BAYANG-BAYANG DI ANTARA PUING
(1)
tak lagi siang tak lagi malam
warna-warna tak lagi pekat atau cemerlang
laut-laut mendaki gigir tebing
gunung-gunung memburu ombak dan pesisir
di setiap celah karang kepiting-kepiting silau
di setiap pokok pohon kadal-kadal lumpuh
kambing-kambing liar di padang rumput
menjelma gerombalan batu
: kita adalah berhala-berhala yang remuk
digerogoti musim, dikerat hari
menjadi sekedar bayang-bayang di antara puing.
di puncak-puncak lingga dan menhir
anak-anak meraung sambil menghisap asap
belukar. asap kayu. asap embun. asap kata-kata
- Iklan -
: Gusti, di manakah segala juru tafsir itu?
lihatlah,ibu bapa kita cuma berhala yang keropos!
(2)
tak ada bintang.tak ada komet.tak ada pekat
bahasa meledak dan muncrat dalam serapah
: aduhai, di manakah gerangan bisa digali lagi kedalaman kata?
di antara puing, tangan-tangan kita memanjang
menjuluri apa saja namun yang teraba
tak menemu puisi apalagi firman suci
hanya abjad-abjad nama sendiri
terpahat beku pada nisan-nisan.
(3)
di kedalaman lembah, gadis-gadis tengadah
meratapi perawannya yang beringsut menuju ceruk senja kala
bayang-bayang menyembul dan menyelimuti
jalanan-jalanan basah yang telah jadi sarang gerombolan hantu
menyusuri puing-puing, menatap bulu-bulu mata yang basah
diremas-remas putus asa berserak di reruntuhan kota di antara lubang-lubang galian
(4)
bayang-bayang mengeriap di antara puing
lantas mengeriput mengkerut seperti mumi!
Ngawi, 2020
SULUK PENYAIR
aksara demi aksara berderap antri datang dan pergi
seperti serdadu menggedor pintu medan perang
dalam sekejap nama-nama yang hidup
berluruhan larut dalam simbol-simbol
kadang seperti gulita yang buta atau
seterang cahaya petir menekan mimpi, hasrat dan pikiran
di luar sana, harapan-harapan disobek oleh kehampaan
: Jangan biarkan aksara-aksara itu khianat!
hari dan kalender menimbun ketakutan
merimbunkan ngeri dihantui putus asa
diancam uap malam yang durjana
kata-kata sekedar mengambang dalam botol
muram dikelilingi kematiannya sendiri
mati yang memanggil-manggil
sebab hidup terlampau lama bertopeng
bopeng berselimut gincu dan parfum
2019-2020
KEBUN KATA
“kata adalah kebun, di pangkuannya bersemi benih
harapan sekaligus khianat, juga cinta yang dusta!”
kata-kata menjalarkan akarnya mencari pusar
yang konon disingitkan semesta
saling gamit dan menunjuk segala teka-teki dan ramalan
ah, bisakah kata berbenih dalam tubuhku
sakral seperti sabda para nabi atau suluk mantra para resi?
oh, kata-kata yang disabda!
ah, kata-kata yang dinujum!
warna-warna cahaya sekaligus senja menuju buta
memburuku menekan pikiran-pikiran bergelayut
di punggung dan tulang belakang ngalir dalam sum sum
membuat tubuh gemetar dan gigi-gigi goyah
mengejar takjub dan ngeri yang seperti hantu
berderap di frase dan larik-larik
2020
PENYAIR, TINTAMU HABIS!
Penyair, tintamu habis untuk menulis tapi puisi-puisi tak terbaca
tak ada api di puisimu, tak ada yang sanggup membakar tanpa akhir
tak ada air di puisimu, tak ada sumur yang lunaskan dahaga
tak ada batu di puisimu, tak mungkin jadi candi atau menara untuk mengintai langit
penyair, matamu cemas tak sanggup menafsir dan menaksir bahasa
yang mengeras jadi fosil seperti lelaki tua bongkok yang disesatkan
ke dalam rimbun etalase-etalase yang rumit, resah dan berjejal-jejal
penyair, puisimu telah jadi tali gantungan menjerat lehermu
bagai narapidana putus`asa dieksekusi mati
2019-2020
MERATAPI BUNYI
waktu tak sanggup berkelok
begitu lembut dan syahdu melaju
bergegas dengan meneteskan peluh
seperti tetes air mata meratapi usia
menangisi puisi yang dikebiri musim
: di sinilah mereka berbaring
mendelik dalam gelap
menangisi puisi meratapi bunyi
Nov, 2019
*Tjahjono Widarmanto, Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Meraih gelar sarjananya di IKIP Surabaya (sekarang UNESA) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sedangkan studi Pascasarjananya di bidang Linguistik dan Kesusastraan diselesaikan pada tahun 2006, pernah studi di program doktoral Unesa.
Buku puisi terbarunya PERCAKAPAN TAN dan RIWAYAT KULDI PARA PEMUJA SAJAK (2016) menerima anugerah buku hari puisi Indonesia tahun 2016. Bukunya yang terbit terdahulu : PENGANTAR JURNALISTIk;Panduan Penulis dan Jurnalis (2016), MARXISME DAN SUMBANGANNYA TERHADAP TEORI SASTRA: Menuju Pengantar Sosiologi Sastra (2014) dan SEJARAH YANG MERAMBAT DI TEMBOK-TEMBOK SEKOLAH (2014), MATA AIR DI KARANG RINDU (buku puisi, 2013) dan MASA DEPAN SASTRA: Mozaik Telaah dan Pengajaran Sastra (2013), DI PUSAT PUSARAN ANGIN (buku puisi, 1997), KUBUR PENYAIR (buku puisi:2002), KITAB KELAHIRAN (buku puisI, 2003), NASIONALISME SASTRA (bunga rampai esai, 2011),dan DRAMA: Pengantar & Penyutradaraannya (2012), UMAYI (buku puisi, 2012).
Selain menulis juga bekerja sebagai Pembantu Ketua I dan Dosen di STKIP PGRI Ngawi, serta menjadi guru di beberapa SMA Sekarang beralamat di Perumahan Chrisan Hikari B.6 Jl. Teuku Umar Ngawi.