkah banyak dilakukan didaerah yang bersejarah seperti makam para nabi dan rasul, auliya’, ulama, tokoh asal-usul, atau makam orang yang diyakini sebagai penyebar kebaikan.
Secara historis sebenarnya tabarruk merupakan sebuah ajaran juga sekaligus telah menjadi adat dan kebiasaan sejak zaman Rasulullah Saw masih hidup. Banyak ayat al-Quran dan hadits yang meriwayatkan bagaimana dahulu sahabat menginginkan mendapat berkah dari Allah lewat perantara Nabi Saw. Bahkan jauh sebelum itu para nabi dan umat terdahulu juga melakukan tradisi tabarruk.
Satu diantaranya seperti yang dikisahkan dalam QS. Al-Baqarah 2: 248. Ayat ini menjelaskan, Bani Israil mengambil peti itu dan menjadikan objek sebagai sarana untuk mencari berkah (tabarruk). Menurut az-Zamakhsari peti itu adalah peti Taurat. Dahulu, sewaktu Nabi Musa berperang, peti itu diletakkan di barisan paling depan sehingga perasaan kaum Bani Israil merasa tenang dan tidak merasa gundah. Adapun firman Allah yang mengatakan “Dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Haru” yaitu berupa sebuah papan bertulis, tongat, serta baju Nabi Musa, dan sedikit bagian dari Kitab Taurat.
Setelah Nabi Musa a.s wafat peti itu disimpan oleh pemegang wasiat beliau yang bernama Yusya. Bani Israil terjaga dalam kemuliaan, selama peti itu berada di tengah-tengah mereka. Namun, setelah mereka mulai melakukan banyak maksiat dan tidak lagi mengindahkan peti itu, maka Allah menyembunyikan peti tersebut dengan mengangkat nya ke langit. Ketika Jalut dan pasukannya menjadi ujian bagi mereka, mulai merasa gundah. Kemudian Bani Israil meminta seorang Nabi yang diutus oleh Allah untuk mereka. Allah mengutus Thalut. Melalui dialah para malaikat diperintahkan untuk mengembalikan peti yang selama ini mereka remehkan.
Ayat yang lain yaitu surat ‘Ali Imran ayat 96 menjelaskan tentang keberkahan tempat seluruh umat muslim berkiblat kepadanya, yaitu ka’bah. Allah menyifati baitullah dengan berbagai keutamaan bagi orang yang menziarahinya atau bermukim didalamnya yang disebabkan oleh banyaknya kebaikan pada tempat ini.
Salah satunya adalah bersifat ‘mubarokan’ atau diberkahi, yang mempunyai dua arti yaitu bertambah kebaikan, dan tetap atau kekal. Ketika mekmanai berkah dengan bertambah kebaikan, maka baitullah akan mendapatkan keberkahan dengan ketaatan. Dari taat akan mendatangkan pada kebaikan yang bertambah-tambah pahala seseorang dan berkah akan menarik pada pengampunan atas dosa dan rahmat dari Allah. Sedangkan arti berkah sebagai kekekalan, maka sesungguhnya ka’bah tidak akan sepi atau kehilangan makhluk yang setiap waktu beribadah menghadap kepadanya, dan kekekalan orang-orang yang beribadah akan terjadi sampai hari akhir.
Ada sebuah atsar yang menceritakan, Umar bin Khattab ketika mengunjungi ka’bah berkata pada hajar aswad: “Kamu tidak bisa apa-apa, tapi saya menciummu untuk mengikuti Rasulullah”. Sebab ia pernah mendengar dari Ali, ” Rasulullah berkata pada hari pengadilan, hajar aswad akan menjadi perantara (saksi) atas orang-orang”. (Al-Bukhari).
Dapat diambil ibrah bahwa suatu tempat yang disucikan, diberi kekuatan, dan kebaikan, juga keberkahan oleh Allah, akan mendatangkan kebaikan bagi manusia, dengan kata lain dapat di ambil keberkahan dan kemanfaatan oleh manusia.
Rasulullah dalam Isranya ketika di Masjid al-Aqsa, diriwayatkan bahwa beliau juga diperjalankan oleh Allah untuk singgah di makam Nabi Musa, Bait al-Lahm (Bethlehem) tempat kelahiran Nabi Isa, dan gunung sina. Beliau Saw disana bukan bertujuan untuk mencari keberkahan (sebab beliau manusia yang paling agung dari makhluk lain). Namun peristiwa itu untuk mengajarkan umatnya bahwa dianjurkan mencari keberkahan di tempat, makam, atau petilasan orang-orang shaleh dan berkat dari kunjungan Rasulullah tersebut berbagai tempat itu semakin bertambah nilai keberkahannya.
