Oleh Mufidatul Munawaroh
Kecanggihan teknologi semakin berkembang pesat. Kemudahan akses media di zaman serba digital seperti sekarang menjadikan pengguna bebas membaca, mendengar bahkan melihat apa saja berita yang berseliweran dari mana saja. Terlebih bagi generasi digital native yang sejak lahir sudah dihadapkan pada teknologi yang berada di lingkunganya, menjadikan generasi ini lebih bergantung pada kecanggihan teknologi.
Berita, terlebih gosip yang beredar mengenai publik figure misalnya. Gosip tersebut seringkali mencari-cari kejelekan atau aib tokoh publik untuk kemudian dibesar-besarkan dengan tambahan bumbu agar lebih ‘nikmat disantap’. Padahal, menutupi aib orang lain apalagi sesama muslim merupakan suatu perbuatan mulia di sisi Allah.
Sebagaimana dalam kisah yang cukup masyhur diceritakan. Suatu kali, seorang wanita pergi ke sebuah toko untuk membeli sesuatu yang sedang ia butuhkan. Sesampainya di toko yang dituju, tidak sengaja dirinya kentut. Seketika wajah si wanita berubah pucat pasi lantaran saking malunya. Terlebih lagi, kejadian tersebut diketahui oleh laki-laki pemilik toko. Dalam kondisi perasaan tak karuan serta menahan malu, dengan gugup wanita itu tetap bertanya tentang kebutuhan yang akan ia beli kepada laki-laki penjual tadi.
- Iklan -
Namun, bukannya menjawab pertanyaan si wanita, penjual itu malah menjawab hal lain dan tidak sesuai dengan apa yang tadi ditanyakan.
Berkali-kali wanita itu bertanya, jawabannya selalu tidak nyambung. Hal ini berlangsung terus menerus seakan penjual tadi adalah seorang yang tuli. Akhirnya wanita tersebut berpikir dan meyakini bahwa penjual di toko ini adalah seorang yang tuli dan itu artinya tadi si penjual tidak mendengar dirinya kentut.
Menyadari hal tersebut, raut wajah wanita itu berangsur normal dan bersikap lebih santai, serta tidak memikirkan lagi hal memalukan tadi. Karena tidak kunjung mendapat jawaban yang sesuai dari penjual, si wanita bergegas pergi dari toko tanpa membeli suatu apa pun.
Padahal, pada kenyataannya laki-laki penjual itu bukanlah seorang yang tuli dan dia pun mendengar wanita tadi kentut. Hanya saja, ia sengaja melakukannya agar wanita itu menyangka dirinya seorang yang tuli, sehingga wanita tersebut tidak merasa malu karena tidak sengaja kentut.
Laki-laki ini berniat menutupi aurat (aib/cacat) si wanita. Karenanya, Allah mencurahkan cahaya di hati penjual tadi dan melimpahi ia rezeki sebab kebaikannya menutupi aib wanita tadi.
Era disrupsi seperti sekarang ini menjadi ajang yang tepat dalam meneladani sikap Penjual ‘Tuli’ dalam kisah di atas. Bagaimana sebaiknya kita menutupi aib saudara kita, apalagi sesama muslim. Kisah yang dinukil dari kitab Syarah Sullamutt-Taufiq ini memanglah syarat akan hikmah yang masih relevan diterapkan hingga saat ini.
Era keterbukaan media bukanlah ajang lomba membuka aib saudara sesama manusia apalagi sesama muslim. Hanya karena beda pilihan atau perbedaan pendapat misalnya, semua aib saudaranya disinggung dan dibeberkan di depan khalayak ramai. Ketika tidak setuju dengan suatu pendapat, maka malah personal yang kemudian diserang dan dibuka segala cacat dan aibnya.
Seorang muslim seyogianya tidak pantas bersikap demikian. Sebagaimana Baginda Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya yang diriwayatkan Ibnu Majah, “Barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aib orang itu di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah).
Dari hadis tersebut kita dapat mengetahui janji Allah kepada orang yang menutupi aib saudaranya. Allah akan menutupi segala aib dan cacatnya selama di dunia yang penuh dengan fitnah ini. Serta menutupi aibnya di akhirat, di mana tiada pertolongan dari siksa akhirat kecuali dari Allah semata.
Semoga kita semua tergolong dalam umat yang ditutupi segala cacat dan aibnya oleh Allah Swt., baik di dunia maupun akhirat. Aamiin.
*MUFIDATUL MUNAWAROH, santri Asrama Muslimat NU Jawa Tengah, Pegiat Literasi di Tarbiyah Librarian Club (TLC) UIN Walisongo Semarang.