Oleh Yuditeha
Meski mungkin hanya setitik cahaya, entah kapan waktunya, setiap kita akan menyadari hadirnya pencerahan, dan setelah itu merasa hidup kita berada jauh dari syukur, atau bisa juga setiap kita menganggap bahwa hidup kita selama ini tidak begitu berarti. Menurut otak kita yang tersadar tersebut, selama ini kita telah berada di tempat yang melenceng dari jalur yang seharusnya kita tempuh.
Banyak macam perilaku yang membuat kita akan berada di dalam kategori keadaan bahwa kita termasuk pribadi yang harus melakukan pertobatan. Dan pemikiran itu hadir tidak karena menunggu adanya ungkapan Kiamat Sudah Dekat. Jika tobat dikarenakan ungkapan tersebut, berarti tobat yang kita lakukan tidak didasari dengan rasa ikhlas dan murni dari hati. Tobat yang benar adalah jika memang di diri kita merasa ada sesuatu yang salah dan harus kita tobatkan.
Hai, janganlah kita mempersulit untuk memikirkan perilaku apa yang pantas untuk kita tobatkan, karena sesungguhnya tidak hanya dosa besar saja yang bisa sampai kepada pertobatan. Karena jika hanya menyangkut dosa besar, hal itu biasanya disebabkan perasaan takut atas azab dari dosa tersebut. Jika begitu yang terjadi, sesungguhnya tidak ada bedanya dengan pengertian sebelumnya, bahwa pertobatan itu tidak atas dasar kesungguhan hati. Bisa dibilang pertobatan semu, yaitu sebuah keputusan bertobat yang datang dari luar diri kita, bukan dari dalam diri kita. Dan jikapun kita mengatakan bahwa hal itu sebagai sesuatu yang membuat kita sadar, hanya satu nama yang boleh kita jadikan patokan, atau sebab melakukan pertobatan itu, yaitu Dia yang di atas.
- Iklan -
Memang tidak ada yang salah dari ungkapan: Tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Tetapi alangkah baiknya jika pertobatan yang kita lakukan terjadi sebelum sampai kepada keadaan terlambat. Jika kita dapat melakukan pertobatan sebelum dirasa terlambat hasilnya akan terasa indah. Tentu akan berbeda seandainya pertobatan itu dilakukan karena ada unsur keterlambatan. Sebagai ilustrasi, di bawah ini ada sebuah cerita tentang pertobatan yang dilakukan karena unsur keterlambatan. Ilustrasi ini masih dalam taraf kesalahan yang relatif ringan, dengan maksud memberi gambaran bahwa hal ringan saja sudah begini susahnya, apalagi jika jenis kesalahan yang kita lakukan lebih besar dari contoh berikut.
Sebut saja PE, seorang narapidana yang tak habis-habisnya didera rasa sesal. Tekanan dalam jiwanya terus meninggi hingga hampir sampai kepada satu titik yang bisa membuat terganggu mentalnya. Cerita masa lalunya, ayah PE minggat semasa dia remaja, hingga dia hanya tinggal berdua dengan ibunya, yang luar biasa baik. Ibunya suka sekali membaca, tapi keadaan matanya berangsur-angsur tak jelas lagi melihat sampai mendekati buta. Ibunya tentu akan sangat senang bila PE mau membaca untuknya. Tapi PE merasa tidak punya waktu untuk untuk itu, padahal yang sebenarnya, hari-harinya hanya berkeliaran dengan kelompok anak nakal. Dan lagi dia punya anggapan, hanya tinggal berdua di rumah bersama ibunya tidak cukup mengasyikkan.
Karena satu dua hal, terjadi beberapa peristiwa di kelompoknya yang mulai menyentuh ranah hukum, yang karena itu akhirnya pelan-pelan dia mulai undur diri dari kelompok tersebut dan berjanji memperbaiki hidupnya. Dia berusaha meninggalkan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan bersama kelompoknya tersebut. Dia ingin pulang dan berusaha membahagiakan ibunya, paling tidak akan membaca untuk ibunya.
Di sebuah malam yang pekat, di saat dia sampai di rumah, PE mendapati ibunya telah meninggal di kursi dengan buku terbuka di pangkuannya, di mana yang dia tahu, selama ini ibunya sudah tidak bisa melihat. Sejak itu, tercetak kuat-kuat dalam benaknya bahwa malam itu adalah malam petaka yang tak bisa dia lupakan. Malam yang membuat dia sangat terpukul, hingga hari-harinya setelah itu dipenuhi dengan penyesalan yang sangat. Belum lagi pada akhirnya dia juga ikut ditangkap yang berwajib karena bukti kesalahan yang dia lakukan bersama kelompoknya dulu. Dia masuk penjara. Keadaan itu cocok dengan ungkapan, sudah jatuh tertimpa tangga.
Begitulah kisahnya. Cerita yang pernah dikisahkan oleh Doug Hopper. Meskipun kisah ending cerita ini PE akhirnya dapat membacakan buku buat orang-orang tua di penjara itu, yang dia rasa dapat sebagai pengingat ibunya, tetapi kisah itu sebenarnya tidak dapat mengembalikan ibunya hadir dalam dirinya lagi. Tetap saja dia tidak pernah bisa merasakan langsung membacakan buku untuk ibu tercinta.
Tentu saja kita tidak ingin mendapati kisah serupa dalam hidup ini, kan? Maka dari itu, ayo cepat segera berbondong-bondong bertobat bersama. Segera bertobat jika di diri kita ada yang kita rasa perlu ditobatkan. Tetapi yang harus diingat, yang penting dari semuanya itu adalah, jika kita benar-benar ingin bertobat, seyogyanya tobat yang akan kita lakukan bukan karena adanya ungkapan Kiamat Sudah Dekat. Bukan karena menunggu untuk kesalahan yang besar. Bukan karena orang lain atau siapa pun. Bahkan bukan juga karena tulisan ini, karena saya hanya ingin memberi pandangan saja, bukan dalam rangka untuk memaksa. Dan lagi, sesungguhnya di dalam diri saya sendiri selalu ada yang ingin saya tobatkan juga. Jika kita ingin berobat, hendaklah, hal itu karena Tuhan yang Maha Esa, dan kesadaran kita sendiri yang ingin menjadi lebih baik. Tunggu apa lagi, mari kita bertobat bersama-sama.***
Yuditeha
Penulis yang tinggal di Jaten Karanganyar