Oleh Hamidulloh Ibda
Dari problem disrupsi literasi, budaya digital, sastra siber, ChatGPT, dan hasil telaah kurikulum pada Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka yang belum mengarusutamakan sastra anak, maka diperlukan formula bernas untuk menguatkan sastra anak. Pasalnya, jika tidak ada peduli dan memerhatikan masalah ini tentu siapa saja menterinya ketika tidak mudeng dan peduli, selamanya sastra anak akan jadi “anak tiri” di jenjang SD/MI.
Perlu beberapa skema untuk melakukan penguatan sastra anak. Pertama, penguatan kurikulum. Harusnya, pada Kurikulum Merdeka didesain, dikuatkan sastra anak dari jenjang kelas dasar (1, 2, 3) dan kelas tinggi (4, 5, 6) SD/MI pada semua fase. Kurikulum ini menjadi inti dalam mengarusutamakan sastra anak di jenjang SD/MI. Kurikulum sastra anak tidak sekadar soal materi, namun harus lengkap sesuai komponen kurikulum mulai dari tujuan, isi (materi), metode (kegiatan), sampai pada evaluasi (penilaian) dalam pembelajaran sastra anak. Melalui penguatan ini, maka sastra anak tidak sekadar “tebengen” dan formalitas belaka.
Kedua, penegasan pada pemisahan sastra anak dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini menjadi urgen, meski bahasa dan sastra menjadi satu kesatuan, namun hakikatnya beda. Konten materi berbeda, strukturnya berbeda, dan pembelajarannya juga berbeda. Di dalam sastra anak tidak sekadar enam keterampilan berbahasa di dalam Kurikulum Merdeka (menyimak, membaca dan memirsa, berbicara dan mempresentasikan, dan menulis), namun juga ada “apresiasi” dan “kritik” sastra yang harus diajarkan pada anak-anak sejak dini. Maka Bahasa Indonesia dan Sastra Anak harus dipisah, dan berdiri sendiri.
- Iklan -
Di dalam materi sastra anak, perlu dikuatkan pada sejumlah aspek. Pertama, materi puisi anak. Puisi anak adalah puisi yang ditulis khusus untuk anak-anak. Biasanya menggunakan bahasa yang sederhana, memiliki irama yang mudah diingat, dan mengangkat topik-topik yang relevan dengan dunia anak-anak, seperti alam, hewan, atau permainan. Puisi anak juga bisa berisi pesan moral atau pembelajaran. Kedua, materi buku bergambar. Dalam konteks ini, buku bergambar atau buku anak-anak bergambar adalah sastra anak yang menggabungkan teks dan ilustrasi. Buku ini dirancang agar anak-anak dapat menikmati cerita melalui gambar-gambar yang menarik dan membantu membangun imajinasi mereka. Buku bergambar juga sering kali memiliki cerita yang pendek dan sederhana. Ketiga, cerita atau dongeng. Cerita atau dongeng adalah salah satu bentuk sastra anak yang paling umum. Cerita dongeng biasanya berisi petualangan, ajaran moral, dan karakter hewan atau objek yang dapat berbicara. Contohnya adalah cerita-cerita dari Grimm Brothers atau cerita-cerita anak karya Hans Christian Andersen. Keempat, teater anak: Teater anak adalah bentuk sastra yang diangkat ke dalam pertunjukan panggung. Pertunjukan teater anak biasanya menampilkan cerita yang disesuaikan dengan pemahaman dan minat anak-anak, menggunakan dialog yang mudah dipahami dan memadukan elemen musik, tari, dan gerakan. Kelima, materi buku interaktif. Buku interaktif adalah bentuk sastra anak yang menggabungkan teks dengan elemen interaktif, seperti flap yang dapat diangkat, suara, atau tekstur yang berbeda. Buku ini dirancang untuk memicu imajinasi anak dan melibatkan mereka secara aktif dalam cerita yang sedang dibaca. Keenam, buku sains anak. Buku sains anak adalah bentuk sastra anak yang bertujuan untuk memperkenalkan konsep-konsep sains kepada anak-anak dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami. Buku ini seringkali menyajikan penjelasan yang sederhana, eksperimen sederhana, atau ilustrasi yang menarik untuk menjelaskan konsep-konsep sains.
Ketiga, penguatan pada pembelajaran sastra anak. Selama ini, pembelajaran sastra anak masih menginduk pada Bahasa Indonesia. Padahal hakikat pembelajaran sastra anak lebih menekankan proses pengenalan dan pemahaman anak terhadap karya sastra yang ditujukan khusus untuk mereka. Sastra anak lebih berbeda karena di dalamnya berisi undur cerita, puisi, dongeng, atau buku-buku dengan tema yang relevan dengan pengalaman dan pemahaman anak-anak.
