Oleh Anisa Rachma Agustina
Setelah lulus SMK di tahun 2015 saya bekerja sebagai seorang waitress di sebuah restoran, tempat penempatan pertama saya adalah di Margo City Depok. Awal bekerja saya harus beradaptasi dengan berbagai hal dari tekanan saat bekerja, tempat baru, hiruk pikuk perkotaan, dan suasana yang sangat asing yang tak pernah saya temui saat saya tinggal di Temanggung.
Menjadi perantau berarti saya harus memenuhi semua kebutuhan saya sendiri, tidak ada magic com berisi nasi hangat dan berbagai lauk seperti di rumah. Saat hendak makan kami harus pergi ke warung tegal (warung makan) terdekat untuk membeli nasi bungkus. Jam kerja yang panjang dan menguras tenaga membuat rekan-rekan saya tak pernah sarapan, mereka lebih memilih untuk tidur dan bangun satu jam sebelum berangkat kerja dari pada harus bangun pagi dan mencari sarapan. Sehingga sarapan yang biasanya dilaksanakan sekitar pukul 06.00-07.00 harus digabung dengan makan siang sekitar pukul 12.00.
Jatah makan siang juga harus bergantian, karyawan harus tetap ada yang stand by menyambut dan melayani customer. Jam makan yang berantakan membuat saya asam lambung. Hingga puncaknya saya mengidap gejala tifus, saat sakit dan jauh dari orang tua untuk pertama kali adalah hal yang sangat menyiksa, dimana saya harus berjuang untuk kelangsungan hidup saya, berjalan dengan jarak yang lumayan jauh untuk memeriksakan diri ke klinik terdekat dan harus mengurusi diri saya sendiri. Setelah periksa dokter mengatakan bahwa saya sakit asam lambung dan gejala tifus.
- Iklan -
Perut rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum, mual dan tidak enak ketika hendak makan atau minum, hingga kondisi saya membaik akhirnya saya kembali bekerja. Saat asam lambung kumat, saya akan mengambil botol lalu mengisi dengan air panas lalu mengguling-gulingkan ke perut saya dengan harapan akan mengurangi rasa sakit di perut. Akhirnya saya sedikit berdamai dan hidup berdampingan dengan penyakit asam lambung.
Saya mulai mengatur pola makan dan pola hidup di tanah rantau. Hingga pada akhirnya di bulan Maret 2016 saya dipindah tugaskan dari Depok ke Lombok, dengan perasaan bahagia saya pindah dari hiruk pikuk kota menuju pulau serpihan surga. Awal sampai di Lombok saya ditempatkan di restoran yang ada di Lombok Internasional Airport (LIA). Di sana jam kerja menyesuaikan jam buka bandara, bandara buka pukul 05.00 WITA, sedangkan jarak dari tempat tinggal hingga bandara kurang lebih satu jam kami harus bangun pukul 03.00 WITA mandi dan mempersiapkan diri selepas kami pergi bersama mobil jemputan yang telah disediakan.
Bukan hanya jam makan yang berantakan namun waktu istirahat kami juga berantakan, terkadang kami hanya tidur beberapa jam lalu bangun kembali untuk bekerja. Awal pindah ke Lombok asam lambung saya masih sering kumat. Saya sering meringkik kesakitan sambil mengguling-gulingkan botol berisi air panas ke perut sembari duduk di dekat mesin barista. Karena di tempat itu tidak telalu terlihat oleh customer. Akhirnya saya dipindah ke pusat kota, ditempatkan di cabang restoran yang berada di Mall yaitu Lombok Epicentrum Mall.
Hikmah Puasa Senin Kamis
Di Epicentrum saya bertemu rekan kerja dengan berbagai sifat, dari yang religius hingga yang suka mabuk-mabukan, dengan lingkungan yang demikian membuat saya banyak belajar dari mereka. Untuk menghargai perbedaan dan membaur dengan kawan dari berbagai kalangan. Asam lambung saya masih sering kumat, saat perut sudah mulai terasa tidak enak, saya selalu menyediakan berbagai jenis obat asam lambung untuk mengurangi rasa sakitnya. Alhasil semua itu hanya sementara. Meskipun sering mengonsumsi berbagai produk obat, asam lambung saya masih sering kumat dan tidak sembuh total.
