Oleh Tata Taslima
Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama atau IPPNU adalah organisasi kepelajaran yang berstatus sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama. Organisasi ini lahir pada 2 Maret 1955 di Malang dengan pendiri sekaligus ketua umum pertamanya bernama Hj. Umroh Machfudzoh. IPPNU berlandaskan aqidah Islam menurut faham Ahlusunnah Wal Jama’ah dan mengikuti salah satu madzhab yaitu : Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Organisasi ini berkonsentrasi pada pembinaan dan pengkaderan pelajar-pelajar putri NU yang masih duduk di bangku sekolah, serta mahasiswi di tingkat perguruan tinggi. Tujuan IPPNU adalah kesempurnaan kepribadian bagi pelajar putri Indonesia sehingga akan terbentuk pelajar putri Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syari’at Islam menurut faham Ahlusunnah Waljama’ah dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hj. Umroh Mahfudzoh lahir di Gresik pada 4 Februari 1936 dari pasangan KH. Wahib Wahab yaitu Menteri Agama ke-7 pada tahun 1958 – 1962, dan Hj. Siti Channah. Beliau adalah cucu dari KH. Abdul Wahab Hasbullah yang juga merupakan pendiri NU bersama Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan KH. Bisri Syansuri pada 31 Januari 1926 di Surabaya. Hj. Umroh merupakan anak pertama dari lima bersaudara, beliau memulai pendidikan dasar di Gresik dan sempat berhenti sekolah karena adanya agresi militer ke II oleh Belanda pada tahun 1948, kemudian melanjutkan pendidikan ke MINU di Boto Putih, Surabaya. Setelah lulus sekolah, beliau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu Sekolah Guru Agama di Surakarta. Saat menempuh SGA, beliau juga bergabung di seksi Keputrian Pelajar Putri Indonesia (PPI) di Pondok Pesantren al-Masyhudiyah, Keprabon Solo.
Pada tahun 1952, Hj. Umroh mulai bergabung di organisasi dibawah naungan NU, ketika NU mendeklarasikan diri menjadi partai politik dan membentuk berbagai Banom di berbagai wilayah. Beliau menjadi wakil ketua Fatayat cabang Surakarta dan juga banyak terlibat dalam orasi-orasi untuk mensukseskan partai NU dalam pemilu 1955. Kemudian dalam diskusi bersama beberapa remaja putri di SGA mengenai keputusan Muktamar NU Ke-20 di Surakarta, beliau merasa perlu diadakannya organisasi pelajar di kalangan Nahdliyah. Oleh karena itu mereka mengusulkan adanya IPNU Putri, namun ternyata dalam Kongres I IPNU keberadaan IPNU Putri masih diperdebatkan karena organisasi IPNU hanya diperuntukkan pelajar putra. Tetapi Hj. Umroh dan beberapa peserta putri terus melakukan konsultasi dengan Banom NU untuk membuat keputusan membentuk organisasi IPNU Putri secara organisatoris dan administratif terpisah dengan IPNU Putra.
- Iklan -
Setelah berdiskusi beberapa hari, perjuangan Hj. Umroh dan kawan-kawan membuahkan hasil. Tanggal 2 Maret 1955 IPNU Putri dideklarasikan, dan Hj. Umroh ditetapkan sebagai ketua umum untuk menjalankan organisasi dan pembentukan cabang diberbagai daerah. Namun beliau mengusulkan perubahan dari IPNU Putri menjadi IPPNU yang kemudian tak lama disetujui oleh PB Ma’arif NU, sehingga IPNU Putri berubah menjadi IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama’). Beliau juga mengisi kegiatan sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang IPPNU, khususnya di Jawa. Hj. Umroh juga tampil sebagai juru kampanye partai NU pada pemilu 1955, sejak itulah awal mula beliau mengenal dunia politik.
