Oleh Idammatussilmi
Memasuki era digitalisasi ini manusia telah mengubah pola asupan dengan Gadget. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan lanjut usia. Gadget menjadi barang primer yang tidak dapat di tinggalkan dalam sehari-hari baik untuk urusan pekerjaan, sekolah, urusan keluarga, hiburan maupun untuk mengisi waktu luang. Apalagi saat ini kita telah kedatangan teknologi baru AI yang mampu mengubah dunia hanya dengan sekejab tanpa membutuhkan proses berpikir yang kritis, kratif dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Teknologi AI yang berkembang saat ini menjadi sebuah penyelamat sekaligus menjadi jurang kemalasan bagi pelajar Indonesia khususnya. Dikatakan penyelamat karena mampu meringankan beban pekerjaan, memudahan akses dalam memperoleh sesuatu hal, serta mempu mempersingkat suatu pekerjaan. Lain hanya AI sebagai jurang kemalasan karena pelajar akan terbiasa dengan hal-hal instan sehingga akan memupuk kemalasan yang akan menjadi sebuah kebiasaan dalam menjalankan aktivitas selanjutnya. Maka, dari kemalasan ini tentu akan menular kepada generasi bangsa yang selanjutnya.
Kondisi seperti ini lambat laun akan menjadikan siswa cenderung malas berpikir, bahkan mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang instan. Sehingga, pengajaran hal-hal yang penting dapat menjadi hal yang sangat sepele buat siswa. Misalnya saja guru memberikan tugas anak untuk membaca dan menulis namun, anak-anak sering beranggapan bahwa membaca dan menulis merupakan hal sangat sepele karena soal yang diberikan dapat diselesaikan tanpa harus membaca dan menulis. Karena sudah sering disuguhi dengan hal-hal instan ini maka kegiatan yang membutuhkan waktu seperti membaca menulis akan menjadi sebuah beban berat bagi siswa. Kondisi seperti ini juga sangat memprihatinkan bagi masib bangsa selanjutnya.
- Iklan -
Lalu bagaimana nasib anak didik bangsa 10 tahun yang akan datang jika mereka menjadi generasi yang instan dan lemah literasi?
Hal ini menjadi PR guru dan orang tua khususnya untuk menanggulangi dampak dan penggunaan kemajuan teknologi yang serba robotik ini. Salah satu tindakan orang tua untuk mengurangi kemalasan berliterasi adalah dengan membiasakan anak dari yang mudah, yaitu dengan menceritakan kisah yang dialaminya dalam buku harian. Mengapa buku harian? Bukankan ini cara yang lama dan kurang menarik bagi anak?.
Membiasakan anak menulis buku harian
Buku harian berisi catatan yang bersifat pribadi, yang berisikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan ataupun pengalaman-pengalaman yang berkesan yang dialami penulis dalam setiap harinya sebagai bentuk curahan hati dan pikiran (Ekosasih, 2005). Buku harian merupakan buku curahan hati penulis yang di ungkapkan melalui kata-kata berdasarkan kegiatan dan pengalaman yang dialami dalam setiap harinya. Buku harian merupakan sebuah tulisan pribadi dari penulis yang di dalamnya tidak ada aturanya, penulisan bebas diserahkan kepada penulis. Bahasa yang digunakanpun bebas, karena pada setiap penulis berbeda-beda sesuai dengan gaya bahasa yang inginkan dari setiap penulisnya. Buku harian menjadi sarana tumpahan perasaan penulis selain meningkatkan kemampuan keterampilan berbahasa, buku harian ini juga dapat melatih untuk menuangkan ide perasaanya yang tidak bisa di tuangkan kepada orang lain. Manfaat menulis buku harian menurut Lukas Formiatno meliputi: (1) Anak dapat mengungkapkan uneg-uneg atau perasaan dengan berlatih menulis. Karena tidak semua anak dapat mengungkapkan perasaanya langsung atau dengan lisan. (2) dengan buku harian anak bisa mengungkapkan ide, pendapatnya. (3) Anak dapat meningkatkan kepercayaan diri dengan mengungkapkan konsep tentang kepribadian darinya.
Pembiasaan menuliskan buku harian akan menjadikan suatu pengalaman tersediri bagi anak. Dikarenakan anak dapat menuliskan beberapa kisahnya menjadi bentuk gagasan yang akan dikenang besuk dimasa yang akan datang. Sehingga, dari gagasan yang telah dituangkan anak akan mampu mengeluarkan pendapat pribadinya dengan kebebasan sesuai dengan cirikhas kepribadianya. Peran orangtuapun sangat perlu diperhatikan dalam membiasaan akan dalam menuliskan buku harian. Orangtua dapat mengecek tulisan anak dalam setiap harinya. Selain itu, guru dan orang tua juga memberikan ulasan dari gagasan yang telah di tuangkan oleh anak, maka keingian anakpun akan terwujud sehingga dapat mengurangi tingkat stress, murung, introvert, pendiem, kurang bergaul pada diri anak-anak.
Penulisan buku harian ini dapat dilakukan waktu kapanpun dan di manapun. Anakpun juga bebas dalam menuliskanya dikarenakan dalam penulisan buku harian ini tidak ada jumlah batasan dalam penulisa. Orangtua tidak boleh menuntut anak agar menulis terlalu banyak. Pengenalan anak pada buku harianpun pada awalnya juga dilakukan dengan menuliskan perasaan anak dalam setiap harinya jangan terlalu banyak menuntut kata-kata yang dituangkan akan. Hal tersebut malah dapat menjadikan anak merasa terbebani dengan adaya buku harian. Lambat laun anak pasti akan cenderung lebih banyak menuliskan gagasan yang ingin dituangkan. Hal terpenting bagi orang tua yaitu tidak boleh memaksakan kehendak anak. orangtua harus membuat anak bisa tertarik dengan menulis buku harian itu sendiri.
Mempublikasikan karya anak di sosial media
Kegiatan penulisan buku harian yang dilakukan oleh anak dapat dapat diubah menjadi sebuah cerita menarik seperti cerita pendek, cerita bergambar, lagu, puisi, video dll yang dapat di unggah di sosial media. Sehingga, hasil pemikiran anak dapat menjadikan sebuah karya yang dapat terpublikasikan dan dapat dinikmati oleh khalayak. Nah, di sini guru dan orang tua bukan hanya berhenti sampai pada pembiasaan menulis buku harian saja akan tetapi, dari buku harian yang di tulis oleh anak-anak, kita arahkan kepada agar dibuat semarik mungkin agar bisa terekspos di sosial media. Jadi siswa dapat memanfaatkan teknologi secara bijak dengan mempergunakan teknologi untuk hal-hal positif yang dapat meningkatkan prestasi siswa.
Hal tersebut selain meningkatkan literasi anak juga dapat menumbuhkembangkan anak dengan berbagai kreatifitas yang dimilikinya. Selain itu, anak juga kan lebih bijak dalam menggunakan sosial media. Sehigga pemikiran anak akan berubah dari sosial media yang cenderung hanya untuk menghibur dengan adanya permaianan dan membermudah dalam mencari jawaban namum, justru malah sebaliknya penggunaan sosial media dapat menjadikan mereka berpikir kreatif dengan berinovasi pemikiran ke depan.
-Guru MI Najmul Huda Kemloko