Pada suatu hari saya mencoba untuk puasa Senin-Kamis, awalnya berat cuaca Lombok yang panas dengan beban kerja sebagai pelayan restoran yang dituntut untuk selalu sigap, mandiri dan bekerja keras membuat para karyawan harus banyak mengonsumsi makanan dan minuman untuk tetap kuat menghadapi berbagai sifat customer. Tak jarang kami dibentak, dicaci dengan kata kasar ketika pelayanan kami tak sesuai harapan mereka.
Budaya puasa Senin-Kamis terus berlanjut, hingga saya ada di satu titik di mana ketika tidak berpuasa di hari Senin-Kamis akan merasa menyesal dan takut tidak bertemu dengan hari Senin dan Kamis lagi. Kebiasaan itu saya bawa hingga saya pulang dari Lombok kembali ke Depok, pindah di Surabaya dan Malang. Di Malang justru saya semakin giat menjalankan puasa Senin-Kamis di markas AREMA itu saya bertemu dengan ibu-ibu di masjid yang sudah menganggap saya seperti anak mereka sendiri.
Saya bertemu Umi Tamrin beliau adalah dosen UNISMA Malang yang sangat baik dan menganggap saya seperti anaknya sendiri. Di masjid di dekat tempat tinggal saya di Malang, setiap hari Senin-Kamis disediakan makan saur gratis untuk para jamaah, sebelum itu ada salat tahajud berjamaah pula. Dengan bimbingan dan ajakan ibu-ibu di sana akhirnya setiap Senin-Kamis saya selalu saur bersama di masjid.
Hingga saya lupa bahwa saya punya riwayat asam lambung yang sudah menjalar menjadi gelaja tifs. Budaya puasa Senin-Kamis masih saya laksanakan hingga sekarang, meskipun saya sudah kembali ke Temanggung berkumpul dengan keluarga dan selalu tersedia nasi di magic com, namun saya tetap melanggengkan puasa Senin-Kamis. Ada kepuasan tersendiri ketika hari-hari tersebut dijalankan dengan puasa sunah ini. Saya dapat melawan rasa lapar dan dahaga, lebih menjaga hawa nafsu dan selalu bersyukur masih diberi kesempatan untuk bisa berjumpa dengan hari Senin-Kamis.
Dalam perspektif Islam puasa terdiri dari puasa wajib dan puasa sunah. Puasa wajib ialah puasa yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, apabila tidak dilaksanakan akan mendapatkan siksa. Puasa wajib terdiri dari Puasa Ramadhan dan Puasa Nadzar dan Puasa Sunah terdiri antara lain: Puasa Senin-Kamis, Puasa Daud, Puasa Ayyamul Bidh, Puasa Asy-syura. Puasa Senin-Kamis ialah puasa yang dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis. Di mana seorang tidak makan dan minum pada hari tersebut, selain itu mereka juga menahan hawa nafsu dan berbagai hal yang membatalkan puasa.
Menurut Putsanara (2017), ditinjau dari sisi kesehatan fisik puasa memiliki berbagai manfaat antara lain, membakar lemak dalam tubuh, meningkatkan hormon pertumbuhan manusia, meningkatkan fungsi otak, mengurangi tekanan darah, mengatur trigliserida, mengatasi resistansi insulin, mengurangi risiko penuaan dan penyakit berbahaya. Adapun manfaat dari sisi psikologi menurut Rani (2015) antara lain: puasa dapat mengubah pikiran menjadi tenang, damai, mendapatkan kebahagiaan, mengurangi rasa takut dan agresif, mengurangi kecemasan dan depresi.
Dari berbagai manfaat yang didapatkan dan pengalaman pribadi, saya menyarankan kepada sahabat-sahabat yang membaca artikel ini untuk melanggengkan dan membudayakan puasa Senin-Kamis sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT dan sarana supaya mendapatkan kesehatan jasmani maupun rohani. (*)
*ANISA RACHMA AGUSTINA, Mahasiswa Prodi PAI dan Penggiat Literasi Pena Aswaja INISNU Temanggung