Oleh Fitriati Arina Manasikana
Manusia di dunia tak ada yang sempurna. Mencari kesempurnaan dari seorang manusia, mustahil didapat. Al Insanu Mahallul Khoto Wa Nisyan artinya manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Pertama mendengar kata mutiara ini tatkala saya masih di bangku Madrasah Tsanawiyah. Saat itu, salah seorang guru saya yang bernama Bu Binti yang mengatakannya. Waktu itu, Bu Binti mengatakannya agar saya dan teman-teman sadar dan tidak melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Seperti lupa mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah), tidak memperhatikan penjelasan dari bapak ibu guru, tidak masuk sekolah tanpa izin, dan sering melanggar aturan-aturan yang ada.
Beginilah ucapan beliau kala itu, “Al Insanu Mahallul Khoto Wa Nisyan. Menungso kie nggone salah karo lali. Dadi, nek enek menungso salah lan gampang lali, ojo malah dimanfaatkan. Maleh sering gampang ngelali lan nggawe kesalahan. Iku salah yoan, cah. Maksude kata mutiara kuwi kie, nek kamu mari berbuat salah dan lupa ngucapo istighfar nyang Gusti Allah. Nyuwun ngapuro nyang Gusti Allah…” (Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Jadi, kalau ada manusia yang salah dan lupa, jangan malah memanfaatkannya. Terus kamu jadi sering berbuat salah dan lupa. Perbuatanmu itu juga salah. Maksud dari kata mutiara itu adalah kalau kalian sudah berbuat salah, maka ucapkanlah istighfar. Taubat kepada Allah)
Bu Binti selalu mengatakannya agar kami tidak terbiasa melakukan suatu kesalahan. Nasihat yang beliau utarakan memiliki makna yang dalam, sebuah kesalahan yang dilakukan oleh manusia memang wajar. Sebab manusia tempat luput dan khilaf. Tak ada manusia yang tidak mempunyai kesalahan. Setiap manusia selalu pernah melakukan kesalahan baik itu besar atau kecil. Namun, sebagai seorang hamba yang bertakwa kepada Allah Swt. hendaknya ketika telah melakukan sebuah kesalahan, segeralah meminta ampunan, mengucapkan istighfar dan bertaubat.
- Iklan -
Selain itu juga, kata Mutiara ini mempunyai makna tersirat yaitu, jangan mengabaikan kesalahan yang telah dibuat, menjadikan kelumrahan atas suatu kesalahan, dan lupa untuk memohon ampunan. Manusia berbuat salah memang sudah menjadi tabiatnya, karena manusia bukanlah malaikat yang tidak mempunyai nafsu.
Nafsu adalah keinginan, kecenderungan, dorongan jiwa yang kuat untuk melakukan perbuatan entah itu perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk. Nafsu dipengaruhi oleh pola pikir manusia, baik itu positif maupun negatif. Nafsu juga dapat dikendalikan oleh pikiran. Sedikitnya ada tiga tingkatan nafsu manusia yang harus kita kenali, yang mana ketiga nafsu ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, yakni Muthmainnah, Lawamah dan Ammarah.
- Muthmainnah adalah sifat jiwa yang memperoleh ketenangan. Menurut Ibnu Qayyim dalam kitab Ighatsat al-Lahfan min Masyayidisy Syaithan, apabila jiwa merasa tenteram kepada Allah Swt. tenang dengan mengingat-Nya, dan bertobat kepada-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, dan menghibur diri dengan dekat kepada-Nya, maka ialah jiwa yang dalam keadaan muthmainnah. Seperti firman Allah dalam Q.S. al-Fajr ayat 27-30.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.”
- Lawamah adalah nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk. Orang yang mempunyai nafsu ini sudah mengenal baik dan buruk. Tahu jika berbuat salah maka akan mendapat dosa. Mengerti apabila berbuat baik akan mendapat pahala. Nafsu ini mengarahkan manusia untuk meninggalkan perbuatan salah atau buruk. Namun, jika sang pemilik lalai beribadah kepada Allah Swt. maka ia akan terjerumus melakukan kesalahan. Jika pemilik nafsu ini tidak memiliki keyakinan dan ketetapan hati yang kuat, maka akan mudah terjerumus untuk melakukan kesalahan atau keingkaran.
Allah Swt. berfirman dalam Surah Al Maidah ayat 13, yang artinya: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Maidah: 13).
- Ammarah adalah nafsu yang suka menyuruh kepada keburukan. Maksudnya ialah bahwa pada dasarnya jiwa manusia memiliki sifat yang cenderung melakukan keburukan dan kesalahan. Nafsu ini sangat berbahaya apabila melekat pada diri seseorang manusia. Karena akan terus mengarahkan manusia tersebuat untuk berbuat salah dan melanggar perintah Allah Swt. Dalam Al-Qur’an Allah Swt. berfirman: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”(QS Yusuf: 53).
