Oleh Muhammad Abdul Rohman Al Chudaifi
“Aku melihat diriku,
seandainya aku mengangkat sebuah batu,
aku akan mendapati dibaliknya bongkahan emas dan perak.”
- Iklan -
(Abdurrahman bin Auf)
Itulah perkataan Abudurrahman bin Auf yang menunjukkan kecakapannya dalam hal menejerial keuangan khusnya dalam perdagangan. Merujuk pada kesuksesannya, sudahlah pasti Abdurrahman memiliki prinsip yang kuat dalam hal perniagaan. Berikut prinsip-prinsip perdagangan yang patut diteladani.
Membayar dengan cash atau kontan
Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) pernah menjelaskan cara berdagang yang dilakukan oleh Abudurrahman bin Auf sehingga dia dapat menjadi sahabat Nabi paling kaya yakni menghindari pembayaran dengan sistem cicilan.
Seperti yang digambarkan dalam riwayat Imam Ahmad dari Anas ra. Ketika Aisyah ra sedang di rumahnya, ia mendengar suara gaduh menggema di Kota Madinah.
Aisyah bertanya, “Apa itu?” “(Itu) kafilah unta milik Abudurrahman bin Auf yang tiba dari Syam, membawa segala macam barang sebanyak 700 unta”
Satu ketika Abdurrahman ditanya, “Kenapa kamu bisa sekaya ini?” “Aku tidak pernah berdagang kecuali dengan cara cash (kontan)”
Berpikir Out of The Box
Salah satu strategi penjualan saat itu yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Auf adalah menjual unta-untanya dengah harga pokok. Mereka yang heran kemudian bertanya kepada dirinya, darimana untungnya?
“Aku tidak mengambil keuntungan dari penjualan unta. Aku mengambil untung dari tali pengikat unta“ ucap Abudrrahman.
Jika direnungkan, Abdurrahman bin Auf hanya jual aksesoris, meski ia bisa mendapat untung dari penjualan unta. Namun ia memilih pengikat unta sebagai keuntungan walaupun sedikit. Tapi karena banyaknya pembeli unta yang datang kepadanya karena murah, otomatis tali pengikatnya juga banyak yang terjual.
Memiliki Tekad yang kuat
Abdurrahman bin Auf ketika hijarah ke Madinah, ia meninggalkan seluruh hartanya di Makkah. Kemudian Nabi mepersaudarakannya dengan Sa’ad bin Rabi, sahabat Anshar yang juga kaya di kota itu. Sa’ad dengan suka cita ingin berbagi dengan Abdurrahman bin Auf.
“Semoga Allah memberkahi keluarga dan hartamu,” jawab Abdurrahman setelah menerima tawaran. Alih-alih menerima pemberian, ia menjawab “Cukup tunjukkan kepadaku di mana lokasi pasar berada.”
Abdurrahman bin Auf memulai usaha dari awal. Keuntungan awal yang ia dapatkan, dipakai untuk menikah. Ia pun mendatangai Rasulullah.
“Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya Rasul SAW.
“Emas seberat biji kurma,” jawabnya.
Rasulullah bersabda “Laksanakanlah walimah, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.”
Bekerja keras, cerdas dan jeli melihat market
Ada cerita tentang hal ini. Lapak pasar Madinah selama ini dikuasai oleh yahudi dan para penjual diminta uang sewa lapak yang terus naik tiap bulannya. Dengan cermat Abdurrahman bin Auf melihat lahan kosong yang tak terpakai dan membeli lahan tersebut untuk dijadikan pasar.
Dengan adanya sumur di dalam pasar, semua orang bebas mengambil airnya dan lapak tidak dikenakan sewa jika dagangan tidak laku, otomatis harga barang bisa menjadi murah. Akhirnya pasar tersebut menjadi ramai dan mencipatakan lapangan kerja baru.
Bersedekah dan beryukur walau keuntungan sedikit.
Siapa yang tidak mau banyak untungnya dalam berdagang. Tapi ada kalanya dagangan kita pun mendapatkan untung yang sedikit. Hal yang mungkin sering kita lupakan adalah bersyukur dan bersedekah saat mengalami kesusahan. Padahal dua hal ini adalah pintu rezeki yang sudah ditetapkan Allah dalam Al Qur’an dari sekian banyak pintu rezeki.
Seperti halnya kisah kegagalannya untuk menjadi miskin dengan memborong kurma busuk se-madinah, yang ia lakukan merupakan tanda syukur karena memiliki harta dengan rajin bersedekah. Abdurrahman juga sering menyumbangkan kekayaannya saat akan berperang bersama Rasulullah.
Jujur dan tidak menjual barang cacat.
Pembeli pasti ingin barang yang berkualitas baik. Abdurrahman bin Auf dapat dipercaya karena ia tidak menjual barang yang cacat. Kalaupun ada barang yang cacat tentunya diberitahukan kepada pembeli. Prinsip seperti ini sudah melekat dalam diri Abdurrahamn bin Auf. Oleh sebab itu, banyak pembeli selalu datang kepadanya.
Jika kita selami lebih dalam profil Abudrrahman bin Auf, anda akan mendapati banyak hal sehingga ia dikenal sebagai hartawan dan pengusaha yang handal.
Ketika akan wafat, Abdurrahman menangis. Tangisannya bukan karena takut menghadapi kematian, melainkan karena ia wafat dalam keadaan kaya.
“Sesungguhnya, Mush’ab bin Umair lebih baik dariku. Ia meninggal di masa Rasulullah dan ia tidak memiliki apa pun untuk mengkafaninya. Hamzah bin Abdul Muthalib juga lebih baik dariku. Kami tidak mendapatkan kafan untuknya. Sesungguhnya, aku takut bila aku menjadi seseorang yang dipercepat kebaikannya di kehidupan dunia. Aku takut ditahan dari sahabat-sahabatku karena banyak hartaku” tutur Abdurrahman.
Ali bin Abi Thalib berkata dalam sambutannya ketika abdurahman bin Auf wafat, “Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.”
Sepertinya, apa yang dilakukan Abdurrahman bin Auf selalu mengarah kepada kabaikan baginya, di dunia maupun untuk bekal di akhirat. Kunci-kunci kebaikan itu seolah sudah melekat dalam dirinya. Semoga apa yang terserak di atas, bisa menjadi bahan renungan sekaligus penyemangat kepada seluruh pembaca, terutama kita yang sedang berusaha untuk mendapatkan rezeki yang baik dan halal.
– Santri Pondok Pesantren Bumi Damai Al Muhibbin Tambakberas Jombang sekarang menempuh program Pascasarjana di IAIN Kediri