Riadat
Terbaring… mengajak dinding merah
Diam setelah jumpa hujan reda
Melanjutkan riadat sepi ke langit-Nya
Kasih yang meramal tarian kota
Hura-hura tak pernah selangit cita kata
Hanya ritual yang duduk menjaga peristiwa
Siang ini tangan mengepal jari waktu
Suara-suara sesepi taman-taman masa
Imperium hati, patuh bertatih pada patih
Kasti masih menjadikan hujan raban
Pepatah tidur melayangkan kata kita
Sejuk samar degup meronta jantung dada
- Iklan -
Sumenep, 21 Juni 2021
Grafiti Ramadan
ya ramadan.. hambar.. lapar.. terkapar..
seni lapar menjadikan batu-batu bicara
rumput bangun, membaca asmaragama
aku tersipu menukar senyum-senyum
tawa dalam gerimis. mekar bersemayam
hilang sejarah dalam cinta yang sia-sia
suara tenung dari gumpalan kasih sayang
saum kasih memutih dalam dada batin doa
peristiwa yang menjadikan gundah ini menerima
terpana deru cekatan menyusun epilog surat hati
berirama dalam asmara lamun sejadah kesedihan
sedu sedan sendu ke lorong amsal tanpa nama
ramadan, ramadan, aku ingin jadi lapar walau hambar.
kaki tangan wajah keriput sepanjang hari. di lembar
kalender putih ini, nyamuk menyerang batin waktu
bersorak tarian ritual dalam radius terik tandus.
Sumenep, 2021
Kebaya Jiwa Kita
Ringkus terjerat ramalan tanah moyang
Para seniman bersorak riang, berlompatan,
Beruak tari rima berteduh sulam putih kebaya.
Sulam salam gundah menyihir tarian musim
Asmara benang menyumbang lekat pada ayat
Bersisik siluet kota yang terbata di laman makna.
Kebaya merah putih menerjemahkan pahlawan asa
Diraut pisau-pisau dan kegelisahan resital waktu
Bersorak kemenangan kita di batas doa-doa masa.
Merah putih tekat kebaya merajut kasih di lereng senja
Oi… Kusimpan dilaut imaji paling puisi bersinar asri.
Janur melambai batu bersorak di bibir senja yang menyapa
Surau-surau gigih merantau melamar benang batik puisi
Hingga kata adalah karya, yang menyulam rusuk kebaya.
Sumenep, 2021
Gapura -Dungkek
Lampu-lampu menyiram jejak puri waktu
Merah putih kuning yang melaju di garis kata
Hati yang terpilih menjadi pejuang sukma rasa
Perjalanan detik, angin, menyambar surat kabar
Kita adalah sepasang burung terbang. Merantau.
Atau bahkan membela tanah hilangkan gerah.
Dalam perjalanan ini, sorak oi menjadi saksi
Leksikon nada ritme, adalah rima beralun moksa
Nada bonang terbayang –mengitari garis bayang.
Tiga puluh menit kita menyapu lorong waktu
Roda mobil menyihir abu-abu kenangan
Tangis kata merayu tangan-tangan harapan.
Riuh kami bersaksi sebagai jumpa yang terbata
Di mana letak ¹pojhiyen yang kubaca di malam ria
Kasih menjadi risih, tapi puisi tetap mengabdi.
Dungkek, 2021
Pojhiyen
“Tak jemmong gurjem, tak jemmong gurjem”
Sepasang kasih menyampaikan tarian waktu
Kulum melingkar di alast tikar merah tua.
Di malam yang penuh damba nan riang ini
Nagari penuh harapan menjaga tawa-tawa nada
Jingkat musik merayu bagai batu yang terkatup
“Tak jemmong gurjem, tak jemmong gurjem”
Lima puluh menit kita meramu ramalan malam
Menerjemahkan suara asing di ambang tasbih
Suara-suara malam, membatu di dada waktu
Roda kasih menjamur puisi yang terpatri
Perjumpaan dan khayalan menjadi oi bagi mimpi.