Kisah tabarruk lainnya datang dari Imam al-‘Utbiy yang menceritakan bahwa ia pernah berziarah dengan duduk di samping Makam Nabi Saw dan melihat seorang arab badui mengucapkan, “Assalamu’alaika yaa Rasulallah. Saya mendengar Allah berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 64,” kemudian melafalkan ayat tersebut Dan mengatakan: “Sungguh saya sowan kepada Tuan Baginda Nabi ingin minta ampun kepada Allah dari dosa, mohon perantara syafaat Tuan Baginda Nabi kepada Allah”, lalu ia melantunkan sebuah syair:
يَا خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِاْلقَاعِ أَعْظَمُهُ # فَطَابَ مِنْ طِيْبِهِنَّ اْلقَاعُ وَاْلأَكَمُ
نَفْسِيْ اْلفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَاكِنُهُ # فِيْهِ اْلعَفَافُ وَفِيْهِ اْلجُوْدُ وَاْلكَرَمُ
Wahai sebaik baik manusia yang di kebumikan di lembah ini lagi paling agung # Maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini.
Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya # Di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan dan kemuliaan.
Setelah selesai laki-laki tersebut kemudian pergi. Saat itu al-‘Utby merasakan kantuk yang membuatnya hingga tertidur. Di dalam tidur ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah Saw yang kemudian bersabda, “Hai ‘Utbi, susulah ia dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya.
Dampak dari tabarruk di makam orang-orang shaleh, peziarah akan mendapatkan berkah tidak dalam wujud yang kasat mata melainkan jalinan spiritualitas dan ketenangan jiwa yang dirasakan secara personal oleh para pelakunya. Dengan beberapa penjelasan diatas, kesimpulannya bahwa seorang muslim dianjurkan bertabarruk sebagaimana yang dilakukan orang-orang shaleh terdahulu. Sehingga darinya dapat mendapatkan keberkahan dan kemanfaatan, serta menjadi wasilah untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah.
Hal ini juga terdapat relevensinya dengan sains, Bruce Lipton dalam bukunya The Biology of Belief menuliskan penelitian tentang DNA manusia. Yaitu DNA yang diambil dari saliva dan dipisahkan dari induknya maksudnya manusia, ternyata tetap mempunyai hubungan emosional. Jika manusia tersebut memiliki emosi yang baik, sebagaimana saat masih bersatu, meskipun DNA telah terpisah namun juga mempunyai energi baik yang sama. Bahkan ketika dipisah dalam jarak ratusan kilometer, dan manusia tersebut diberi stimulasi berbagai perasaan, maka DNA-nya pun ikut tervibrasi dengan getaran yang sama dengan induknya.
Atas dasar penemuan ilmiah tersebut, dapat menambah keyakinan bahwa orang yang memiliki energi positif akan meninggalkan dan memberikan vibrasi positif ke seluruh lingkungan dimana ia berada. Seperti para sahabat yang mengambil berkah dari air sisa minum dan air wudhu Nabi Saw karena getaran kulit Nabi bersambung dengan air tersebut dan membuat air itu ikut menjadi berkah. Atas dasar itu pula orang yang meminum air zam-zam akan mendapat keberkahan, sebab air itu pernah diminum dan didoakan oleh Rasulullah Saw.
Uraian di atas juga menambah kejelasan mengapa tempat suci seperti Kakbah yang telah didoakan sejak Nabi Ibrahim memberikan efek positif baik bagi siapapun yang mengunjunginya. Juga makam Nabi Musa, Bethlehem, dan makam lain yang sarat dengan keberkahan dan setelah Rasulullah menziarahinya semakin bertambah berkah. Beliau Saw juga pernah mengatakan bahwa seorang yang berdoa di Raudhah, dimana jasad Nabi disemayamkan di tempat tersebut- akan dikabulkan dan sebab di tempat tersebut Nabi sering melaksanakan ibadah sehingga vibrasinya menjadi abadi. Begitu pun tidak ada bedanya dengan ziarah ke makam orang-orang shaleh, akan memberikan efek positif kepada seseorang yang ngalap berkah darinya.[]
-Alumni Tasawuf dan Psikoterapi UIN Walisongo Semarang