Oleh: Dini Salamah
“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang bisa membuat secarik kain putih menjadi merah putih, maka selama itulah kita tidak akan menyerah kepada siapapun juga”. Ucap lantang salah satu tokoh pejuang dari Surabaya yang kerab disapa Bung Tomo dalam membangkitkan semangat juang rakyat Surabaya kala itu.
Surabaya dijuluki sebagai kota Pahlawan. Julukan ini bukan tanpa alasan, sebab tragedi pertempuran 10 November 1945. Sebuah pertempuran hebat selama kurang lebih 3 minggu antara rakyat Surabaya melawan pasukan tentara sekutu Inggris. Pertempuran ini akan menjadi sejarah yang dikenang sepanjang masa mengingat pertempuran ini merupakan pertempuran terbesar setelah bangsa Indonesia resmi Merdeka.
Sejarah mencatat, berawal dari kedatangan tentara sekutu (Inggris) yang mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Kedatangan pasukan sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Natherland East Indies (AFNEI). Pasukan ini berkekuatan 3000-4000 tentara yang berasal dari Brigade Infantri India ke-49 dibawah pimpinan Brigadir Jendral Aulbertin Walter Sother Mallaby. Kedatangan tentara sekutu ke Indonesia tak lain berusaha untuk merampas kembali kemerdekaan dan menguasai negara Indonesia.
- Iklan -
Pada tanggal 27 Oktober 1945 mereka memulai aksinya, tentara sekutu menyebarkan ribuan pamflet yang berisi bahwa “tentara sekutu akan menguasai kota” dengan mengenakan pesawat militer dari Jakarta yang diterbangkan diatas langit Kota Surabaya. Akibatnya rakyat Surabaya marah dan melakukan perlawanan pada tentara sekutu. Yang kemudian pecahlah pertempuran. Yang kemudian disebut pertempuran tiga hari karena pertempuran ini terjadi selama 3 hari.
Pertempuran berturut-turut selama 3 hari ini membuat tentara sekutu Inggris kualahan, kepayahan dan hampir kalah. Perlawanan arek-arek Surabaya yang sangat luar biasa membuat sekutu merasa terdesak dalam medan pertempuran dan meminta kesepakatan untuk gencatan senjata. Tepatnya pada tanggal 29 Oktober 1945 yang di disetujui oleh pihak Indonesia. Namun, meskipun aksi gencatan senjata telah disepakati oleh kedua belah pihak tetapi tetap saja masih terjadi aksi baku tembak antara tentara sekutu Inggris dan rakyat Surabaya.
Puncak dari dari insiden tesebut ialah terbunuhnya Brigadir Jendral Aulbertin Walter Sother Mallaby pada 30 Oktober 1945. Kematian Jendral Mallaby ini membuat pihak Inggris semakin terpukul dan marah besar kepada rakyat Surabaya. selanjutnya sekutu mengangkat Mayor Jendral Eric Carden Robert Mansergh sebagai pimpinan pengganti jendral Mallaby, dan mengeluarkan sebuah ultimatum yang sangat arogan. Ultimatum ini dikenal sebagi ultimatum 10 November.
Ultimatum bahwa “Pihak Indonesia harus menyerahkan persenjataan dan mengehentikan segala perlawanan terhadap tentara AFNEI dan administrasi NICA. Selain itu, para pemimpin bangsa Indonesia, khususnya para pemuda arek arek Surabaya harus datang ditempat yang telah ditentukan oleh sekutu selambat-lambatnya pukul 06.00 pagi pada tanggal 10 November 1945. Dan jika bangsa Indonesia tidak menaati ultimatum tersebut, maka pihak Inggris akan menggempur Kota Surabaya dari segala penjuru. Baik darat, laut maupun udara”.
Bukannya takut maupun khawatir dengan ancaman yang diberikan oleh sekutu, dengan perjuangan tanpa mengenal kata menyerah, rakyat Surabaya justru tidak menggubris sama sekali ultimatum tersebut . Rakyat Surabaya justru siap sedia dalam melakukan perlawanan pada sekutu. ”Kita tunjukkan bahwa kita adalah orang yang benar-benar ingin merdeka, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka”, secuil kalimat yang cukup populer dari Bung tomo untuk membakar semangat juang arek-arek Surabaya. pada pertempuran 10 November.
Akhirnya, pada tanggal 10 November 1945 pecahlah perang sengit antara rakyat Surabaya dengan tentara sekutu Inggris. Perlawanan arek-arek Surabaya yang luar biasa membuat tentara Inggris merasa dibantai habis-habisan oleh rakyat Surabaya. Tokoh kondang yang terlibat dalam pertempuran 10 November, antara lain Bung Tomo, Gubernur Suryo, Mayjen Sungkono, KH Hasyim Asyari, Abdul Wahab Saleh, Moestopo, Soegiarto, Muriel Stuart Walker serta HR Mohammad Mangoendiprodjo. Dalam pertempuran ini, setidaknya kurang lebih 16.000 ribu pejuang Indonesia menjadi korban, sedangkan pihak inggris menelan korban sekitar 1.500 jiwa (detik.com, 01/11/2023).
Setelah rentetan peristiwa-peristiwa pertempuran hebat yang terjadi di Surabaya, pada tanggal 16 Desember 1959 secara resmi presiden Ir. Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional. Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Presiden No.316 tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Peringatan hari pahlawan ini dimaksudkan agar kita selalu mengingat jasa-jasa perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia.
Selain itu, peringatan hari pahlawan setiap tahunnya juga dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai cinta tanah air, nasionalisme, kebangsaan, kejuangan dan kepahlawanan khususnya bagi generasi muda generasi masa depan bangsa. dengan begitu generasi masa depan akan melek akan pentingnya sebuah kemerdekaan.
Jika pada masa lalu para pahlawan berjuang dengan mengangkat senjata, maka di masa kini kita berjuang dengan melawan segudang problematika yang cukup serius. Berbagai problematika yang kini dihadapi bangsa Indonesia terutama problematika tingginya angka kemiskinan dan tidak meratanya pendidikan. sebagaimana dalam rangka peringatan Hari pahlawan ke-78, Kesementerian Sosial telah menetapkan tema hari pahlawan “Semangat Pahlawan untuk Masa Depan Bangsa dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan”.
Nilai kemiskinan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Maka dari itu, kita harus bangkit. Salah satu solusi yang dirasa tepat untuk mengatasi angka kemiskinan di Indonesia yaitu dengan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Selain itu, perlu adanya pemerataan pendidikan agar bangsa Indonesia bebas dari belenggu kebodohan. karena kita tahu bahwa kebodohan yang dulu menjadi penyebab utama terjajahnya bangsa Indonesia hingga ratusan tahun lamanya. Dengan adanya pemerataan pendidikan maka yang ada hanyalah bangsa Indonesia yang cerdas, pintar, melek teknologi. Dan tidak akan tertipu, terjajah, terpecah belah oleh para sekutu yang ingin menguasai Indonesia.
Di peringatan hari pahlawan ini, marilah kita sama-sama untuk merefleksikan diri untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan serta kedaulatan bangsa Indonesia dari segala bentuk penindasan. Tanpa jasa para pahlawan, kita tidak akan merasakan ketentraman, kedamaian dalam hidup yang ada hanyalah kekacauan dimana mana. Maksud Kemerdekaan disini adalah Merdeka dari peperangan. Karena “Indonesia Merdeka bukan tujuan akhir kita, namun Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat”, Mohammad Hatta.
-Mahasiswa PIAUD INISNU Temanggung