Oleh Belinda Safitri
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfal: 27)
Sejatinya, amanah merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Syekh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Amanah adalah segala sesuatu yang diemban oleh seseorang yang diperintahkan untuk ditunaikan.” Dalam Tafsir Al-Qur’an Al’Azhim, Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan bahwa, “Menunaikan amanah yang dimaksudkan adalah umum mencakup segala yang diwajibkan pada seorang hamba, baik hak Allah atau hak sesama manusia.”
Namun, di sisi lain, menunaikan amanah memang bukan hal yang mudah dilakukan. Hadirnya berbagai godaan membuat seseorang tidak jarang lupa terhadap amanah yang harus dijaga dan akhirnya malah jatuh pada perbuatan khianat. Hal tersebut tentu saja sangat berbahaya, tetapi tidak bisa dimungkiri bahwa fenomena itu telah benar-benar nyata di sekitar kita.
- Iklan -
Kasus-kasus penganiayaan anak oleh orang tuanya sendiri merupakan salah satu contohnya. Meski orang tua sebenarnya tahu dan paham bahwa anak adalah amanah besar dari Allah yang harus dijaga, tetapi kenyataannya tidak sedikit orang tua yang justru melalaikan amanah tersebut.
Hal itu bisa dibuktikan dari hasil survei yang diadakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Berdasarkan survei tersebut diperoleh sebuah fakta bahwa tingkat kekerasan anak oleh orang tua masih terbilang tinggi. Bahkan, hal itu semakin parah selama masa pandemi. Data survei menyatakan bahwa 69,6 persen ayah dan 73 persen ibu mengaku melakukan kekerasan psikis terhadap sang anak.
Penyebab dari hal itu tentu tidak bisa dilepaskan dari faktor ekonomi. Semakin beratnya beban yang dirasakan selama pandemi akhirnya membuat sejumlah orang tua mulai menyerah. Namun, alasan tersebut tentu tidak bisa dengan seenaknya dibenarkan. Bagaimanapun juga jika orang tua memang menyadari pentingnya menjaga anak yang merupakan amanah dari Allah, maka tentu orang tua tidak akan berani melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut.
Selain mengenai orang tua, persoalan menjaga amanah tentu juga tidak bisa dilepaskan dari figur seorang pemimpin. Mulai dari pejabat daerah hingga pejabat negara merupakan sosok-sosok yang memikul amanah dan tanggung jawab besar. Rakyat telah memilih dan memberi kepercayaan penuh kepada mereka. Sayangnya, masih ada saja pemimpin yang tidak menjalankan tugas dengan baik. Beberapa di antaranya bahkan hanya memanfaatkan jabatan yang dimiliki untuk memperoleh kekayaan melalui tindak korupsi.
Bayang-bayang atas keuntungan yang akan diperoleh tersebut seketika dapat menghilangkan keimanan. Pada akhirnya, keimanan yang semakin rendah membuat sejumlah pemimpin tidak lagi mengingat amanah yang diberikan rakyat bahkan seolah lupa dengan janji yang telah diucapkannya sendiri. Terkait hal itu, Nabi Muhammad saw. telah menerangkan dalam sebuah hadis bahwa, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.” (HR. Ahmad)
Kasus-kasus korupsi yang tidak pernah ada kata habisnya tentu menjadi salah satu tanda bahwa masih banyak pemimpin kita yang belum mampu menjaga amanah. Padahal jika mereka mampu berpikir, maka sebenarnya sama sekali tidak ada kebaikan dari hal itu, sebaliknya justru penyiksaan dan penderitaanlah yang lambat laun pasti akan diterima. Sebab, sepandai apa pun mereka berusaha menutupi, ibarat bau bangkai yang disimpan lama-kelamaan pasti akan tercium juga. Seandainya pun balasan itu ternyata tidak didapatkan di dunia, maka di akhirat jangan pernah berharap bisa lari dari pengadilan Allah.