Tak ada rama-rama yang merias dada malam
Hanya “Tak jemmong gurjem, tak jemmong gurjem”
Berpuisi menyapa tanah menyapa laut dan sawah itu.
Gapura, April 2021
¹Pojhiyen : Madura red : salah satu ritual sosiokultural yang diakui sebagai budaya kuno yang hingga kini tetap dijaga kelestariannya di tanah Madura khususnya Gapura Sumenep.
*Saiful Bahri, kelahiran Sumenep-Madura, O5 Februari 1995. Ia mengabdi di Madrasah Al-Huda. Selain menulis, ia juga seorang aktivis di kajian sastra dan teater “Kosong” Bungduwak, Komunitas Literasi Semenjak. Perkumpulan dispensasi Gat’s (Gapura Timur Solidarity). Ada pula Fok@da (Forum komunikasi alumni Al-Huda), Organisasi Pemuda Purnama. Pengasuh ceria di grup (Kampus Literasi) dan pendidik setia di komunitas (Literasi Kamis Sore). Serta aktif di organisasi PR GP Ansor Gapura Timur. Disela-sela kesibukannya ia belajar menulis Puisi, Cerpen, Cernak, Esai, Resensi Opini, dll. Tulisannya pernah dimuat di koran Lokal maupun koran Nasional, seperti: Jawa Pos (pro-kontra), Republika (Puisi 2018), Riau Pos (2017), Bangka Pos (2017), Palembang Ekspres (2017), Radar Madura (2017-2018), Radar Surabaya (2017), Radar Jember (2017), Radar Banyuwangi (2017), Radar Bojonegoro (2017), Kedaulatan Rakyat Jogjakarta (2017), Solo Pos (2017-2018), Malang Voice (2017), Majalah Simalaba (2017), Analisa Medan (2018), Radar Cirebon (2018), Kabar Madura (2018), Jurnal Asia-Medan (2018), Banjarmasin Pos (2018), Budaya Fajar-Makassar (2018-2019), Radar Pagi (2018), Dinamikanews (2018), Denpost Bali (2018), Redaksi Apajake (2018-2019), Catatan Pringadi (2019), Jejak Publisher (2019), Ideide.id (2019), Iqra.id (2019), Magrib.id (2020), Majalah Pewara Dinamika Jogja (2019), Koran Cakra Bangsa (2019) Media Semesta Seni (2020), dan baru-baru ini tulisannya dimuat di website maarifnujateng.or.id (Agustus 2020). Puisinya juga masuk dalam antologi CTA Creation (2017). Antologi Senyuman Lembah Ijen-Banyuwangi (2018). Antologi kumpulan karya anak bangsa: Sepasang Camar-Majalah Simalaba (2018). Antologi puisi Perempuan (2018). Juara satu lomba cipta puisi bertema Hari Raya di media FAM Indonesia (2018). Antologi HPI Riau: Kunanti di Kampar Kiri (2018). Antologi Puisi Masa Lalu (2018). Antologi Puisi Festival Sastra Internasional Gunung Bintan Jejak Hang Tuah (Jazirah I 2018). Antologi Puisi Internasional FSIGB (Jazirah II 2019). Antologi Banjar Baru Rainy Day’s (2018-2019). Antologi Puisi untuk Lombok-Redaksi Apajake (2018). Antologi Puisi Puisi Tasbih Cinta (FAM 2019). Antologi Puisi Menimang Putri Dewa (Tidar Media, 2019). Antologi Puisi Sejarah Lahirmu (2019). Antologi Puisi Arti Kehidupan FAM Indonesia (2019). Antologi Puisi Kelapa Sawit Apajake (2019). Antologi Sebuku Net Nissa Sabyan (2019). Sepuluh Puisi Terbaik Media Linea (2019). Juara II Cipta Puisi Nasional di Penerbit Mandiri Jaya Tulungagung (2019). Penulis Buku Puisi Terbit Gratis: Senandung Asmara dalam Jiwa (2018).