Allah Swt. menciptakan nafsu pada diri manusia agar mereka bisa melangsungkan hidupnya. Manusia tidak bisa dilepaskan dari yang namanya nafsu. Karena dengan nafsu manusia mampu bertahan hidup. Dan, dengan adanya nafsu pada diri manusia mempengaruhi banyak hal dalam kehidupannya. Manusia bisa menjadikan nafsu sebagai perantara untuk beramal ibadah, atau berbuat baik. Namun, nafsu juga tidak bisa dibebaskan sebebas-bebasnya karena akan melahirkan perilaku yang salah atau tercela.
Penyebab utama manusia berbuat salah atau tercela adalah karena mebebaskan nafsu sebebas-bebasnya, dan tidak memfungsikannya secara selaras dengan akal atau hati. Nafsu, akal, dan hati adalah makna yang serupa. Ketiganya ada dalam diri manusia namun tidak dapat diindrakan oleh penglihatan manusia. Walaupun tidak bisa diindrakan oleh penglihatan manusia, ketiganya mampu mempengaruhi perilaku atau sikap seorang manusia.
Apabila ketiganya tidak seimbang atau mengabaikan, tentu manusia akan tersesat dalam perilaku yang salah. Bukan hanya perilaku yang salah, namun juga sulit untuk membedakan yang hak dan yang batil. Allah Swt. menciptakan nafsu untuk memberikan dorongan atau penyemangat pada manusia agar dapat melakukan sesuatu perbuatan. Sebagai penyeimbang dari nafsu, Allah Swt. menciptakan juga akal dan hati. Yang mana dengan akal manusia dapat menemukan ilmu pengetahuan, dan cara dalam menyelasikan suatu masalah. Akal manusia bisa diibaratkan sebagai mesin penemu. Lalu, hati manusia adalah penentu dari jalan yang telah ditemukan.
Misalnya, Allah Swt. memberikan nafsu pada manusia berupa nafsu makan. Ketika manusia merasa lapar, maka nafsu yang ada dalam diri manusia mendorongnya untuk mencari makan. Dalam hal ini, akal berfungsi mencarikan jalan atau cara bagaimana agar manusia itu bisa mendapatkan atau makan. Terakhir adalah fungsi hati, ketika manusia sudah merasa lapar, menemukan cara untuk mendapatkan makan, dan hati inilah yang akan menentukan jalan atau cara apa yang ditempuh manusia untuk mendapatkan makanan. Jika hati seorang manusia baik maka jalan yang halal yang diambil, namun jika hati manusia buruk maka jelas cara yang salah yang ditempuh.
Oleh karena itu, setiap manusia harus pandai-pandai dalam menjaga hati agar bersih dan jernih. Hati yang bersih dan jernih akan melahirkan perilaku, sikap dan perbuatan yang baik. Orang yang mampu menjaga hatinyalah yang akan selamat di dunia dan akhirat, seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam surah As – Syamsy ayat 9 – 10.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” QS.S. As – Syamsy : 9-10)
Jadi, apabila ada manusia yang sering melakukan kesalahan. Bisa digambarkan bahwasannya hatinya tidak jernih lagi lagi. Karena apa…? setiap perbuatan buruk yang telah dikerjakan akan memberikan warna hitam pada hati. Jika, perbuatan buruk atau salah dikerjakan setiap hari, dan setiap waktu tentu hati jelas berwarna hitam pekat. Bila hati manusia sudah berwarna seperti ini, maka kebenaran atau pun kebajikan akan sulit diterima. Selain itu juga, manusia akan kesulitan mengendalikam hawa nafsu. Hati seperti ini telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah Al Muthaffifin ayat 14.
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka” (Q.S Al Muthaffifin:14)
Dalam penjelasan ayat di atas, hati seorang manusia yang telah berwarna hitam pekat maka hatinya telah terkunci atau buta. Selain itu, kesalahan yang dibuat manusia juga bisa dikarenakan tidak mau menggunakan akal sehatnya. Orang yang tidak menggunakan akal sehatnya cenderung lebih mudah melakukan perbuatan salah atau dosa.
Dengan demikian jelaslah sudah keterkaitan antara nafsu, akal dan hati yang ada pada manusia. Maka manusia yang beruntung adalah, manusia yang mampu mengendalikan nafsu dengan akal yang sehat dan hati yang jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali maka akan memancarkan perilaku atau sikap yang berakhlakul karimah. Dan, Semoga kita semua termasuk dalam manusia yang mampu mengendalikan nafsu, dan terus menerus memancarkan akhlakul karimah. Aaamiiin Allahumma Aaaamiin. (*)
*FITRIATI ARINA MANASIKANA, kelahiran Blitar 29 Maret 1993. Karya – karya alumnus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang telah dimuat dibeberapa media seperti Solopos, Koran Merapi, Ma’arif NU Jateng, SIB (Sinar Indonesia Baru), Ngodop.com, dan ePaper Pikiran Rakyat. Bekerja sebagai abdi negara di salah SD Negeri yang ada di kabupaten Blitar. Berdomisili di Desa Tlogo, Kanigoro, Kab. Blitar.