Oleh karena itu, penguatan pembelajaran sastra anak harus menerapkan sejumlah pendekatan yang berbeda dengan pembelajaran Bahasa Indonesia. Pendekatan tersebut beragam. Pertama, pendekatan membaca dan mendongeng. Membaca buku cerita atau dongeng kepada anak-anak merupakan cara efektif untuk memperkenalkan mereka dengan sastra anak. Guru atau orang tua dapat membacakan cerita dan mendongengkan cerita dengan penggunaan suara, intonasi, dan ekspresi yang menarik untuk menarik minat anak. Kedua, pendekatan aktivitas kreatif dan inovatif. Anak-anak dapat diajak untuk berpartisipasi dalam aktivitas kreatif terkait cerita yang dibaca. Misalnya, mereka dapat menggambar atau mewarnai gambar karakter cerita, membuat boneka karakter, atau menulis ulang cerita dengan akhir yang berbeda. Aktivitas-aktivitas ini dapat merangsang imajinasi anak-anak dan membantu mereka menghubungkan dengan elemen-elemen sastra dalam cerita.
Ketiga, pendekatan menyusun buku cerita anak. Peserta didik SD/MI dapat diajak untuk membuat buku cerita mereka sendiri. Mereka dapat membuat gambar dan menulis cerita berdasarkan pengalaman pribadi, imajinasi, atau pengaruh dari cerita yang mereka baca. Aktivitas ini tidak hanya melibatkan mereka secara aktif dalam proses kreatif, tetapi juga membantu meningkatkan kemampuan menulis dan membaca mereka. Keempat, pendekatan pertunjukan drama. Peserta didik SD/MI dapat diajak untuk memainkan peran karakter cerita dalam bentuk pertunjukan drama sederhana. Ini melibatkan mereka dalam interpretasi karakter, dialog, dan memahami cerita dari perspektif yang berbeda. Pertunjukan drama juga dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi dan ekspresi anak-anak. Hal ini pernah saya riset pada saat studi S2 dulu. Saya melakukan riset penguatan keterampilan menulis naskah drama kreatif melalui media wayang, dan terbukti berhasil.
Keempat, pendekatan melalui kunjungan perpustakaan atau toko buku. Mengajak anak-anak untuk mengunjungi perpustakaan atau toko buku merupakan cara yang bagus untuk memperluas pengetahuan mereka tentang sastra anak. Mereka dapat mengamati berbagai jenis buku, bertanya kepada pustakawan, dan memilih buku yang menarik bagi mereka. Ini juga dapat membantu membangun kebiasaan membaca yang baik pada anak-anak. Kelima, pendekatan diskusi, simulasi, dan tanya jawab. Setelah rangkaian kegiatan membaca cerita, penting untuk melibatkan anak dalam diskusi tentang cerita tersebut. Tanya anak tentang karakter, alur cerita, konflik, dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Hal ini dapat membantu anak-anak mengembangkan pemahaman mereka tentang cerita dan sastra secara umum.
Di sisi lain, bagi peserta didik SD/MI, guru juga harus tahu bahwa sangat penting untuk memilih bahan bacaan yang sesuai dengan usia dan minat anak-anak. Memperkenalkan mereka dengan berbagai jenis sastra, termasuk sastra lokal dan internasional, juga penting untuk memperluas wawasan mereka tentang budaya dan pengalaman yang berbeda sesuai local knowledge (pengetahuan lokal), local genius (kecerdasan lokal), dan local wisdom (kearifan lokal) daerahnya masing-masing.
Formula penguatan sastra anak melalui sejumlah skema di atas menjadi urgen karena sastra anak memiliki banyak manfaat. Pertama, peningkatan imajinasi dan kreativitas peserta didik. Sastra anak merangsang imajinasi anak dan mengembangkan kreativitas mereka. Cerita-cerita yang menarik dan ilustrasi yang indah membantu anak-anak memvisualisasikan dunia dalam pikiran mereka sendiri. Kedua, pembelajaran nilai-nilai moral. Sastra anak seringkali mengandung nilai-nilai moral dan pelajaran hidup yang penting. Melalui cerita, anak-anak dapat belajar tentang kebaikan, kerjasama, penghargaan terhadap perbedaan, dan lainnya. Maka banyak sekali riset tentang “pendidikan karakter berbasis sastra anak”. Ketiga, pengembangan simpati dan empati. Sastra anak sering menghadirkan karakter-karakter dengan berbagai pengalaman dan perasaan. Ini membantu anak-anak memahami perspektif orang lain dan mengembangkan empati terhadap orang lain. Keempat, penghubung antara anak dan orang dewasa. Membaca sastra anak bersama-sama menjadi kesempatan yang bagus. Kelima, pengembangan keterampilan bahasa. Membaca dan mendengarkan sastra anak membantu meningkatkan keterampilan bahasa anak, termasuk kemampuan membaca, memahami teks, dan mengungkapkan diri secara lisan atau tulisan. Selain itu juga menguatkan enam keterampilan berbahasa ditambah keterampilan mengapresiasi dan mengritik.
Dari paparan panjang pada tiga bagian tulisan saya ini, sudah saatnya kita melakukan penguatan sastra anak. Setidaknya, jika kebijakan pemerintah melalui Kurikulum Merdeka belum bisa terlaksana, kita bisa melakukan kegiatan mandiri melalui penguatan kurikulum, materi, dan pembelajaran sastra anak. Sebab, intinya inti pembelajaran terletak pada guru. Lalu, kapan kita akan melakukan penguatan sastra anak?
-Pengajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia MI/SD dan Pembelajaran Sastra Anak Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan INISNU Temanggung.
Baca juga:
Penguatan Sastra Anak Bagian 1
Penguatan Sastra Anak Bagian 2