Terkait hal itu, Rasulullah saw. telah menyatakan bahwa, “Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, ujungnya hanya penyesalan pada hari kiamat. Di dunia ia mendapatkan kesenangan, namun setelah kematian sungguh penuh derita.” (HR. Bukhari No. 7148)
Pada dasarnya, orang yang tidak amanah akan dinilai sebagai orang yang berbohong karena telah mengingkari ucapan dan janjinya sendiri. Bahkan, seseorang yang tidak menjalankan amanah dianggap sebagai orang yang khianat karena telah mengabaikan kepercayaan yang telah dipikulkan kepadanya.
Maka, sebenarnya tidak akan ada pengaruh baik yang ditimbulkan dari tindakan pengkhianatan amanah. Orang yang berkhianat justru sangat tidak disukai bahkan dibenci oleh Allah. Hal itu sesuai dengan ayat Al-Qur’an surah al-Hajj ayat 38, “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.”
Tidak hanya itu, ada banyak sekali kerugian lainnya yang akan diperoleh oleh siapa pun yang tidak menjalankan amanah dengan baik. Di antaranya adalah mendapat laknat dan azab dari Allah, dipermalukan di hari kemudian, hingga dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
Pada hakikatnya, derita akibat melalaikan amanah tidak hanya dirasakan di akhirat kelak, ketika masih di dunia pun mereka sudah akan mendapat balasannya. Misalnya saja dikucilkan, mendapat sanksi berupa penjara, dan yang paling buruk adalah orang-orang yang telah mengabaikan amanah akan sulit bahkan tidak dapat lagi dipercaya oleh masyarakat.
Dari hal tersebut, tentu bisa dipahami bahwa sangat merugilah orang-orang yang menyia-nyiakan amanah. Pada akhirnya, tindakan tercela tersebut tidak lain hanya akan membawa petaka bagi pelakunya sendiri. Oleh karena itu, agar terhindar dari segala bahaya dan kerugian tersebut, maka sebisa mungkin kita mulai menanamkan dalam diri bahwa amanah adalah tanggung jawab yang harus dijaga. Dalam hal ini, bukan hanya diperuntukkan bagi orang tua dan pejabat saja melainkan berlaku bagi semua manusia tanpa terkecuali.
Sebab sejatinya, siapa pun dan apa pun posisi kita saat ini, selama kita masih hidup di dunia, maka amanah tersebut akan selalu ada di pundak kita. Setidaknya sebagai anak kita memiliki amanah untuk berlaku baik pada orang tua. Jika pun orang tua sudah tiada, maka amanah itu akan tetap ada. Dalam hal ini, amanah sebagai seorang hamba untuk selalu taat kepada perintah dan menjauhi larangan Allah.
Dengan demikian, mulai saat ini, sudah seharusnya kita perlu menumbuhkan kesadaran dan berjanji pada diri sendiri untuk berusaha tidak menyia-nyiakan segala hal yang telah diamanahkan kepada diri kita. Berupayalah untuk selalu mengingat dampak buruk yang akan diterima sehingga kita dapat melawan setiap kali godaan untuk melalaikan amanah itu datang. Selain hal tersebut, maka memohon petunjuk dan pertolongan dari Allah adalah hal yang selalu wajib disertakan dalam doa. Hal itu agar kita dapat senantiasa dikuatkan dan dimampukan untuk menjaga amanah.
Sebab, menjaga dan menjalankan suatu amanah tentu memang bukan perkara mudah. Meski demikian, jika diri kita telah memiliki keteguhan, maka apa pun rintangannya tentu dapat dilalui dengan baik. Siapa pun kita dan apa pun amanah yang telah diberikan kepada kita saat ini, semoga kita senantiasa dapat memegang dan menjalani dengan sebaik-baiknya.
*BELINDA SAFITRI, mahasiswi program studi Pendidikan Agama Islam di IAI As’adiyah Sengkang. Tulisannya bisa dijumpai di beberapa buku antologi bersama, yaitu Mimpi Sang Penyair, Hujan Kenangan, Lembaran Memori, Berkah Cinta Ramadhan, Simfoni Hati, dan Jika Ini Hari Terakhirku. Selain itu, sejumlah tulisannya juga telah dimuat di beberapa media online Indonesia.