Oleh: Muhammad Nur Faizi
Ali Yafie, mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais Aam PBNU 1991-1992 dinyatakan meninggal dunia Sabtu, 25 Februari 2023 malam. KH. Ali Yafie meninggal di usia 96 tahun dan meninggalkan 4 orang anak.
Sebelum kepergiannya, beliau sempat dirawat di Rumah Sakit Premiere Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Kondisi kesehatan beliau terus mengalami penurunan, bahkan dikonfirmasi pada Senin (13/2/2023) menurun drastis sebab adanya penyakit paru-paru dan jantung.
Padahal dalam sebulan terakhir, beliau sudah dirawat secara intensif dan sempat dijenguk oleh wakil presiden KH. Ma’ruf Amin. Namun penyakit yang diderita beliau, rupanya masih cukup tangguh untuk menjadi faktor utama penyebab kepergian beliau. Tentu duka mendalam dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, terutama warga Nahdlatul Ulama tempat beliau melakukan pengabdian yang panjang.
- Iklan -
Jejak Prestasi KH. Ali Yafie
Sebelum kepergiannya, KH. Ali Yafie meninggalkan banyak kenangan. Termasuk kiprahnya di organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama yang meraih prestasi mentereng. Pada tahun 1989, KH. Ali Yafie sempat terpilih menjadi wakil Rais Aam PBNU melalui Muktamar Krapyak 1989.
Saat KH. Ali Yafie menjabat sebagai wakil Rais Aam PBNU, beliau menemani KH Achmad Shiddiq. Hingga pada saat KH Achmad Shiddiq wafat, KH. Ali Yafie menjadi pejabat Rais Aam hingga tahun 1992.
Selain berkiprah di Nahdlatul Ulama, KH. Ali Yafie juga meninggalkan banyak prestasi di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada tahun 19990-2000, beliau ditunjuk sebagai ketua umum MUI.
Torehan prestasi tersebut tidak terlepas dari didikan keluarga beliau yang kental akan muatan Islami. Muatan agama mengantarkan beliau menjadi sosok yang taat sekaligus mempunyai nilai tanggung jawab yang tinggi sebagai seorang manusia. Hampir seluruh usianya, beliau gunakan untuk mengabdi dan melayani masyarakat.
Bahkan dalam catatan karirnya, beliau pernah menjadi hakim Pengadilan Agama Ujung Pandang pada 1959-1962. Kemudian dilanjutkan dengan menjadi Inspektorat Pengadilan Agama Indonesia Timur pada 1962-1965.
Tidak cukup disitu, beliau juga menyempurnakan kontribusinya di dunia pendidikan dengan menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ujung Padang. Beliau juga tercatat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darud Da’wah wal Irsyad, Parepare, Sulawesi Selatan yang berdiri pada tahun 1947.
Torehan pengabdian yang ditorehkan oleh KH. Ali Yafie membuat banyak pihak terkagum. Hingga pada acara puncak Satu Abad Nahdlatul Ulama, KH. Ali Yafie mendapat penghargaan sebagai “Pengabdi Sepanjang Hayat”.
Mengenang KH. Ali Yafie
Mengenang KH. Ali Yafie berarti juga meneruskan jejak pengabdian beliau. Dimana pengabdian yang telah beliau torehkan, harus dihidupkan dan dilanjutkan untuk mendapatkan kemanfaatan yang berlipat. Pengabdian beliau di dunia pendidikan harus dilanjutkan dengan membangun prasarana dan sistem pendidikan yang lebih baik.
Setiap individu bisa melanjutkan pengabdian yang telah dibangun oleh KH. Ali Yafie. Misalnya dengan mengamalkan sedikit ilmu mereka, kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Hal itu sudah lebih dari cukup untuk meneruskan perjuangannya. Bayangkan jika setiap individu mempunyai semangat pengabdian yang sama, maka Indonesia bisa menjadi negara yang hebat dengan semangat keikhlasan.
Hal inilah yang sebenarnya ingin dibangun oleh KH. Ali Yafie. Beliau meyakini bahwa wujud Islam sebagai rahmatan lil alamin, merupakan satu bentuk pengabdian manusia kepada Tuhannya. Islam diciptakan untuk menyebarkan kebaikan. Dan dengan hati yang ikhlas dan rela berkorbanlah, wujud kebaikan tersebut dapat tersebar di seluruh dunia.
Ali Yafie mungkin sudah meninggalkan kita semua. Namun jangan sampai semangat api beliau untuk mendeklarasikan pengabdian hilang. Maka sudah menjadi tugas kita bersama untuk menjaga semangat tersebut dan menebarkan kebaikan sebanyak-banyaknya.
Maka sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab no. 129, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5787).
Selamat jalan Pak Yai.
-Penulis adalah reporter LPM Metamorfosa dan menjadi Junior editor di Berita Sleman.