Pada tanggal 5 Desember 1957 Hj. Umroh menikah dengan KH. Tholhah Mansur, beliau adalah pendiri IPNU. Awalnya KH. Wahab tidak menyetujui pernikahan mereka karena saat itu KH. Tholhah belum lulus sarjana tetapi sudah berani mempersunting seorang putri kiai besar sekaligus seorang Menteri Agama RI. Namun berkat hasil istikharah dari kedua orang tua Hj. Umroh serta mendapat dukungan dari kakek beliau, yang melihat keduanya cocok sama-sama aktif dalam organisasi, dan akhirnya hubungan mereka disetujui. Meski berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, keduanya sama-sama menjadi pelopor para pelajar NU. KH Tholhah ikut mendirikan Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan menjadi Ketua Umum IPNU yang pertama, begitu juga HJ. Umroh yang juga ikut mendirikan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) dan sama-sama menjadi ketua umum yang pertama juga.
Tholhah dan Hj. Umroh dikaruniai tujuh orang anak, beberapa diantaranya menjadi tokoh yang terkenal di kehidupan masyarakat. Anak pertama mereka yaitu Muhammad Fajrul Falakh menjadi pakar hukum tata negara, anak kelima yaitu Safira Machrusah (Rosa) diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI oleh Presiden Joko Widodo pada 13 Januari 2016 untuk Republik Demokratik Aljazair, anak ketujuh yaitu Muhammad Romahurmuziy menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan dan juga anggota DPR RI sejak 2009 hingga 2019 dari Partai Persatuan Pembangunan mewakili daerah Jawa Tengah VII. Tak lama Hj. Umroh meninggalkan Surakarta untuk pindah ke Yogyakarta mengikuti sang suami, meski demikian beliau tidak melepas perhatiannya terhadap organisai yang telah dilahirkannya. Riwayat organisasi Beliau berlanjut pada tahun 1962 sebagai pengurus seksi Sosial PW Muslimat NU Yogyakarta, dan di kedudukan ini juga menjadikan beliau sebagai ketua I Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta hingga tahun 1987. Kesibukan rumah tangga tidak melunturkan semangatnya untuk melanjutkan Pendidikan ke Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga, dan menyelesaika Pendidikan S-1 dalam waktu enam tahun sembari aktif sebagai pengurus seksi Sosial PW Muslimat NU Yogyakarta.
Karir politik beliau terus meningkat dari Wakil Ketua menjadi Pjs. Ketua DPW PPP DIY, kemudian jabatan yang terakhir membawanya ke Jakarta sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Persatuan Pembangunan selama dua periode. Selain itu, beliau juga pernah menjadi ketua Wanita Persatuan Pusat, yaitu organisasi Wanita yang berada di bawah naungan PPP. Sebagai anggota dewan, Hj. Umroh tercatat beberapa kali mengadakan kegiatan internasional, seperti Muhibah ke India, Hongaria, Perancis, Belanda, dan Jerman. Tinggal di Jakarta mempermudah beliau untuk meneruskan aktivitasnya di NU sebagai Ketua Departemen Organisasi PP Muslimat NU, kemudian naik menjadi ketua III. Beliau sempat menikmati masa pensiun pasca pemilu 1997, kemudian Partai Kebangkitan Bangsa mengajak Hj. Umroh untuk terjun kembali ke dunia politik sebagai salah satu anggota DPR RI hasil pemilu 1999 dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.
Pada tahun 1998 Hj. Umroh mulai merintis pondok pesantren yang telah direncanakan pembangunannya pada tahun 1984 bersama KH. Tholhah yang harus tertunda karena sang suami mengalami sakit keras dan pada akhirnya wafat, pada tahun 1986. Namun itu tak lantas membuat Hj. Umroh putus asa dengan cita-cita mendirikan pesantren dan mengamalkan ilmunya. Saat itu beliau hanya mengasuh sepuluh orang santri, dan seiring berjalannya waktu semakin bertambah santri yang diasuhnya. Hingga sesampai pada hari Jumat tanggal 6 November 2009 pukul 06.45, Hj. Umroh meninggal dunia di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada usia 73 tahun dan dimakamkan di pemakaman dekat Pondok Pesantren Sunni Darussalam, Tempelsari, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Beliau hingga saat ini dan sampai kapanpun akan selalu dikenang sebagai tokoh pendiri IPPNU bersama sang suami yang juga telah mengabdikan diri untuk NU dan Bangsa Indonesia melalui jalur organisasi dan politik.
-Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta