Oleh Muhammad Ryan Romadhon
Dalam berbagai literatur fikih disebutkan bahwa, salah satu kewajiban seorang muslim terhadap mayit sesama muslim adalah mengafaninya setelah sebelumnya memandikannya.
Dr. Musthafa al-Khin dalam kitabnya al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzahib al-Imam asy-Syafi’i menjelaskan bahwa tata cara mengafani mayit paling sedikit adalah membungkusnya dengan kain yang dapat menutupi seluruh anggota badan dan menutup kepala bila si mayit bukan orang yang sedang ihram.
Sedangkan tata cara mengafani mayit secara sempurna adalah apabila mayitnya seorang laki-laki ia dikafani dengan menggunakan tiga lembar kain putih; di mana masing-masing kain tersebut berukuran cukup lebar dengan panjang sesuai panjang tubuh si mayit dan dengan lebar yang sekiranya bisa membungkus seluruh tubuh si mayit.
- Iklan -
Adapun bila mayitnya perempuan maka disunahkan mengafaninya dengan menggunakan lima kain putih. Kelima kain itu berupa satu helai sarung yang menutupi bagian pusar hingga anggota paling bawah, khimar atau tudung yang menutupi bagian kepala, gamis yang menutupi bagian atas hingga di bawahnya sarung, dan lembar kain yang bisa membungkus seluruh jasad mayit.
Lalu, mengapa mayit laki-laki disunahkan dengan menggunakan tiga helai kain sedangkan bagi mayit perempuan lima helai? Adakah hikmah di balik kesunahan tersebut?
Dalam kitab Hasyiah al-Bujairomy ala al-Khotib (Juz 3, Hal. 110) dipaparkan bahwa hikmah di balik mayit laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain dan mayit perempuan dengan lima helai kain kafan adalah karena ketika Nabi Adam as. dan Siti Hawa membangkang terhadap larangan Allah Swt. dan keduanya memakan buah dari pohon terlarang kemudian Allah menyuruh keduanya turun ke bumi, tiba-tiba mahkota yang dikenakan keduanya jatuh dan pakaian serta perhiasan yang dikenakan keduanya pun ikut sirna.
Lalu, mereka berdua menghampiri pohon-pohon surga dengan maksud mengambil daunnya untuk menutupi aurat. Namun, semua pohon surga enggan memberikannya.
Kemudian mereka berdua bergerak menuju pohon Tin untuk mengambil daunnya dan pohon tersebut memberikan delapan daunnya, di mana tiga daun untuk Nabi Adam as. dan lima daun lainnya untuk Siti Hawa.
Oleh karena itu, mayit laki-laki dikafani sebanyak tiga lapis kain dan mayit perempuan dikafani dengan lima lapis kain.
Kemudian Allah Swt. bertanya kepada pohon Tin tersebut, mengapa ia bersedia memberikan dedaunannya sementara pohon-pohon surga yang lain enggan memberikan.
Pohon Tin tersebut pun menjawab, “Wahai Tuhanku, engkau adalah Dzat yang mulia dan mencintai sesuatu yang mulia, saya berharap agar saya termasuk dari sesuatu yang Engkau cintai.”
Lalu Allah Swt. pun berfirman, “Wahai Tin, aku jadikan kamu pohon terbaik di antara pohon-pohon surga dan kamu mendapatkan tiga keistimewaan. Pertama, kamu haram masuk neraka, Kedua, kamu menjadi alternatif makanan pokok anak Adam (manusia), Ketiga, Aku jadikan kain kafan anak Adam sama seperti daun yang kamu berikan.
Demikianlah hikmah di balik disunahkannnya mengafani mayit laki-laki dengan menggunakan tiga helai kain dan mayit perempuan dengan lima helai kain. (*)
*MUHAMMAD RYAN ROMADHON, Mahasantri Ma’had Aly Ponpes Al-Iman Bulus Purworejo Jawa Tengah.